5 Langkah Atasi Sampah Plastik untuk Bumi yang Berkelanjutan

      
maria-g-soemitro.com

5 Langkah Atasi Sampah Plastik untuk Bumi yang Berkelanjutan

“Say no to Plastics” Demikian bunyi  banner yang kerap bersliweran di hari peringatan lingkungan hidup. Aneh juga ya, kok plastik dibenci sedemikian rupa? 

Bukankah barang di sekeliling kita terbuat dari plastik? Mulai dari kran air, ember, ponsel, peralatan makan, bahkan meja, kursi, lemari dan pintu yang dulu terbuat dari kayu, kini juga berbahan plastik.

Bukan tanpa sebab produsen memilih plastik untuk produknya.

Yang pertama adalah murah. Yep, dibanding bahan baku lain, harga plastik sangatlah murah, karena merupakan residu bahan bakar minyak yang dulu dibuang dan diproduksi secara massal. 

Baca juga:
Kawasan Bebas Sampah, Langkah Awal Menuju Zero Waste Cities

Sampah Organik Jadi Biogas? Kenapa Enggak?

Daftar Isi:

  • Mengapa Kita Harus Menolak Plastik?
  • Sebetulnya Mahluk Apa sih Plastik Itu?
  • 5 Langkah Kecil Menolak Plastik

Keunggulan lain plastik adalah ringan, kuat, fleksibel, dan tahan karat. Berkat adanya plastik, BUMN pengelola dan penyalur kebutuhan masyarakat seperti listrik, air dan BBM bisa menekan biaya penyaluran semurah mungkin.

Mudah dibentuk merupakan kelebihan plastik lainnya. plastik bisa dibentuk menjadi menjadi bahan transparan, tembus cahaya, dan buram. Digunakan untuk membangun rumah, furnitur, dan lapisan pengaman pada kabel dan pipa.

Plastik juga tahan air, penyerap goncangan, tahan korosi, tidak mudah terurai dan dapat digunakan kembali untuk jangka waktu yang lama.

 


Sebetulnya Mahluk Apa sih Plastik Itu?

Sayangnya, justru karena tidak mudah terurai, selain menjadi sahabat, plastik juga menjadi “musuh” manusia. Sampah plastik mencemari daratan dan lautan. Bahkan Indonesia mendapat “penghargaan” sebagai Indonesia pencemar laut terbesar kedua di dunia, sesudah Tiongkok.

Sebetulnya, apa sih plastik itu? Kok bisa jadi trouble maker yang mengancam keberlanjutan bumi? Dikutip dari beberapa sumber, plastik terbuat dari bahan mentah seperti gas alam, minyak atau tumbuhan, yang disuling menjadi etana dan propana. 

Etana dan propana kemudian diolah dengan panas dalam proses yang disebut “cracking” yang mengubahnya menjadi etilena dan propilena. Bahan-bahan ini digabungkan bersama untuk membuat polimer yang berbeda.

Nah, kita menyebut polimer sebagai plastik, si tertuduh pemicu perubahan iklim. Karena sejak proses produksi hingga tahap pembuangan dan pengelolaan, sampah plastik mengemisikan banyak gas rumah kaca ke atmosfer.

Menurut Aliansi Zero Waste Indonesia, sekitar 9.52 juta ton sampah plastik dihasilkan Indonesia pada tahun 2019. Jumlah yang sangat banyak, mengingat plastik dan bahan tambang lainnya tidak mudah terurai di alam.

Kok bisa?

Yup, microorganism pengunyah sampah organic yang menjadi aktor proses biologi sampah, ternyata gak doyan sampah plastic dan bahan tambang lain.

Plastik hanya bisa terdegradasi melalui proses fisika, atau hancur berkeping-keping menjadi mikroplastik yang mencemari lingkungan. Mikroplastik tak kasat mata, tapi ADA!  

Serem kan? 

Belum cukup serem, dalam proses pembuatan plastik  tertentu ditambahkan  senyawa yang berpotensi berbahaya seperti zat penstabil atau pewarna. 

Salah satu contohnya adalah phthalates dalam produksi PVC. Salah satu penggunaan PVC adalah untuk membuat mainan anak-anak. Sementara kita ketahui, sebagian besar alat permainan anak-anak tidak menyantumkan komposisi bahan baku produksi.

Nampaknya butuh bahasan khusus tentang PVC ini ya?

 

maria-g-soemitro.com
sumber: waste4change

5 Langkah Kecil Menolak Plastik

Apa yang bisa kita lakukan agar bumi layak dihuni hingga generasi mendatang. Minimal terapkan 5 langkah mudah berikut:

 

maria-g-soemitro.com

Selalu Bawa Reusable Bag

“Kecelakaan” di perjalanan seperti berbelanja tanpa rencana bakal jadi merepotkan jika kita berniat menolak kantong plastik. Terlebih kerap terjadi, kita mampir ke minimarket/supermarket untuk membeli 1 produk, eh malah membengkak jadi 10 produk. Alasannya: “Mumpung lagi diskon!” 😢😢😢

Jika sudah begitu, apa boleh buat, saat itu kita jadi “gagal diet kantong plastik. 

Untuk mengantisipasi hal tersebut, saya selalu membawa reusable bag seperti gambar di atas. Reusable bag yang saya gunakan biasanya merupakan goodie bag yang lumayan banyak tertumpuk di rumah. 

Aksi reduce dari prinsip 3 R (Reduce, Reuse, Recycle) merupakan cara termudah. Jika produk plastik sudah kadung diterima, akan sulit mengelola sampahnya.

   

maria-g-soemitro.com

Gunakan Ulang Plastik dan Kantong Plastik

David Sutasurya dan team YPBB Bandung punya cara ekstrim untuk menggunakan ulang plastik, yaitu dengan mencuci kemudian menjemurnya.

Untuk beberapa kasus, saya sering meniru cara ini, seperti menggunakan plastik buah untuk sayuran, atau untuk membungkus bumbu yang telah dikupas agar baunya tidak mengkontaminasi isi kulkas.

Harus diakui, cukup sulit mengurangi penggunaan plastik. Jika di supermarket saya bisa menghindari dengan menggunakan satu kantong plastik untuk beberapa item, tidak demikian halnya di tukang sayur.

“Dari sananya udah dibungkusin, neng, “ kata Mang Sayur. Sehingga apa boleh buat, saya mengumpulkan semua plastik dan kantong plastik kemudian memberikan ke tukang sayur. Harapannya agar bisa digunakan ulang dan dia tidak perlu membeli kantong plastik.

   

maria-g-soemitro.com

Menolak Air Mineral dalam Cup

Entah sejak kapan Indonesia dibanjiri air minum dalam cup ini.  Yang pasti keberadaannya “sangat membantu”. Pemilik rumah gak repot lagi menyediakan air minum ketika tamu datang, dan penyelenggara pernikahan bisa mengurangi gelas minum yang rawan pecah.

Namunnnn….., tau gak pesta bergengsi justru menggunakan gelas kaca untuk air minum? Selain biaya cateringnya jadi lebih mahal, banyak pihak menganggap penggunaan gelas kaca “lebih sopan”.

Dalam sekejap cup berubah jadi sampah, demikian alasan saya menolak air minum dalam cup.  Bahkan andai air minum dalam cup belum habis, karena sulit dibawa, cup air minum akan dibuang.

  


Selalu Membawa Tumbler

Konsekuensi menolak air minum dalam cup adalah harus selalu membawa tumbler. Terlebih sewaktu masih rutin datang ke komunitas pengelola sampah, gimana mau ngajak masyarakat menolak sampah kalo saya sendiri nyampah? 

Kebiasaan saya ini berbuah manis. Sekretaris Kecamatan Cibeunying Kaler rupanya memperhatikan kebiasaan saya tersebut. Beliau merekam aktivitas yang saya lakukan untuk mengurangi sampah.

Kebiasaan tersebut serta beberapa aksi lain untuk mengatasi perubahan iklim, diterapkan Pak Yudi sewaktu yang bersangkutan diangkat menjadi Camat Sukajadi.

Buahnya manis, Pak Yudi termasuk beberapa camat lain yang berhasil memenangkan penghargaan dari Kang Emil, nama panggilan Ridwan Kamil yang kala itu masih menjabat sebagai Walikota Bandung.

 

maria-g-soemitro.com

Selalu Memilah Sampah Plastik

“Diduga kebakaran terjadi dari gas yang berasal dari sampah makanan di dalam plastik,” demikian kurang lebih penjelasan pakar lingkungan mengenai longsor TPA Leuwigajah, Kota Cimahi, Jawa Barat, pada 21 Februari 2005.

Penjelasan yang masuk akal sih. Dari video di sini bisa terlihat selalu ada asap keluar dari tumpukan sampah. Diduga asap tersebut merupakan gas metan yang keluar dari sampah makanan yang terperangkap sampah plastik.

  



Seperti diketahui, produksi gas metan bak 2 mata pisau. Bisa menjadi salah satu jenis gas rumah kaca (GRK) penyebab pemanasan global. Namun bisa juga digunakan sebagai bahan bakar memasak di dapur.

Atau kurang lebih, penjelasan sederhanyanya, telah terjadi pembakaran akibat gas metan. Akibatnya, sampah yang semula dipadatkan petugas TPA, sesudah terbakar gas metan menjadi longgar, sehingga terjadilah longsor Leuwigajah.

Karena itu penting banget memisah sampah makanan dari kantong plastik. Langkah sepele yang dapat menyelamatkan umat manusia.

Nah itu 5 langkah kecil yang sangat mudah diaplikasikan. Langkah yang berubah menjadi kebiasaan. Karena seperti Persib yang menjadi agama kedua Urang Bandung, zero waste lifestyle juga bisa menjadi agama kedua, yang jika ditinggalkan akan menimbulkan rasa tidak nyaman.

Percaya deh.

Baca juga:
Lautku Bebas Sampah, Mungkinkah?

Sano, Sang Pencetus Diet Kantong Plastik

Share:

0 komentar