Hari
Peduli Sampah, tanggal 21 Februari, sebentar lagi dijelang. Pada tanggal
tersebut akan diuji cobakan kantong plastik (keresek) berbayar. Pembeli di
ritel modern tidak lagi mendapat keresek gratis, dia harus membayar sekitar Rp
500 (masih diperdebatkan kisaran rupiahnya).
Waduh,
sebagai pembeli tentunya kita protes. Kok harus bayar sih? Kan sebetulnya harga
kantong plastik murah banget, mungkin
hanya Rp 100? Kalo alasannya untuk
pelestarian lingkungan hidup, kan udah ada kantong plastik ramah lingkungan?
Nah,
kantong plastik ramah lingkungan ini yang akan kita bahas. Ada statemen dari beberapa
blog penjual kantong plastik ramah lingkungan, yaitu:
Plastik ramah lingkungan, adalah plastik yang dapat hancur dengan sendirinya dalam waktu kurang lebih 2 tahun. Jenis plastik ini sangat penting sekali sekarang ini, mengingat dengan menggunakan plastik ini, kita secara tidak langsung telah membantu mengurangi efek dari global warming terhadap bumi ini.
Kata
hancur digaris tebal, karena produsen dan penjual mengakui bahwa kantong
plastik ramah lingkungan hanya hancur, bukan terurai
di alam. selain itu agar bisa hancur, ada syarat kondisi tertentu yang harus
dipenuhi.
Tanpa
paparan sinar matahari dan suhu yang tepat, maka kantung plastik “ramah
lingkungan” tidak dapat hancur dalam 5 tahun. Kelembaban tinggi di di tempat pembuangan
sampah akhir (TPA) tidak memenuhi syarat
sang kantung plastik untuk terurai/hancur. Demikian juga di lautan yang minim
sinar matahari. Sehingga penambahan zat aditif ( umumnya timbal dan kobalt) yang
ditujukan untuk menghancurkan sang kantung plastik berbalik menjadi bumerang
yang mengancam keberlangsungan rantai ekosistem.
Jadi
absurd sekali mengklaim kantong plastik ramah lingkungan dapat mengurangi efek global warming.
karena beberapa pertimbangan berikut:
- Kantung plastik “ramah lingkungan” tidak dapat didaur ulang menjadi bahan baku plastik lagi. Keberadaannya akan tetap ada di muka bumi dalam bentuk serpihan-serpihanberbentuk mikroplastik dan terbang entah kemana bersama polutan lainnya
- Zat aditif menyebabkan kantung plastik tidak dapat hancur dalam proses composting (penguraian di alam). Hal tersebut mungkin disebabkan pengaruh ammonia dan gas lainnya yang dihasilkan mikrooganisme dalam kompos.
- Toksisitas yang terkandung pada kantung plastik “ramah lingkungan” akan membahayakan invertebrata, burung dan ikan yang memakannya.
Tidak
berlebihan, US Council of Better Business Bureaus menyarankan untuk berhenti
menggunakan istilah “ramah lingkungan”.
Aksi lainnya dilakukan d ua waralaba terbesar di Inggris , Tesco dan
Co-op yang pernah terkena greenwash dan membanggakan diri menggunakan kantung
plastik “ramah lingkungan”, akhirnya menghentikan penggunaannya pada tahun 2011
silam.
Supermarket
Tesco menggunakan kantung plastik jauh
lebih banyak dibanding toko-toko lainnya. Setiap tahunnya tak kurang 2 milyar
kantung plastik dibagikan dengan umur pemakaian kurang lebih 20 menit sebelum
akhirnya dibuang.
Kebijakan terakhir yang diambil Tesco adalah menggunakan
kantung plastik yang mengandung 15 % bahan hasil daur ulang. Mungkin karena
mempertimbangkan pendapat The European Plastics Recyclers Association bahwa
proses pembuatan kantung plastik membutuhkan bahan baku fosil dan energy yang
banyak, jadi mengapa harus menciptakan tas yang bisa hancur dengan sendirinya?
Tesco
tidak memberikan kantung plastik gratis. Setiap konsumen harus membayar 5 pence
(sekitar Rp 700) per kantung plastik. Kebijakan ini menyusul langkah Mark &
Spencer yang telah melakukan kebijakan tersebut sejak tahun 2008. Pemberlakuan
kantung plastik tidak gratis ditujukan untuk mengurangi penggunaan kantung
plastik sekali pakai. Karena menurut WRAP (badan pemerintah yang mengatur
pengurangan sampah) jumlah konsumsi kantung plastik pada tahun 2010/2011
mencapai 6,4 milyar dan pada tahun 2009/2010 mencapai 6,1 milyar. Artinya setiap
orang di Inggris mengkonsumsi rata-rata 8,6 kantung plastik per bulan.
Nah,
ketika negara-negara di Eropa dan USA mulai menghentikan pemakaian kantung
plastik “ramah lingkungan” bahkan alergi menyebutnya, apakah kita tetap mau bersikukuh menggunakan
plastik kantong plastik ramah lingkungan?
Sebetulnya
sah-sah saja apabila produsen melakukan green wash berupa penjualan isu
lingkungan yang mendompleng kampanye lingkungan hidup. Karena bagaimanapun
omzet penjualannya terancam. Tetapi menjadi berbahaya ketika masyarakat
mengiyakan dan pemerintah melegalkan penggunaan kantung plastik yang diklaim
ramah lingkungan tanpa mau mempelajari permasalahan yang sebenarnya.
Masalah
sampah adalah masalah gaya hidup, masalah lifestyle yang harus berubah dengan
ditunjang pembenahan system persampahan dan sarana lainnya. Teknologi adalah
bagian dari sarana tersebut sehingga tidak bisa menyelesaikan permasalahan
sampah secara sim salabim.
Penggunaan kantung plastik berteknologi “ramah
lingkungan” tidak dianjurkan karena hanya akan memperparah penggunaan kantung
plastik sekali pakai. Konsumen akan berpikir sampahnya bisa hancur dalam jangka
2 tahun tanpa memperhitungkan varian-varian yang menyertainya. Sangat sesuai
dengan harapan produsen kantung plastik yang memperoleh omzet terbesar dari
penjualan kantung plastik sekali pakai dibanding plastik jenis lain.
Jadi
sebagai konsumen yang membutuhkan kantung belanja, apakah yang harus kita
lakukan?
- Menggunakan tas pakai ulang (reusable bag) untuk barang belanjaan. Kini banyak dijual di supermarket atau bisa juga menggunakan tas kain yang banyak dibagikan di workshop/seminar atau ketika kita membeli barang dengan jumlah tertentu.
- Meminta kardus bekas sebagai wadah barang belanjaan apabila tidak membawa kantung pakai ulang padahal barang belanjaan banyak nian, maklum belanja bulanan. Penggunaan kardus bekas sebagai aksi reuse juga sangat berarti bagi pemulung/tukang rongsok, karena harga jualnya yang lumayan. Berbeda dengan kantung plastik (keresek/kantung asoy) yang menurut pemulung "ngga ada harganya" .
- Jika terpaksa menggunakan kantung plastik, pilihlah kantong plastik konvensional tanpa embel embel ramah lingkungan. Usahakan agar bisa digunakan berulang-ulang (reuse) . Hal tersebut dimungkinkan karena kantung plastik konvensional umumnya lebih tebal dibanding kantung plastik yang diklaim “ramah lingkungan”.
- Tolaklah dengan halus pemberian kantung plastik untuk pembelian barang berukuran kecil semisal obat/kosmetik/alat tulis. Karena barang belanjaan tersebut bisa langsung dimasukkan ke tas jinjing/tas ransel kita. Praktis dan terhindar dari kemungkinan tercecer.
Petugas
kasir supermarket sebetulnya selalu ingin memberikan pelayanan yang terbaik,
demikian juga pedagang di kios pasar tradisional. Mereka selalu mengingat
kebiasaan pelanggan. Sehingga jangan heran jika sering menolak kantong plastik
, mereka akan menanyakan apakah mau menggunakan tas pakai ulang atau kantong
plastik?
Akhir
kata, penulis ingin mengutip kata penutup ala Rima, anak manis pemenang WWF
Forest Friend:
“Inilah resiko hidup di dunia moderen. Kita perlu cerdas menyikapi segala perkembangan yang ada. Jangan mau dibodohi oleh inovasi-inovasi yang terkesan keren padahal sebenarnya absurd”.
Bener
juga dia ……….. :)
Sumber data :
Biodegradable plastic
bags
Blognya Rime
Tesco-eco friendly bags
bisnis.com
“Hai air, jangan banjir
dulu ya………. Aku belum hancur nih. Waktu uraiku kan 2 tahun”, rengek
sang sampah kantung plastik “ramah lingkungan” pada air yang mengalir
di sungai dan drainase.
Absurd bukan? Bagaimana mungkin, kantung plastik merengek ke sungai
seperti dongeng anak-anak. Tetapi keabsurdan tak terelakkan ketika
kita sebagai konsumen dan pemerintah pembuat regulasi terbuai bujuk rayu
produsen kantung plastik untuk mengganti kantung plastik konvensional
dengan kantung plastik “ramah lingkungan”.
Apa pasal? Bukankah diketemukannya kantung plastik “ramah lingkungan”
merupakan solusi cerdas penyelesaian sampah perkotaan ? Bukankah
kantung plastik ramah lingkungan dapat hancur hanya dalam waktu 2 tahun?
Jauh lebih singkat dibandingkan kantung plastik sebelumnya yang
mebutuhkan waktu ratusan tahun lamanya.
Jawabannya ternyata sederhana. Teknologi memang terus berkembang.
Tetapi penerapan teknologi akan berakhir menyedihkan apabila
implementasinya hantam kromo tanpa memperhitungkan fakta lapangan.
Hasil riset terakhir para ahli dari Universitas Loughborough
menyatakan bahwa oxobiodegradable bag (kantung plastik ramah lingkungan)
hanya dapat hancur dalam kondisi tertentu. Tanpa paparan sinar matahari
dan suhu yang tepat, maka kantung plastik “ramah lingkungan” tidak
dapat hancur dalam 5 tahun. Kelembaban tinggi di di tempat pembuangan
sampah akhir (TPA) pun tidak memenuhi syarat sang kantung plastik untuk
terurai/hancur.
Malangnya, penambahan zat aditif ( umumnya timbal dan kobalt) pada
kantung plastik “ramah lingkungan” yang ditujukan untuk menghancurkan
sang kantung plastik berbalik menjadi bumerang yang mengancam
keberlangsungan rantai ekosistem. Sehingga US Council of Better Business
Bureaus menyarankan untuk berhenti menggunakan istilah “ramah
lingkungan”. Beberapa fakta kantung plastik “ramah lingkungan” ternyata
tidak ramah pada lingkungan hidup adalah sebagai berikut:
Kantung plastik “ramah lingkungan” tidak dapat didaur ulang menjadi
bahan baku plastik lagi. Keberadaannya akan tetap ada di muka bumi
dalam bentuk serpihan-serpihan dan terbang entah kemana bersama polutan
lainnya
Zat aditif juga menyebabkan kantung plastik tidak dapat hancur dalam
proses komposting. Hal tersebut mungkin disebabkan pengaruh ammonia dan
gas lainnya yang dihasilkan mikrooganisme dalam kompos.
Toksisitas yang terkandung pada kantung plastic “ramah lingkungan”
akan membahayakan invertebrata, burung dan ikan yang memakannya.
Berdasarkan beberapa fakta tersebut di atas, dua waralaba terbesar di
Inggris , Tesco dan Co-op yang terkena greenwash dan membanggakan diri
telah menggunakan kantung plastik “ramah lingkungan”, akhirnya
menghentikan penggunaannya pada tahun 2011 silam.
Supermarket Tesco memang menggunakan kantung plastik jauh lebih banyak
dibanding toko-toko lainnya. Setiap tahunnya tak kurang 2 milyar kantung
plastik dibagikan dengan umur pemakaian kurang lebih 20 menit sebelum
akhirnya dibuang.
Kebijakan terakhir yang diambil Tesco adalah menggunakan kantung plastik
yang mengandung 15 % bahan hasil daur ulang. Mungkin karena
mempertimbangkan pendapat The European Plastics Recyclers Association
bahwa proses pembuatan kantung plastik membutuhkan bahan baku fosil dan
energy yang banyak, jadi mengapa harus menciptakan tas yang bisa hancur
dengan sendirinya?
Tetapi tentu saja Tesco tidak memberikan kantung plastik gratis. Setiap
konsumen harus membayar 5 pence (sekitar Rp 700) per kantung plastik.
Kebijakan ini menyusul langkah Mark & Spencer yang telah melakukan
kebijakan tersebut sejak tahun 2008.
Pemberlakuan kantung plastik tidak gratis ditujukan untuk mengurangi
penggunaan kantung plastik sekali pakai. Karena menurut WRAP (badan
pemerintah yang mengatur pengurangan sampah) jumlah konsumsi kantung
plastik pada tahun 2010/2011 mencapai 6,4 milyar dan pada tahun
2009/2010 mencapai 6,1 milyar. Artinya setiap orang di Inggris
mengkonsumsi rata-rata 8,6 kantung plastik per bulan.
Nah, ketika negara-negara di Eropa dan USA mulai menghentikan pemakaian
kantung plastik “ramah lingkungan” bahkan alergi menyebutnya “ramah
lingkungan”, pemerintah kota Bandung justru sedang merancang peraturan
daerah untuk menggunakan kantung plastik “ramah lingkungan”. Bahkan
perusahaan yang memproduksi kantung plastik ramah lingkungan akan
mendapat insentif seperti tercantum pada pasal 32 ayat 2:
Bentuk pemberian insentif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
berupa :
a. pengurangan, keringanan, atau pembebasan pajak daerah; dan/atau
b. pengurangan, keringanan, atau pembebasan retribusi daerah; dan/atau
c. kemudahan dalam pengurusandan penerbitan perizinan yang berkaitan
dengan pelestarian lingkungan; dan/atau
d. rekomendasi untuk memperoleh kredit usaha dari bank.
Sedangkan perusahaan yang enggan memproduksi kantung plastik “ramah
lingkungan” akan terkena disinsentif sesuai pasal 33 ayat 2:
Bentuk pemberian disinsentif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
berupa:
a. pengenaan denda berupa pembayaran biaya lingkungan hidup;dan/atau
b. publikasi negatif di media massa.
Sebetulnya sah-sah saja apabila produsen melakukan green wash berupa
penjualan isu lingkungan yang mendompleng kampanye lingkungan hidup.
Karena bagaimanapun omzet penjualannya terancam. Tetapi menjadi
berbahaya ketika masyarakat mengiyakan dan pemerintah melegalkan
penggunaan kantung plastik yang diklaim ramah lingkungan tanpa mau
mempelajari permasalahan yang sebenarnya. Masalah sampah adalah masalah
gaya hidup, masalah lifestyle yang harus berubah dengan ditunjang
pembenahan system persampahan dan sarana lainnya. Teknologi adalah
bagian dari sarana tersebut sehingga tidak bisa menyelesaikan
permasalahan sampah secara sim salabim.
Penggunaan kantung plastik berteknologi “ramah lingkungan” tidak
dianjurkan karena hanya akan memperparah penggunaan kantung plastik
sekali pakai. Konsumen akan berpikir sampahnya bisa hancur dalam jangka 2
tahun tanpa memperhitungkan varian-varian yang menyertainya. Sangat
sesuai dengan harapan produsen kantung plastik yang memperoleh omzet
terbesar dari penjualan kantung plastik sekali pakai dibanding plastik
jenis lain.
Jadi sebagai konsumen yang membutuhkan kantung belanja, apakah yang
harus kita lakukan?
Menggunakan tas pakai ulang (reusable bag) untuk barang belanjaan.
Kini banyak dijual di supermarket atau bisa juga menggunakan tas kain
yang banyak dibagikan di workshop/seminar atau ketika kita membeli
barang dengan jumlah tertentu.
Meminta kardus bekas sebagai wadah barang belanjaan apabila tidak
membawa kantung pakai ulang padahal barang belanjaan banyak nian, maklum
belanja bulanan. Penggunaan kardus bekas sebagai aksi reuse juga sangat
berarti bagi pemulung/tukang rongsok, karena harga jualnya yang
lumayan. Berbeda dengan kantung plastik (keresek/kantung asoy) yang
menurut pemulung "ngga ada harganya" .
Jika terpaksa menggunakan kantung plastik, usahakan agar bisa
digunakan berulang-ulang (reuse) . Hal tersebut dimungkinkan karena
kantung plastik konvensional umumnya lebih tebal dibanding kantung
plastik yang diklaim “ramah lingkungan”.
Tolaklah dengan halus pemberian kantung plastik untuk pembelian
barang berukuran kecil semisal obat/kosmetik/alat tulis. Karena barang
belanjaan tersebut bisa langsung dimasukkan ke tas jinjing/tas ransel
kita. Praktis dan terhindar dari kemungkinan tercecer.
Petugas kasir supermarket sebetulnya selalu ingin memberikan pelayanan
yang terbaik, demikian juga pedagang di kios pasar tradisional. Mereka
selalu mengingat kebiasaan pelanggan. Sejauh ini penulis mendapatkan
pengalaman yang menyenangkan karena sebelum menghitung nilai barang
belanjaan, mereka selalu menanyakan apakah penulis membawa tas ?
Akhir kata, penulis ingin mengutip kata penutup ala Rima, anak manis
pemenang WWF Forest Friend:
Inilah resiko hidup di dunia moderen. Kita perlu cerdas menyikapi segala
perkembangan yang ada. Jangan mau dibodohi oleh inovasi-inovasi yang
terkesan keren padahal sebenarnya absurd.
Bener juga dia ……….. ^_^
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mariahardayanto/jangan-terkecoh-kantung-plastik-ramah-lingkungan-eps-raperda-2_5510b378a33311a42dba946a
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mariahardayanto/jangan-terkecoh-kantung-plastik-ramah-lingkungan-eps-raperda-2_5510b378a33311a42dba946a
“Hai air, jangan banjir
dulu ya………. Aku belum hancur nih. Waktu uraiku kan 2 tahun”, rengek
sang sampah kantung plastik “ramah lingkungan” pada air yang mengalir
di sungai dan drainase.
Absurd bukan? Bagaimana mungkin, kantung plastik merengek ke sungai
seperti dongeng anak-anak. Tetapi keabsurdan tak terelakkan ketika
kita sebagai konsumen dan pemerintah pembuat regulasi terbuai bujuk rayu
produsen kantung plastik untuk mengganti kantung plastik konvensional
dengan kantung plastik “ramah lingkungan”.
Apa pasal? Bukankah diketemukannya kantung plastik “ramah lingkungan”
merupakan solusi cerdas penyelesaian sampah perkotaan ? Bukankah
kantung plastik ramah lingkungan dapat hancur hanya dalam waktu 2 tahun?
Jauh lebih singkat dibandingkan kantung plastik sebelumnya yang
mebutuhkan waktu ratusan tahun lamanya.
Jawabannya ternyata sederhana. Teknologi memang terus berkembang.
Tetapi penerapan teknologi akan berakhir menyedihkan apabila
implementasinya hantam kromo tanpa memperhitungkan fakta lapangan.
Hasil riset terakhir para ahli dari Universitas Loughborough
menyatakan bahwa oxobiodegradable bag (kantung plastik ramah lingkungan)
hanya dapat hancur dalam kondisi tertentu. Tanpa paparan sinar matahari
dan suhu yang tepat, maka kantung plastik “ramah lingkungan” tidak
dapat hancur dalam 5 tahun. Kelembaban tinggi di di tempat pembuangan
sampah akhir (TPA) pun tidak memenuhi syarat sang kantung plastik untuk
terurai/hancur.
Malangnya, penambahan zat aditif ( umumnya timbal dan kobalt) pada
kantung plastik “ramah lingkungan” yang ditujukan untuk menghancurkan
sang kantung plastik berbalik menjadi bumerang yang mengancam
keberlangsungan rantai ekosistem. Sehingga US Council of Better Business
Bureaus menyarankan untuk berhenti menggunakan istilah “ramah
lingkungan”. Beberapa fakta kantung plastik “ramah lingkungan” ternyata
tidak ramah pada lingkungan hidup adalah sebagai berikut:
Kantung plastik “ramah lingkungan” tidak dapat didaur ulang menjadi
bahan baku plastik lagi. Keberadaannya akan tetap ada di muka bumi
dalam bentuk serpihan-serpihan dan terbang entah kemana bersama polutan
lainnya
Zat aditif juga menyebabkan kantung plastik tidak dapat hancur dalam
proses komposting. Hal tersebut mungkin disebabkan pengaruh ammonia dan
gas lainnya yang dihasilkan mikrooganisme dalam kompos.
Toksisitas yang terkandung pada kantung plastic “ramah lingkungan”
akan membahayakan invertebrata, burung dan ikan yang memakannya.
Berdasarkan beberapa fakta tersebut di atas, dua waralaba terbesar di
Inggris , Tesco dan Co-op yang terkena greenwash dan membanggakan diri
telah menggunakan kantung plastik “ramah lingkungan”, akhirnya
menghentikan penggunaannya pada tahun 2011 silam.
Supermarket Tesco memang menggunakan kantung plastik jauh lebih banyak
dibanding toko-toko lainnya. Setiap tahunnya tak kurang 2 milyar kantung
plastik dibagikan dengan umur pemakaian kurang lebih 20 menit sebelum
akhirnya dibuang.
Kebijakan terakhir yang diambil Tesco adalah menggunakan kantung plastik
yang mengandung 15 % bahan hasil daur ulang. Mungkin karena
mempertimbangkan pendapat The European Plastics Recyclers Association
bahwa proses pembuatan kantung plastik membutuhkan bahan baku fosil dan
energy yang banyak, jadi mengapa harus menciptakan tas yang bisa hancur
dengan sendirinya?
Tetapi tentu saja Tesco tidak memberikan kantung plastik gratis. Setiap
konsumen harus membayar 5 pence (sekitar Rp 700) per kantung plastik.
Kebijakan ini menyusul langkah Mark & Spencer yang telah melakukan
kebijakan tersebut sejak tahun 2008.
Pemberlakuan kantung plastik tidak gratis ditujukan untuk mengurangi
penggunaan kantung plastik sekali pakai. Karena menurut WRAP (badan
pemerintah yang mengatur pengurangan sampah) jumlah konsumsi kantung
plastik pada tahun 2010/2011 mencapai 6,4 milyar dan pada tahun
2009/2010 mencapai 6,1 milyar. Artinya setiap orang di Inggris
mengkonsumsi rata-rata 8,6 kantung plastik per bulan.
Nah, ketika negara-negara di Eropa dan USA mulai menghentikan pemakaian
kantung plastik “ramah lingkungan” bahkan alergi menyebutnya “ramah
lingkungan”, pemerintah kota Bandung justru sedang merancang peraturan
daerah untuk menggunakan kantung plastik “ramah lingkungan”. Bahkan
perusahaan yang memproduksi kantung plastik ramah lingkungan akan
mendapat insentif seperti tercantum pada pasal 32 ayat 2:
Bentuk pemberian insentif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
berupa :
a. pengurangan, keringanan, atau pembebasan pajak daerah; dan/atau
b. pengurangan, keringanan, atau pembebasan retribusi daerah; dan/atau
c. kemudahan dalam pengurusandan penerbitan perizinan yang berkaitan
dengan pelestarian lingkungan; dan/atau
d. rekomendasi untuk memperoleh kredit usaha dari bank.
Sedangkan perusahaan yang enggan memproduksi kantung plastik “ramah
lingkungan” akan terkena disinsentif sesuai pasal 33 ayat 2:
Bentuk pemberian disinsentif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
berupa:
a. pengenaan denda berupa pembayaran biaya lingkungan hidup;dan/atau
b. publikasi negatif di media massa.
Sebetulnya sah-sah saja apabila produsen melakukan green wash berupa
penjualan isu lingkungan yang mendompleng kampanye lingkungan hidup.
Karena bagaimanapun omzet penjualannya terancam. Tetapi menjadi
berbahaya ketika masyarakat mengiyakan dan pemerintah melegalkan
penggunaan kantung plastik yang diklaim ramah lingkungan tanpa mau
mempelajari permasalahan yang sebenarnya. Masalah sampah adalah masalah
gaya hidup, masalah lifestyle yang harus berubah dengan ditunjang
pembenahan system persampahan dan sarana lainnya. Teknologi adalah
bagian dari sarana tersebut sehingga tidak bisa menyelesaikan
permasalahan sampah secara sim salabim.
Penggunaan kantung plastik berteknologi “ramah lingkungan” tidak
dianjurkan karena hanya akan memperparah penggunaan kantung plastik
sekali pakai. Konsumen akan berpikir sampahnya bisa hancur dalam jangka 2
tahun tanpa memperhitungkan varian-varian yang menyertainya. Sangat
sesuai dengan harapan produsen kantung plastik yang memperoleh omzet
terbesar dari penjualan kantung plastik sekali pakai dibanding plastik
jenis lain.
Jadi sebagai konsumen yang membutuhkan kantung belanja, apakah yang
harus kita lakukan?
Menggunakan tas pakai ulang (reusable bag) untuk barang belanjaan.
Kini banyak dijual di supermarket atau bisa juga menggunakan tas kain
yang banyak dibagikan di workshop/seminar atau ketika kita membeli
barang dengan jumlah tertentu.
Meminta kardus bekas sebagai wadah barang belanjaan apabila tidak
membawa kantung pakai ulang padahal barang belanjaan banyak nian, maklum
belanja bulanan. Penggunaan kardus bekas sebagai aksi reuse juga sangat
berarti bagi pemulung/tukang rongsok, karena harga jualnya yang
lumayan. Berbeda dengan kantung plastik (keresek/kantung asoy) yang
menurut pemulung "ngga ada harganya" .
Jika terpaksa menggunakan kantung plastik, usahakan agar bisa
digunakan berulang-ulang (reuse) . Hal tersebut dimungkinkan karena
kantung plastik konvensional umumnya lebih tebal dibanding kantung
plastik yang diklaim “ramah lingkungan”.
Tolaklah dengan halus pemberian kantung plastik untuk pembelian
barang berukuran kecil semisal obat/kosmetik/alat tulis. Karena barang
belanjaan tersebut bisa langsung dimasukkan ke tas jinjing/tas ransel
kita. Praktis dan terhindar dari kemungkinan tercecer.
Petugas kasir supermarket sebetulnya selalu ingin memberikan pelayanan
yang terbaik, demikian juga pedagang di kios pasar tradisional. Mereka
selalu mengingat kebiasaan pelanggan. Sejauh ini penulis mendapatkan
pengalaman yang menyenangkan karena sebelum menghitung nilai barang
belanjaan, mereka selalu menanyakan apakah penulis membawa tas ?
Akhir kata, penulis ingin mengutip kata penutup ala Rima, anak manis
pemenang WWF Forest Friend:
Inilah resiko hidup di dunia moderen. Kita perlu cerdas menyikapi segala
perkembangan yang ada. Jangan mau dibodohi oleh inovasi-inovasi yang
terkesan keren padahal sebenarnya absurd.
Bener juga dia ……….. ^_^
**Maria Hardayanto**
tulisan sebelumnya : Raperda Pengurangan Kantung Plastik Tidak Ramah
Lingkungan .........Haruskah?
Sumber data :
Biodegradable plastic bags
Blognya Rime
Tesco-eco friendly bags
bisnis.com
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mariahardayanto/jangan-terkecoh-kantung-plastik-ramah-lingkungan-eps-raperda-2_5510b378a33311a42dba946a
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mariahardayanto/jangan-terkecoh-kantung-plastik-ramah-lingkungan-eps-raperda-2_5510b378a33311a42dba946a
Wrote by Maria G Soemitro