Proses pemilahan bekas kemasan plastik dapat menjadi proses yang sulit, memakan waktu, tenaga dan uang apabila terjadi kesalahan dalam proses pengumpulan bekas kemasan.
Proses dimulai ketika produk akan digunakan, kemasan harus digunting tepat di bagian atas, karena apabila bekas kemasan sobek ditengah, kerajinan yang dihasilkan cenderung rapuh dan mudah sobek.
Selain itu bekas kemasan harus dicuci setelah isinya habis, karena isi kemasan yang tercecer cenderung mengotori bekas kemasan lain yang biasanya dikumpulkan pada suatu tempat.
Bisa dibayangkan apabila bekas kemasan kecap disatukan dengan bekas kemasan detergent, makanan camilan dan minyak goreng. Semua dalam keadaan kotor.
Binatang pengerat, kecoa, semut bahkan lalat dengan senang hati akan berkumpul disitu hingga mengotori rumah.
Padahal penanganannya mudah, setiap bekas kemasan yang telah kosong dapat dibersihkan dengan air mengalir yang bersih.
Khusus bekas kemasan minyak goreng, biasanya disiram air panas (bekas merebus telur atau sayuran), kemudian dicuci bersama peralatan makan lain.
Setelah ditiriskan beberapa jam dapat disatukan dengan bekas kemasan lain.
Insya Allah penerima bekas kemasan yang bersih tadi mengucapkan terimakasih karena telah menerima bahan baku kerajinan, bukannya sampah tak berguna !
Jumat, 20 November 2009
Pertanyaan ini pasti akan pedas dilontarkan aktivis lingkungan hidup !
Karena recycle adalah pintu terakhir, ketika pintu pertama dan kedua yaitu reduce dan reuse sudah dicoba untuk dibuka .......
Tetapi mungkinkah mengharapkan kebiasaan menghamburkan kantung plastik(kresek) dapat dihentikan dengan mudah ?
Atau bahkan merubah paradigma berfikir konsumtif menjadi green konsumen ?
Perlu waktu lama ..............!!!
Perlu kerjasama banyak fihak : pemerintah dengan institusi yang terkait, produsen, LSM dan tentunya masyarakat yang sudah terlanjur "mencintai pola hidup instant" !
Selain itu bagaimana menyikapi serangan kemasan berwarna-warni yang menjadi wadah kebutuhan pokok masyarakat ?
Suatu mimpi yang aneh apabila mengharapkan konsumen membawa wadah sendiri untuk setiap item produk yang dibelinya .
Jalan satu-satunya hanyalah membuka pintu darurat yaitu recycle agar bekas kemasan tidak menumpuk.
Agar sekitar 20 % dari total sampah berkurang untuk direcycle menjadi produk berguna lainnya.
Mungkin menjadi kertas daur ulang, plastik daur ulang .......
Dan yang tengah kami rintis adalah kerajinan dari plastik bekas kemasan.
Bekas kemasan dibersihkan, digunting, dijahit atau dianyam menjadi berbagai kerajinan.
Itupun belum mencapai 20 % karena kesadaran masyarakat memisahkan sampah masih rendah.
Selain itu panjangnya proses produksi membuat banyak pelaku terhenti.
Panjangnya proses produksi yang menyangkut juga lamanya produksi mengakibatkan harga produk kerajinan menjadi tinggi.
Satu-satunya jalan adalah harus ada yang mengorganisir dengan profesional.
Ketika bekas-bekas kemasan tersebut disetorkan oleh pihak-pihak yang dengan sukarela memisahkan sampah harus segera direspons untuk diambil dan dikumpulkan di suatu tempat karena tidak semua bekas kemasan tersebut dapat langsung diproses.
Ada beberapa yang harus dicuci karena kotor.
Setelah dicuci harus dipilah dikeringkan , baru kemudian dibuat kerajinan.
Kerajinanpun harus dibuat sesuai pasar.
Karena tanpa pasar yang mau menerima dan membeli, produk recycle tersebut hanya seonggok sampah tak berarti.
Seonggok sampah yang berakhir di tempat sampah untuk dibuang oleh "si Emang sampah" ke TPS.
509041863350335216
Pengumpulan bekas kemasan plastik dimulai dari pemisahan sejak awal ketika setiap individu menghasilkan limbah.
Limbah/sampah dibagi menjadi limbah organik dan limbah anorganik.
Limbah organik dibuat kompos.
Limbah kertas dan plastik bening diberikan pada pemulung untuk menambah penghasilan mereka.
Sedangkan plastik bekas kemasan deterjen, sabun cair, cairan pembersih lantai dll dikumpulkan tersendiri.
Ibu-ibu biasanya membawa tas plastik berisi limbah anorganik (seperti dalam gambar) ke pengajian untuk disetorkan dan dikumpulkan ke suatu tempat.
Proses produksi yang sesungguhnya barulah terjadi di tempat tersebut, dimana bekas kemasan dipilah berdasarkan ukuran, warna, bahkan layak dan tidak layak untuk diteruskan ke proses selanjutnya.
Beberapa yang terlalu kotor dan bau sehingga tidak layak proses, akhirnya akan berbaur menjadi sampah yang dikirim ke TPS.
Tetapi makna dari semuanya, kami sudah berusaha meminimalkan jumlah sampah yang harus berakhir ke TPS (Tempat Pembuangan Sampah Sementara) dan TPA (Tempat Pembuangan Sampah Akhir)