Rumah Kompos Di Antapani
![]() |
Rumah Kompos Bina Usaha Sejahtera (dok Maria G. Soemitro) |
Tulisan
ini merupakan sequel dari dari : “Sekali Tepuk Dua Tempat”
Harus
dipisah karena berbeda tema, dan sesungguhnya menyenangkan sekali jika suatu tempat
memiliki rumah kompos seperti yang dimiliki RW 02 RT 02 Kelurahan Antapani
Tengah, Kecamatan Antapani , Kota Bandung ini.
Seperti
diketahui sekitar 60 – 70 persen sampah perkotaan merupakan sampah organik. Ditambah
sampah sisa berkebun (urban farming) , klop sudah kebutuhan tersebut.
Pak
Iyus, ketua RW 02 dan pak Rambat, penanggung jawab rumah kompos komunal di
Antapani bercerita bahwa mereka berdua aktif menggerakkan warga untuk melakukan
penghijauan dan penggunaan kompos agar hasilnya maksimal. “Ini tangan bapak
sampai kasar-kasar begini.”
Sesungguhnya
kegiatan pengomposan tidak perlu mengorbankan tangannya jika telah mengetahui
tahap tahap pengomposan yang benar. Hasil komposnya juga tidak berbau menyengat
seperti yang saya lihat ketika pak Rambat membuka tutup komposter. Apalagi jika
pak Rambat mau menyampurnya dengan mikro organisme lokal (MOL).
![]() |
tampak isi komposter (dok Maria G. Soemitro) |
Ada
cara lain yang lebih mudah yaitu menambahkan tanah, agar tidak bau. Cara kuno
yang biasa dipakai orang tua jaman dulu, menutupi atau memendam kotoran
hewan/bangkai dalam tanah. Cara tersebut bisa juga dipraktekkan dalam
pengomposan untuk membantu warga kota yang umumnya enggan menghirup bau
menyengat. Warga kota harus akrab dan bertanggung jawab pada sampahnya karena
itu harus dicari solusi.
Solusi
lainnya menggunakan sisa buah-buahan sebagai campuran pengomposan. Sampah yang
masuk dalam keranjang takakura akan berbau jeruk jika kita masukkan sampah
jeruk. Bau durian jika ……, ah komposter komunal besar ini bisa menampung kulit
durian asalkan dipotong- potong terlebih dahulu.
Berbicara
menganai buah-buahan, saya mendapat suguhan rambutan yang enggan saya ambil
karena tas saya pernah berisi kawanan semut ketika membawa beberapa buah untuk
oleh-oleh.
Pak
Iyus juga bercerita, acap mengirim sukun dalam karung, sebagai hasil panen
pohon sukun yang ditanam kurang lebih 5-10 tahun yang lalu. Menyenangkan bukan?
Selain
komposter dan takakura, daerah Antapani juga telah membuat lubang biopori yang
konon berjumlah 1.000 buah sehingga area tersebut tak pernah terendam banjir
jika hujan turun deras. Sayangnya saya perhatikan biopori tertutup kerikil dan
air disekitarnya menggenang, pertanda biopori tidak berfungsi maksimal.
![]() |
lubang resapan biopori yang tersumbat (dok. Maria G. Soemitro) |
Sesuai
kebijakan baru, RW 02 mendapat 4 biodigester untuk mengolah sampah menjadi gas
metan. Fungsinya selain mereduksi sampah organik juga dirasakan manfaatnya
untuk memasak sehingga diharapkan pengelolaan sampah organik berkelanjutan.
Karena
saya menggunakan angkutan umum menuju daerah tersebut, pak Rambat menunjukkan
jalan pulang dan ternyataaaa……, keluar di jalan Terusan Jakarta. Duh gampang
banget. Harusnya naik angkutan umum menuju terminal Antapani, kemudian jalan
kaki menuju masjid Masjid jami Muhajirin, karena merupakan wilayah RW 02.
Semoga
titik lokasi dan gambar-gambar berikut dapat membantu siapapun yang tertarik
untuk mengolah sampah organiknya.
![]() |
Takakura di rumah kompos Bina Usaha Sejahtera (Maria G. Soemitro) |
![]() |
lingkungan di belakang rumahpun asri (dok maria G Soemitro) |
![]() |
Masjid Jami Muhajirin yang asri (dok. Maria G. Soemitro) |
![]() | |||||||||||||||||||||||||||||||||
RW 02 memiliki triseda sendiri utk angkut sampah (dok. Maria G. Soemitro) |
6 komentar
Fenny pernah bikin komposter sederhana dari ember mbak, sayangnya masih harus diaduk jadi masih kurang praktis
BalasHapusFenny pernah bikin komposter sederhana dari ember mbak, sayangnya masih harus diaduk jadi masih kurang praktis
BalasHapusmaaf baru jawab mbak @Fenny, sedang ngebut bikin tulisan lainn:)
Hapussupaya ngga harus ngaduk terlalu dalam, setiap memasukkan sampah oranik, tutup dengan tanah dan sekam supaya ngga bau. Mikroorganismenya akan jalan2 sendiri kok, asal kondisinya lembab :)
semangat go green mbak
BalasHapusterimakasih mbak @Fenny, nanti minta bantuan bikin blog kerennya ya :)
HapusKalo ingin belajar, dan cara sosialisasi awal sampai bisa menumbuhkan kesadaran warga, gimana ya mba?
BalasHapus