Menuju Mandiri Energi Berkat Sampah



“Yang ini menunjukkan bahwa gas dari BSO terisi sedangkan yang itu menunjukkan gas yang berasal dari wc atau kotoran manusia”, kata pak Andre sambil menunjukkan dua lajur pipa putih yang menempel di tembok di atas kompor dan menampakkan isinya yang berwarna biru sedang bergerak-gerak naik turun. Pipa berisi gas tersebut mengingatkan saya pada tensimeter ketika sedang menuju keseimbangan.
“Apa artinya BSO sih pak?”
“Biodigester Sampah OrganiK”

“Ooooo”, bak koor serempak kami menjawab. Hari itu saya dan 4 ibu-ibu anggota komunitas Kendal Gede Kreatif mengunjungi bengkel pak Andre, seorang praktisi biodigester. Mungkin istilah bengkel terlalu kecil karena di tanah 4 Ha di jalan Sukawangi Kampung Nyingkir, pak Andre membangun 3 area usaha yang nampak berbeda tapi saling terkait. Di bagian kanan tampak deretan kamar mandi dan kakus (WC) tempat kotoran manusia ditampung dan dialirkan gasnya ke dapur yang saya lihat tadi. Hanya di area tengahlah bengkel sesungguhnya juga kantor dan ruang-ruang pertemuan yang asri. Sedangkan di area kanan terdapat deretan bangunan beratap ijuk yang menurut pak Andre direncanakan untuk pabrik tahu. Tentunya gas limbah tahu dapat digunakan sebagai bahan baku memasak. Menakjubkan, percobaan berbagai energi terbarukan yang keren di kawasan Bandung Utara.

Sebelumnya, saya hanya mendengar bahwa kotoran manusia bisa menjadi gas untuk memasak, juga sampah organik seperti kotoran ternak, sayuran bekas memasak atau sisa makanan dan beragam sampah organik lainnya: daun, rumput dan lain-lain. Tetapi baru kali itulah saya berkesempatan melihat sendiri prosesnya dan hasil akhirnya yaitu api biru tak ubahnya gas elpiji yang kita gunakan sehari –hari.
Prosesnya gampang-gampang susah. Gampang karena sebetulnya itu proses alami. Susah karena kita terbiasa gaya hidup instan, terbiasa menikmati hasil pembelian barang tanpa peduli prosesnya. Asalkan punya uang ya tinggal beli dan langsung nikmati hasilnya.
Proses penggunaan biodigester tidak sesederhana itu. sampah organik yang dimasukkan ke dalam instalasi harus diendapkan kurang lebih sebulan-2 bulan lamanya. Waduh, serentak kami ber-5 protes. Walau jika dipikir iya juga sih, proses mengompos sampah organik kan membutuhkan waktu selama itu juga? Masa sekarang ingin memasukkan sampah dan besok sudah menjadi gas siap pakai? Emangnya sulap?

Namun demikian jika tangki biodigester ini telah siap, maka setiap hari akan menghasilkan gas methan, bahan baku memasak. Asalkan rajin mengisi nya dengan sampah organik. Justru di awal masa penggunaan, kita belajar memisah sampah agar tidak ada plastik masuk tabung biodigester. Karena setelah terbiasa memisah sampah, rasanya kok gimana gitu jika harus menyampur sampah lagi. Akhirnya yang terpenting kebiasaan harus berubah ya?
Berapa jumlah sampah yang diperlukan perharinya? Tidak ada patokan, natural aja seperti kebiasaan sehari-hari, jangan maksa-maksain, tapi juga jangan malas. Lebih baik sedikit tapi sering (setiap hari) daripada langsung banyak misalnya seminggu sekali karena tidak hanya hasilnya tidak sempurna tapi juga menimbulkan bau yang membuat orang malas mengoperasikan bioigester lagi.


Pak Andre menerangkan bahwa sebetulnya kandungan air dalam sampah organik kita sangat tinggi, mencapai 90 %, ditambah air yang diguyurkan kedalam tangki sesudah memasukkan sampah dapur maka proses yang terjadi  dalam biodigester menjadi lancar hingga hasil akhir wes ewes bablas sesuai peruntukannya.
Saya membayangkan didalam biodigester itu ada mikroba yang membutuhkan makanan dan mengeluarkan gas serta cairan setelahnya, gas itulah yang ditangkap kemudian masuk pipa khusus untuk dialirkan ke dapur sedangkan cairan yang dinamakan slurry akan keluar ke dalam wadah khusus. Slurry ini menjadi pupuk organik yang kaya gizi bagi tanaman. Tak heran sayuran di sekitar lokasi nampak subur, ada terong, seledri, bawang putih, bit dan masih banyak lagi.



 Di dekat ruang pertemuan tampak vertiminaponik yaitu pembudidayaan ikan sekaligus tanaman sayuran. Terlihat instalasi dimana satu wadah berisi lele, sisa pangan lele dan kotoran lainnya dialirkan menuju talang-talang hidroponik untuk memberi nutrisi sayuran. Sehingga sayuran tidak membutuhkan pupuk AB mix seperti umumnya hidroponik. Menyenangkan bukan rangkaian eksperimen yang dilakukan pak Andre ini.

Pada tahun 2015, Kota Bandung mendapat hibah 100 biodigester dari pengusaha Arifin Panigoro, tahun berikutnya sekitar 1000 biodigester konon akan dibagikan ke masyarakat. Andaikan berhasil , 50 % sampah Kota Bandung bakal teratasi karena sekitar itulah jumlah sampah organik. Tentunya dengan syarat penggunanya paham bahwa pengoperasian biodigester tidak sama dengan elpiji. Manfaat utamanya bukan gas tapi rumah yang bersih dari sampah dan eratnya silaturahmi karena anggota masyarakat bertemu dan saling berbagi. Adanya gas sebagai bahan baku memasak hanyalah bonus terlebih gas yang dihasilkan hanya cukup untuk memasak selama 1-2 jam. Tergantung kapasitas biodigester. *Maria G Soemitro*



Share:

0 komentar