• Home
  • Download
    • Premium Version
    • Free Version
    • Downloadable
    • Link Url
      • Example Menu
      • Example Menu 1
  • Social
    • Facebook
    • Twitter
    • Googleplus
  • Features
    • Lifestyle
    • Sports Group
      • Category 1
      • Category 2
      • Category 3
      • Category 4
      • Category 5
    • Sub Menu 3
    • Sub Menu 4
  • Entertainment
  • Travel
  • Contact Us

About Me



Haloooo, saya Maria G Soemitro, seorang ambu (ibu = Bahasa Sunda) dengan 4 orang anak.
Blog ini didedikasikan khusus untuk berbagi perihal sampah. Mengenai saya selengkapnya ada disini Saya bisa dihubungi di ambu_langit@yahoo.com




Bandung Zero Waste

Gaya Hidup Nol Sampah untuk Wujudkan Indonesia Bebas Sampah

source:abnamro.com

Dalam 20 tahun terakhir, gerakan No Waste yang kemudian berubah menjadi Zero Waste, bergaung secara masif di AS, Eropa, Asia, dan seluruh dunia. Untuk kawasan Australia, Dr. Daniel Knapp dari Urban Ore, Berkeley, CA melakukan tur sejak tahun 1995.  Serangkaian pembicaraan dilakukan dengan pemerintah, bisnis dan warga kota besar tentang  cara memaksimalkan penggunaan bahan, meminimalkan pemborosan sumber daya dengan menggunakan kembali , daur ulang, dan komposting.

Apa yang dibicarakannya merupakan titik awal ide circular economy, sistem ekonomi yang meniadakan waste/sampah karena hasil proses suatu produk harus bersinergi dengan proses berikutnya.


Sekarang, Zero Waste menjadi  standar untuk organisasi lokal, nasional dan internasional. Termasuk banyak asosiasi Zero Waste  lokal di seluruh AS.  Aliansi Anti Insinerasi Global di AS, Eropa dan Asia serta Greenpeace AS dan Internasional semuanya berkumpul di bawah bendera Zero Waste.

Keberpihakan  konsep Zero Waste cocok dengan kegiatan dinamis di kota-kota besar seperti Los Angeles dan Austin serta yurisdiksi yang lebih kecil seperti Gainesville / Alachua County, FL. Di kota-kota tersebut kekuatan warga  mengalahkan keinginan pemerintah untuk membangun insinerator sampah.

Bagaimana dengan Indonesia?

Melalui KemenLHK, Indonesia mencanangkan  “Indonesia Bergerak Bebas Sampah 2020”, agar tidak lagi menjadi pembuang sampah kedua  di lautan. Sesuai penelitian  Jenna Jambeck yang telah dipublikasikan pada Jurnal Science (www.sciencemag.org) pada 12 Februari 2015.
Namun tidak ada perubahan signifikan. Truk sampah masih berbondong-bondong ke TPA, masyarakat masih membuang sampah sembarangan dan sungai dipenuhi limbah padat berlapis-lapis.

 “Masalahnya bukan rentang waktu,” ujar  Direktur YPBB Bandung, David Sutasurya, ”melainkan tidak adanya perubahan cara pengelolaan sampah. Selama masih menerapkan  ‘kumpul, angkut, buang’, target puluhan tahunpun akan percuma”.

Di sore berangin, usai hujan, saya mengobrol dengan David di kantornya yang asri, Jalan Rereng Barong nomor 30 Bandung.  YPBB Bandung merupakan organisasi non pemerintah yang sejak tahun 1993 aktif berkampanye  dalam mewujudkan  zero waste lifestyle atau gaya hidup nol sampah.
David Sutasurya juga merupakan salah satu Dewan Direktur Bebassampah.Id yang sukses menyelenggarakan “International Zero Waste Cities Conference” pada 5- 7 Maret 2018 di Kota Bandung.

Jadi, harus bagaimana?

source: least.waste

“Apa sih pengertian sampah?” tanya David.
“Hmm.... sisa-sisa aktivitas manusia,” jawab saya. Ragu.
“ Betul, sampah merupakan  konsekuensi yang tidak dapat dihindari dari aktivitas manusia,” lanjut David. “Sejak dulu kita terbiasa membuangnya ke alam”.

Alam mampu  mengelola sampah secara berkelanjutan.  Terbukti selama jutaan tahun  tidak ada sampah menumpuk. Bila tidak, pastinya  bumi sudah dipenuhi tumpukan daun kering serta kotoran hewan dan manusia.

Masalah sampah baru muncul setelah bahan tambang dan bahan sintetis ditemukan serta diproduksi  secara massal.   Plastik, misalnya, baru sekitar 150 tahun silam,  sejak pertama ditemukan tahun 1862 oleh Alexander Parkes.

Berbagai jenis serangga dan cacing dapat menguraikan sampah organik menjadi bahan-bahan yang berguna bagi tumbuhan. Tapi tidak ada bakteri atau cacing atau jamur yang dapat memanfaatkan plastik sebagai bahan makanannya.

Logam dan plastik lama-lama akan hancur. Tetapi tidak terurai di alam. Faktor   fisik seperti suhu, sinar matahari, kelembaban dan tekanan udara hanya membuat sampah logam serta  plastik menjadi lebih rapuh.

Yang terjadi kemudian lebih menakutkan,  logam berkarat karena proses reaksi dengan oksigen di udara menjadi oksida logam. Bahan ini menjadi racun yang mengganggu   kesehatan makhluk hidup.
Sedangkan plastik menjadi rapuh.  Namun alam tidak mampu memurnikannya. Hanya membuat plastik hancur menjadi potongan-potongan kecil yang disebut nurdles/ mikroplastik. Potongan kecil ini tersebar di tanah dan di laut dan sering termakan oleh hewan-hewan. Mikroplastik akan menumpuk dalam tubuh mahluk hidup kemudian  masuk ke dalam siklus makanan. Mengganggu proses metabolisme tubuh.

“Bagaimana dengan kantong plastik ramah lingkungan yang konon bisa hancur dalam waktu 2-3 bulan?” tanya saya sambil membayangkan timbunan mikroplastik dalam tubuh saya,  tubuh orang –orang yang melintas di depan kantor. Dan, ah juga di tubuh anak balita yang menggemaskan. Sungguh mengerikan!

“Salah kaprah itu.  Mereka menyebut kantong plastik  ramah lingkungan hanya  karena ditambah zat aditif agar mudah hancur menjadi mikroplastik. Seharusnya yang dimaksud kantong  ramah lingkungan adalah tas kain yang bisa digunakan berulang kali”.

source: gaia

Jadi, apa  solusinya?
We cannot solve our problems with the same thinking we used when we created them (einstein)

Harus ada perubahan. Karena kita tidak mungkin menggunakan  cara sama dengan sebelum bahan tambang serta bahan sintetis digunakan secara global dan masif.
Tidak bisa lagi menerapkan sistem sentralisasi pengelolaan sampah seperti sekarang. Yaitu, mengumpulkan sampah, mengangkutnya untuk dibuang ke TPA. Banyak kerugian yang muncul akibat sentralisasi.
·         Sampah berceceran dan berterbangan. Sampah dalam proses pengangkutan juga meresahkan warga masyarakat yang melintas. Seorang teman yang tinggal di Bekasi berkisah,  setiap pagi harus  berpapasan dengan truk sampah yang melintas. Bau busuk  tercium hingga  ratusan  meter. Air lindinya berceceran. Menjijikkan.
·         Biayanya lebih mahal dibanding sentralisasi. Tidak hanya meliputi biaya angkut, juga tipping fee. Bahkan DKI Jakarta harus menyiapkan dana hibah kemitraan berjumlah triliunan ropiah.
·         Tidak berkelanjutan. Bumi hanya satu. Jumlah manusia bertambah banyak.  Lahan kosong semakin mengecil.  Di masa depan tidak ada lagi lahan untuk menimbun sampah seperti sekarang.

Bagaimana dengan alternatif “waste to energy” atau membangun pembangkit listrik tenaga sampah?

Kerugian yang dialami akan  sama dengan cara “kumpul, angkut, buang” seperti yang kini berlangsung. Bahkan lebih buruk. Biaya per ton  pengolahan “waste to energy”  sangat mahal. Yaitu Rp 811.902.000/ton, biaya  proses “kumpul, angkut , buang” sampah Rp 776.235.000/ton, sedangkan biaya sampah cara desentralisasi hanya Rp 329.205.000/ton.
Parahnya  lagi, menurut Dwi Sawung dari Dewan Nasional Walhi, biaya produksi sampah menjadi listrik mencapai Rp 18 sen/kwh. Sementara PLN hanya sanggup membayar Rp 6,8 sen/kwh. Nah lho?

Jadi, pilihan yang terbaik adalah desentralisasi pengolahan sampah?

Ya, desentralisasi sampah berarti mengelola sampah dari rumah. Sampah dipisah dan diolah, hanya yang mengandung residu dibuang ke tempat penampungan sampah. Jauh lebih murah dan tidak menimbulkan bau yang meresahkan masyarakat.

Bagaimana bisa dilakukan jika belum ada contoh?

Banyak contoh di Indonesia.   YPBB sudah memulai dengan membuat kawasan percontohan bebas sampah di RW 09 Kelurahan Sukaluyu, Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung. Kemudian, ada 2 program di Kota Bandung.

·         Kawasan Bebas Sampah (KBS) yang diinisiasi Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandung. Setiap KBS akan didampingi selama sekitar 6  bulan. Targetnya seluruh kelurahan di Kota Bandung akan menjadi kawasan bebas sampah.

·         Zero Waste Cities. Merupakan program bersama YPBB Bandung dengan Mother Earth Foundation, dengan sasaran kawasan Kota Bandung, Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi.   Berlangsung multi years, karena goalnya tidak hanya partisipasi masyarakat, juga perubahan tingkah laku/budaya.

Bagaimana pelaksanaannya? Rumitkah?

Tidak rumit. Yang pertama kali  dilakukan tentunya riset, kemudian pembentukan dewan pengelola sampah kelurahan, pengembangan desain sistem pengelolaan sampah, sampai pengawasan dan penegakan hukum.
1.       Riset
Salah satu riset yang dilakukan adalah mendata jumlah sampah yang dihasilkan suatu kawasan. Ini penting untuk mengetahui keberhasilan program. Contohnya, setiap hari sampah yang dihasilkan warga Babakan Sari mencapai 24 ton dan  diangkut lima truk. Jika periode awal berhasil mengurangi sampah hingga   16 ton sampah, berarti hanya memerlukan  tiga truk atau penghematan sebesar  Rp 30-60 juta.
2.      Teknis 
          Setiap warga wajib memilah sampahnya menjadi empat jenis. ‎Yaitu sampah sisa makanan, sampah kebun, popok atau pembalut, dan sampah campuran.

Di TPS, empat jenis sampah itu akan dipilah lagi menjadi delapan hingga sembilan jenis. Sampah yang tidak bisa didaur ulang ‎atau dijadikan kompos, dibawa ke TPA.
1.       Dewan Pengelola Sampah
Dewan Pengelola Sampah sangat menentukan keberhasilan program. Seorang Ketua Rukun Warga (RW) bisa menggunakan otoritasnya. Jika ada warga yang tidak memisah sampah, maka akan terkena sanksi sampahnya tidak diangkut.
Ketua RW Kota Bandung  juga memiliki kewenangan membuat pos pengelolaan  sampah dari anggaran PIPPK sebesar Rp 100 juta, yang naik menjadi Rp 200 juta/tahun sejak  tahun 2018. Sedangkan Ketua RW Kabupaten Bandung bisa menganggarkan dari dana desa.
Selain itu, ada  atau tidaknya lahan tempat pembuangan sampah sementara (TPS) sangat bergantung ketua RW dalam memainkan perannya.
2.      Pengembangan desain sistem pengelolaan sampah
Setiap daerah memiliki ciri khas dan kecenderungannya masing-masing. Di Kota Bandung, KBS  Sukaluyu berbeda KBS Babakan Sari. Perbedaan akan makin menyolok di kawasan Kabupaten Bandung.

Di Soreang Kabupaten bandung, misalnya, sampah organik dimasukkan ke dalam lubang sampah komunal. Mudah dilakukan karena umumnya warga  memiliki tanah pekarangan yang luas. Juga masih banyak tanah kosong.

Berbeda dengan kawasan perkotaan. Harus cerdik memanfaatkan lahan dan teknologi. Seperti  KBS Sukaluyu yang  membagi pengolahan  sampah organik dalam 2 jenis, yaitu:
·         Biodigester. Ada 5 biodigester atau instalasi pengolah sampah menjadi gas metan untuk memasak. Secara periodik, pengangkut sampah di KBS Sukaluyu memasukkan sampah organik yang lunak seperti kulit pisang, nasi sisa sayuran ke dalam tong biodigester berkapasitas 10 – 15 kg.  Api yang dihasilkan bisa untuk memasak selama tiga jam nonstop.
·         Komposter. 13 titik komposter digunakan untuk mengompos sampah organik yang keras   seperti bonggol jagung atau dedaunan kering. 


        Apakah ada masalah di lapangan?

“Hambatan pasti ada,” jawab Tiwi, salah seorang staff YPBB yang bertugas memberi penyuluhan pada warga di KBS. “Misalnya terkadang lupa memisah sampah”.
“Agak kesel jika ada yang ngeyel sambil nanya, mana undang-undang memisah sampah?” lanjut Tiwi.
David tertawa.
“Iya, kelemahannya disitu. Tidak ada regulasi yang mengharuskan   warga  memisah sampah. Isi peraturan hanya menyasar pihak swasta dan pemerintah. Karena itu sedang kita perbaiki dari perda ke perda,” kata David.

Seberapa optimis David akan program desentralisasi sampah?

Sangat optimis. Dalam “International Zero Waste Cities Conference” kemarin kan kita mendengar bahwa negara-negara maju seperti Jepang, Perancis dan USA telah menerapkan desentralisasi sampah. Untuk negara berkembang, ada India dan Filipina.

Jumlah sumber daya alam yang semakin berkurang juga memaksa negara meninggalkan sistem perekonomian yang lama. Dari ekonomi  liner, berubah menjadi ekonomi  reuse/recycle dan berakhir ekonomi sirkuler.

Saya berkisah, dalam field trip Danone Blogger Academy tanggal 13 September kemarin mengunjungi  Rukun Santosa, suatu  unit usaha yang mengolah sampah plastik sebagai pengisi lembaran tas, dompet serta berbagai produk lainnya.



“Itu termasuk recycling economy,” jawab David. “Nanti, jika semua kemasan bisa diproses hingga tak ada lagi yang dibuang ke alam, barulah kita masuk fase ekonomi sirkuler. Karena itu sudah saatnya stop penemuan useless,  mulai mencari inovasi agar tidak ada lagi sampah yang dibuang”.
“Dan Indonesia bebas sampah, tidak hanya slogan?”
“Iya, dunia bebas sampah juga akan terwujud. Bersih sampah merupakan dampak lanjutan dari cara pengelolaan sampah yang benar”.

Saya mengangguk.

Tetes hujan kembali merinai.








Wrote by Maria G Soemitro
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT AUTHOR



Haloooo, saya Maria G Soemitro, seorang ambu (ibu = Bahasa Sunda) dengan 4 orang anak.
Blog ini didedikasikan khusus untuk berbagi perihal sampah. Mengenai saya selengkapnya ada disini Saya bisa dihubungi di ambu_langit@yahoo.com




LATEST POSTS

  • Rumah Kompos Di Antapani
    Rumah Kompos Bina Usaha Sejahtera (dok Maria G. Soemitro) Tulisan ini merupakan sequel dari dari : “Sekali Tepuk Dua Tempat” ...
  • 5 Langkah Atasi Sampah Plastik untuk Bumi yang Berkelanjutan
           5 Langkah Atasi Sampah Plastik untuk Bumi yang Berkelanjutan “Say no to Plastics” Demikian bunyi  banner yang kerap bersliweran di ha...
  • Stop Tayangan OVJ, atau Ganti Property !
    Anak anak tertawa Ibu ibu tertawa Para bapak juga tertawa Gara gara aksi Sule, Azis, Nunung, Andre dan Parto Bercanda...
  • Belajar Dari Pak Herry, Newbie di Persampahan
      lapak pak Herry Manisnya   bisnis persampahan nampaknya menarik minat pak Herry 3 tahun silam. Sebagai newbie, dia tak segan-...
  • Yuk Bikin Bank Sampah di Lingkunganmu
    “Duh, ibu rajin sekali angkat-angkat sampah” Kalimat satire tersebut akrab didengar pengurus Bank Sampah. Maksudnya, ih ibu kok mau si...
  • International Plastic Bag Free Day, Emang Gue Pikirin........ ??
    Maukah Anda Berdiet Kantung Plastik? Hari Bebas Kantung Plastik Sedunia tahun ini akan dilaksanakan pada tanggal  3 Juli 2011 . Tah...
  • Jangan Tertipu Jargon Kantong Plastik Ramah Lingkungan
    Tas ramah lingkungan terbuat dari campuran singkong (dok. Maria G Soemitro) Yang dimaksud kantong plastik ramah lingkungan disini t...
  • Kawasan Bebas Sampah, Langkah Awal Menuju Zero Waste Cities
    source:abnamro.com Dalam 20 tahun terakhir, gerakan No Waste yang kemudian berubah menjadi Zero Waste, bergaung secara masif di A...
  • Kisah Absurd Kantong Plastik Ramah Lingkungan
    kantung plastik ramah lingkungan (dok. Maria Hardayanto) “Hai air, jangan banjir dulu ya………. Aku belum hancur nih. Waktu ur...
  • Kesejahteraan Pemulung Yang Terabaikan
    dok. Yayasan Kontak Indonesia Pemulung dinobatkan sebagai pahlawan lingkungan? Sudah sangat sering didengungkan. Khususnya karena...

Advertisement

Diberdayakan oleh Blogger.
Foto saya
Maria G Soemitro
Lihat profil lengkapku

Waspada, Gagal Paham Ecobrick!

   sumber: azocleantech.com   Waspada, Gagal Paham Ecobrick! Andai ada kasus: Masyarakat di suatu kawasan kelaparan. Namun alih-alih mengiri...

Powered By Blogger

Cari Blog Ini

Arsip Blog

  • ►  2023 (1)
    • ►  Februari (1)
      • ►  Feb 22 (1)
  • ►  2022 (1)
    • ►  November (1)
      • ►  Nov 28 (1)
  • ▼  2019 (2)
    • ▼  Maret (1)
      • ▼  Mar 28 (1)
        • Kawasan Bebas Sampah, Langkah Awal Menuju Zero Was...
    • ►  Januari (1)
      • ►  Jan 10 (1)
  • ►  2018 (2)
    • ►  April (2)
      • ►  Apr 18 (1)
      • ►  Apr 09 (1)
  • ►  2017 (7)
    • ►  November (2)
      • ►  Nov 23 (1)
      • ►  Nov 17 (1)
    • ►  September (1)
      • ►  Sep 19 (1)
    • ►  Mei (3)
      • ►  Mei 20 (1)
      • ►  Mei 11 (2)
    • ►  Maret (1)
      • ►  Mar 21 (1)
  • ►  2016 (6)
    • ►  Oktober (4)
      • ►  Okt 09 (4)
    • ►  Januari (2)
      • ►  Jan 25 (2)
  • ►  2015 (61)
    • ►  Oktober (1)
      • ►  Okt 14 (1)
    • ►  September (1)
      • ►  Sep 11 (1)
    • ►  Agustus (8)
      • ►  Agu 18 (1)
      • ►  Agu 11 (2)
      • ►  Agu 09 (2)
      • ►  Agu 02 (1)
      • ►  Agu 01 (2)
    • ►  Juli (16)
      • ►  Jul 31 (1)
      • ►  Jul 28 (1)
      • ►  Jul 25 (1)
      • ►  Jul 19 (3)
      • ►  Jul 18 (2)
      • ►  Jul 15 (2)
      • ►  Jul 13 (2)
      • ►  Jul 07 (3)
      • ►  Jul 05 (1)
    • ►  Juni (16)
      • ►  Jun 30 (2)
      • ►  Jun 29 (2)
      • ►  Jun 28 (2)
      • ►  Jun 25 (2)
      • ►  Jun 24 (2)
      • ►  Jun 11 (1)
      • ►  Jun 10 (1)
      • ►  Jun 09 (1)
      • ►  Jun 06 (1)
      • ►  Jun 04 (1)
      • ►  Jun 03 (1)
    • ►  Mei (5)
      • ►  Mei 14 (2)
      • ►  Mei 03 (2)
      • ►  Mei 01 (1)
    • ►  April (1)
      • ►  Apr 24 (1)
    • ►  Maret (1)
      • ►  Mar 21 (1)
    • ►  Februari (12)
      • ►  Feb 22 (1)
      • ►  Feb 21 (1)
      • ►  Feb 16 (2)
      • ►  Feb 11 (2)
      • ►  Feb 10 (1)
      • ►  Feb 09 (1)
      • ►  Feb 06 (1)
      • ►  Feb 04 (1)
      • ►  Feb 03 (2)
  • ►  2014 (2)
    • ►  Oktober (1)
      • ►  Okt 21 (1)
    • ►  September (1)
      • ►  Sep 11 (1)
  • ►  2012 (20)
    • ►  Desember (2)
      • ►  Des 29 (2)
    • ►  Oktober (1)
      • ►  Okt 27 (1)
    • ►  September (5)
      • ►  Sep 21 (1)
      • ►  Sep 20 (3)
      • ►  Sep 07 (1)
    • ►  Agustus (2)
      • ►  Agu 01 (2)
    • ►  Juli (1)
      • ►  Jul 29 (1)
    • ►  Juni (1)
      • ►  Jun 25 (1)
    • ►  Mei (2)
      • ►  Mei 18 (1)
      • ►  Mei 17 (1)
    • ►  Maret (4)
      • ►  Mar 19 (2)
      • ►  Mar 17 (1)
      • ►  Mar 01 (1)
    • ►  Februari (2)
      • ►  Feb 29 (1)
      • ►  Feb 14 (1)
  • ►  2011 (15)
    • ►  Oktober (2)
      • ►  Okt 13 (2)
    • ►  Agustus (2)
      • ►  Agu 04 (2)
    • ►  Juli (2)
      • ►  Jul 28 (1)
      • ►  Jul 09 (1)
    • ►  Mei (1)
      • ►  Mei 31 (1)
    • ►  April (5)
      • ►  Apr 10 (1)
      • ►  Apr 07 (2)
      • ►  Apr 05 (1)
      • ►  Apr 03 (1)
    • ►  Februari (2)
      • ►  Feb 16 (2)
    • ►  Januari (1)
      • ►  Jan 21 (1)
  • ►  2010 (6)
    • ►  November (3)
      • ►  Nov 29 (3)
    • ►  Maret (1)
      • ►  Mar 12 (1)
    • ►  Februari (1)
      • ►  Feb 26 (1)
    • ►  Januari (1)
      • ►  Jan 05 (1)
  • ►  2009 (4)
    • ►  Desember (3)
      • ►  Des 23 (2)
      • ►  Des 04 (1)
    • ►  November (1)
      • ►  Nov 16 (1)

Label

3 R adipura B3 BandungJuaraBebasSampah bank sampah barang bekas BebasSampahId biodigester biogas debat ilmuwan ecobrick energi Environmental Sustainability Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik industri kreatif Iriana Jokowi kantong plastik kantung plastik keresek KESEJAHTERAAN lifestyle MASA DEPAN CERAH pengepul pengomposan PERENCANAAN KEUANGAN pernak pernik photography pilah sampah ramah lingkungan regulasi reparasi Reverse Vending Machine Ridwan Kamil sampah anorganik sampah organik solusi limbah sosok styrofoam SUN LIFE zero waste

Translate

Laman

  • Halaman Muka
  • green planet
  • Kaisa Indonesia

FOLLOW US @ INSTAGRAM

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Copyright © 2016 Bandung Zero Waste. Designed by OddThemes & Blogger Templates