• Home
  • Download
    • Premium Version
    • Free Version
    • Downloadable
    • Link Url
      • Example Menu
      • Example Menu 1
  • Social
    • Facebook
    • Twitter
    • Googleplus
  • Features
    • Lifestyle
    • Sports Group
      • Category 1
      • Category 2
      • Category 3
      • Category 4
      • Category 5
    • Sub Menu 3
    • Sub Menu 4
  • Entertainment
  • Travel
  • Contact Us

About Me



Haloooo, saya Maria G Soemitro, seorang ambu (ibu = Bahasa Sunda) dengan 4 orang anak.
Blog ini didedikasikan khusus untuk berbagi perihal sampah. Mengenai saya selengkapnya ada disini Saya bisa dihubungi di ambu_langit@yahoo.com




Bandung Zero Waste

Gaya Hidup Nol Sampah untuk Wujudkan Indonesia Bebas Sampah


1327743769630423278
Titi DJ dan keluarga belajar mengompos di rumah pak Sobirin tahun 2008 (dok.Sobirin)
Sebetulnya peristiwa ini sudah lama berselang. Ketika itu Titi DJ dan keluarga datang kerumahSupardiyono Sobirin (67 tahun), pakar DPKLTS  untuk belajar mengompos sampah organik. Para pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) memang giat membuat komposter dirumahnya masing-masing.

Tetapi mengapa banyak yang memilih pak Sob (kami memanggilnya demikian) sebagai tempat bertanya? Mungkin karena pak Sob menjadikan rumahnya sebagai workshop dimana setiap orang dipersilakan berkunjung dan belajar.

 Pak Sob juga rajin meng-update blog Sampah Diolah Menjadi Berkah yang telah dikunjungi 643.469 pembaca. Suatu jumlah lumayan untuk ukuran blog yang mengusung topik “green“.

Apa saja isi “kuliah” pak Sob ketika itu? Kurang lebih sebagai berikut:
Komposter terdiri dari 2 jenis, tergantung bakteri pengolah kompos. Yaitu komposter aerob dan komposter anaerob.

1. Komposter Aerob
Kami menamakannya komposter ramah lingkungan. Karena menggunakan bahan ramah lingkungan seperti batubata, kayu maupun bambu. Komposter bambu digunakan oleh Solihin GP, mantan Gubernur Jawabarat ke-8 yang hingga usianya yang ke 85 kini masih lantang menyuarakan kepedulian lingkungan dan mempraktekkan konsep ramah lingkungan dirumahnya yang asri. Sedangkan pak Sob menggunakan batu bata yang tidak dipasang rapat, ukuran panjang x lebar x tinggi = 1 meter x 1 meter x 1 meter.
13277291161577051546
komposter bata terawang (gambar kiri), komposter rancangan pak Sobirin
Komposter aerob menggunakan bakteri aerob yang memerlukan O2 bebas untuk kegiatan respirasinya. Komposter aerob harus tertutup agar rumput-rumput liar yang nakal tidak keluar lagi dan beranakpinak. Tetapi tetap menyisakan ruang agar O2 bisa hilir mudik membantu bakteri aerob bekerja.
Pak Sob menyarankan membuat cairan mikroorganisme lokal (mol) agar bakteri aerob bekerja maksimal dan kompos dapat segera dipanen . Cairan mol tersebut disiram ke dalam komposter yang sudah berisi sisa makanan dan atau dedaunan dari pekarangan.
13277329281694866676
Untuk rekan yang malas membuat mol, bisa menggunakan air sisa cucian beras yang telah diendapkan 2 hari. Selain itu juga bisa menggunakan air rendaman sisa kupasan buah dan atau air yang keluar dari tape ketan yang terlalu matang.  Pengadukan calon kompos secara berkala juga dianjurkan agar bakteri aerob bisa berjalan-jalan dengan leluasa.

Cara memeriksa apakah balatentara bakteri aerob mengerjakan tugasnya dengan benar adalah dengan menyentuh komposter. Calon kompos akan hangat bahkan mengeluarkan asap. Persis seperti sampah dalam kotak takakura yang sedang diolah bakteri aerob menjadi kompos.

Setelah satu bulan, kompos bisa dipanen. Apabila menggunakan mol, waktu yang diperlukan lebih singkat. Hanya kurang lebih 3 minggu.
 Cara memanennya gampang, tinggal buka “pintu” dilantai bawah bangunan komposter. Karena tumpukan sampah terbawah sudah menjadi kompos sedangkan sampah baru ada diatasnya.
1327729667213939038
Komposter aerob ini juga bisa menjadi alternatif untuk rumah tangga yang kehabisan lahan tapi mempunyai lahan diluar rumah seluas kurang lebih 1m x 1m untuk berbagi dengan keluarga lainnya. Komposter komunal yang dimiliki 2 - 3 kepala keluarga atau bahkan lebih,  dapat mempererat tali silaturahmi.
 Karena perlu didiskusikan bersama apakah komposter komunal perlu digembok agar tidak di aduk-aduk pemulung yang berharap menemukan harta karun eh rongsokan   ^_^

Berapa biayanya? Sekitar Rp 100.000, karena tukang bangunann bisa menyelesaikannya dalam waktu beberapa jam saja. Semen pun beli eceran, kalau tidak salah 3 kg. Sedangkan untuk batu bata, kebetulan  dirumah penulis banyak sisa bahan bangunan. Jadi si emang tinggal ambil. Tapi mudah diperkirakan kok, dihitung dari satu sisi 1 x 1 meter : sisi batu bata = silakan teruskan sendiri …..      ^_^


2. Komposter anaerob.
Penulis meniru pembuatan komposter anaerob milik pak Sobirin. Yaitu lubang yang digali kedalam tanah ukuran 60 cm x 60 cm sedalam 1 meter. Lubang dibiarkan tidak diplester semen hanya bagian pinggir atas dipasang selapis batu bata agar tanah tidak longsor. Selain itu juga untuk mengganjal tutup beton dan memperindah komposter agar nampak “cantik” dan rapi.

Komposter anaerob menggunakan bakteri anaerob yang tidak memerlukan oksigen untuk tumbuh. Tetapi karena beberapa bakteri anaerob menghasilkan toksin yang berbahaya bagi manusia maka tidak dianjurkan membangunnya dilokasi dimana ketinggian air tanahnya dangkal atau  berketinggian > 5 meter.
1327731898590243165
Komposter anaerob seperti diatas sangat membantu apabila kita mempunyai sampah dapur yang bau misalnya kulit udang. Beri selapis tanah, maka bau busuk akan hilang. Hal tersebut jugalah yang menyebabkan pak Sob rajin membuang bangkai dan kotoran hewan disini. Tetapi yang lebih menyenangkan adalah hasilnya selain lebih cepat, butiran kompos lebih halus dibanding kompos aerob.

Pembuatan komposter anaerob juga dapat dilakukan secara komunal karena tidak membutuhkan banyak lahan, irit dan mudah. Serta tidak usah takut diambil pemulung.

Khusus komposter anaerob yang menggunakan wadah tertutup dari plastik , penulis mempunyai pengalaman sama dengan  Nugroho Adhi serta ibuDjamaludin (istri mantan menteri kehutanan di era pak Harto) pengelola Kebun Karinda, yaitu berbau dan banyak belatungnya. Karena hasil dekomposisi komposter aerob adalah kompos, gas CO2 dan H2O sedangkan komposter anaerob hasilnya adalah sludge, CO2 dan gas methan.

Solusinya? Mungkin membuat 2 jenis komposter seperti eksperimen penulis. Dimana kompos setengah matang dipindah ke komposter aerob. Atau komposter anaerob yang terbuat dari plastik hanya boleh diisi dedaunan dan rumput hasil menyiangi pekarangan. Waktu komposting akan lebih lama tetapi jauh lebih sukses dibanding komposting  dibawah ini.
13277312901664462694
komposting yang gagal, kurang rapat, kurang tinggi dan tidak ditutup
Kembali ke kisah Titi DJ yang berminat membuat komposter dirumahnya. Apakah akhirnya dia membuat komposter serupa?

Hal tersebut lupa ditanyakan oleh rekan-rekan Greeneration Indonesia yang ikut berkontribusi pada Konser Titi DJ, “Swara Sang Dewi”. Suatu konser yang dirancang agar para penontonnya terkena “virus ramah lingkungan”.
Berhasilkah misi konser tersebut? Entahlah. Karena semangat kepedulian lingkungan tidak semudah menularkan virus penyakit flu. Harus dilakukan terus menerus. Karena itu yuk, memulai aksi ramah lingkungan dan membuat tulisan tentang “green”.
 Walaupun pembacanya sedikit. Sehingga harus memeras otak agar pembaca mau meng-klik tulisan tersebut    ^_^
Catatan : Pencantuman usia pak Sobirin, pak Solihin GP dan ibu Djamaludin (yang ini sih kira-kira sendiri deh, kan mantan menteri jaman Orba), disengaja agar menginspirasi anak-anak muda. Masa kalah sama orang tua yang sering nyeri cangkeng (sakit pinggang-pen)     ^_^
Yuk selamatkan bumi dengan mengompos sampah organik!

**Maria G. Soemitro**
1327732011233632646
1327733592128923411
dok . gambar dan data : Supardiyono Sobirin /DPKLTS

Wrote by Maria G Soemitro
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT AUTHOR



Haloooo, saya Maria G Soemitro, seorang ambu (ibu = Bahasa Sunda) dengan 4 orang anak.
Blog ini didedikasikan khusus untuk berbagi perihal sampah. Mengenai saya selengkapnya ada disini Saya bisa dihubungi di ambu_langit@yahoo.com




LATEST POSTS

  • Rumah Kompos Di Antapani
    Rumah Kompos Bina Usaha Sejahtera (dok Maria G. Soemitro) Tulisan ini merupakan sequel dari dari : “Sekali Tepuk Dua Tempat” ...
  • 5 Langkah Atasi Sampah Plastik untuk Bumi yang Berkelanjutan
           5 Langkah Atasi Sampah Plastik untuk Bumi yang Berkelanjutan “Say no to Plastics” Demikian bunyi  banner yang kerap bersliweran di ha...
  • Stop Tayangan OVJ, atau Ganti Property !
    Anak anak tertawa Ibu ibu tertawa Para bapak juga tertawa Gara gara aksi Sule, Azis, Nunung, Andre dan Parto Bercanda...
  • Belajar Dari Pak Herry, Newbie di Persampahan
      lapak pak Herry Manisnya   bisnis persampahan nampaknya menarik minat pak Herry 3 tahun silam. Sebagai newbie, dia tak segan-...
  • Yuk Bikin Bank Sampah di Lingkunganmu
    “Duh, ibu rajin sekali angkat-angkat sampah” Kalimat satire tersebut akrab didengar pengurus Bank Sampah. Maksudnya, ih ibu kok mau si...
  • International Plastic Bag Free Day, Emang Gue Pikirin........ ??
    Maukah Anda Berdiet Kantung Plastik? Hari Bebas Kantung Plastik Sedunia tahun ini akan dilaksanakan pada tanggal  3 Juli 2011 . Tah...
  • Jangan Tertipu Jargon Kantong Plastik Ramah Lingkungan
    Tas ramah lingkungan terbuat dari campuran singkong (dok. Maria G Soemitro) Yang dimaksud kantong plastik ramah lingkungan disini t...
  • Kawasan Bebas Sampah, Langkah Awal Menuju Zero Waste Cities
    source:abnamro.com Dalam 20 tahun terakhir, gerakan No Waste yang kemudian berubah menjadi Zero Waste, bergaung secara masif di A...
  • Kisah Absurd Kantong Plastik Ramah Lingkungan
    kantung plastik ramah lingkungan (dok. Maria Hardayanto) “Hai air, jangan banjir dulu ya………. Aku belum hancur nih. Waktu ur...
  • Kesejahteraan Pemulung Yang Terabaikan
    dok. Yayasan Kontak Indonesia Pemulung dinobatkan sebagai pahlawan lingkungan? Sudah sangat sering didengungkan. Khususnya karena...

Advertisement

Diberdayakan oleh Blogger.
Foto saya
Maria G Soemitro
Lihat profil lengkapku

Waspada, Gagal Paham Ecobrick!

   sumber: azocleantech.com   Waspada, Gagal Paham Ecobrick! Andai ada kasus: Masyarakat di suatu kawasan kelaparan. Namun alih-alih mengiri...

Powered By Blogger

Cari Blog Ini

Arsip Blog

  • ►  2023 (1)
    • ►  Februari (1)
      • ►  Feb 22 (1)
  • ►  2022 (1)
    • ►  November (1)
      • ►  Nov 28 (1)
  • ►  2019 (2)
    • ►  Maret (1)
      • ►  Mar 28 (1)
    • ►  Januari (1)
      • ►  Jan 10 (1)
  • ►  2018 (2)
    • ►  April (2)
      • ►  Apr 18 (1)
      • ►  Apr 09 (1)
  • ►  2017 (7)
    • ►  November (2)
      • ►  Nov 23 (1)
      • ►  Nov 17 (1)
    • ►  September (1)
      • ►  Sep 19 (1)
    • ►  Mei (3)
      • ►  Mei 20 (1)
      • ►  Mei 11 (2)
    • ►  Maret (1)
      • ►  Mar 21 (1)
  • ►  2016 (6)
    • ►  Oktober (4)
      • ►  Okt 09 (4)
    • ►  Januari (2)
      • ►  Jan 25 (2)
  • ►  2015 (61)
    • ►  Oktober (1)
      • ►  Okt 14 (1)
    • ►  September (1)
      • ►  Sep 11 (1)
    • ►  Agustus (8)
      • ►  Agu 18 (1)
      • ►  Agu 11 (2)
      • ►  Agu 09 (2)
      • ►  Agu 02 (1)
      • ►  Agu 01 (2)
    • ►  Juli (16)
      • ►  Jul 31 (1)
      • ►  Jul 28 (1)
      • ►  Jul 25 (1)
      • ►  Jul 19 (3)
      • ►  Jul 18 (2)
      • ►  Jul 15 (2)
      • ►  Jul 13 (2)
      • ►  Jul 07 (3)
      • ►  Jul 05 (1)
    • ►  Juni (16)
      • ►  Jun 30 (2)
      • ►  Jun 29 (2)
      • ►  Jun 28 (2)
      • ►  Jun 25 (2)
      • ►  Jun 24 (2)
      • ►  Jun 11 (1)
      • ►  Jun 10 (1)
      • ►  Jun 09 (1)
      • ►  Jun 06 (1)
      • ►  Jun 04 (1)
      • ►  Jun 03 (1)
    • ►  Mei (5)
      • ►  Mei 14 (2)
      • ►  Mei 03 (2)
      • ►  Mei 01 (1)
    • ►  April (1)
      • ►  Apr 24 (1)
    • ►  Maret (1)
      • ►  Mar 21 (1)
    • ►  Februari (12)
      • ►  Feb 22 (1)
      • ►  Feb 21 (1)
      • ►  Feb 16 (2)
      • ►  Feb 11 (2)
      • ►  Feb 10 (1)
      • ►  Feb 09 (1)
      • ►  Feb 06 (1)
      • ►  Feb 04 (1)
      • ►  Feb 03 (2)
  • ►  2014 (2)
    • ►  Oktober (1)
      • ►  Okt 21 (1)
    • ►  September (1)
      • ►  Sep 11 (1)
  • ▼  2012 (20)
    • ►  Desember (2)
      • ►  Des 29 (2)
    • ►  Oktober (1)
      • ►  Okt 27 (1)
    • ►  September (5)
      • ►  Sep 21 (1)
      • ►  Sep 20 (3)
      • ►  Sep 07 (1)
    • ►  Agustus (2)
      • ►  Agu 01 (2)
    • ►  Juli (1)
      • ►  Jul 29 (1)
    • ►  Juni (1)
      • ►  Jun 25 (1)
    • ►  Mei (2)
      • ►  Mei 18 (1)
      • ►  Mei 17 (1)
    • ►  Maret (4)
      • ►  Mar 19 (2)
      • ►  Mar 17 (1)
      • ►  Mar 01 (1)
    • ▼  Februari (2)
      • ►  Feb 29 (1)
      • ▼  Feb 14 (1)
        • Ketika Titi DJ & Keluarga Belajar Komposting
  • ►  2011 (15)
    • ►  Oktober (2)
      • ►  Okt 13 (2)
    • ►  Agustus (2)
      • ►  Agu 04 (2)
    • ►  Juli (2)
      • ►  Jul 28 (1)
      • ►  Jul 09 (1)
    • ►  Mei (1)
      • ►  Mei 31 (1)
    • ►  April (5)
      • ►  Apr 10 (1)
      • ►  Apr 07 (2)
      • ►  Apr 05 (1)
      • ►  Apr 03 (1)
    • ►  Februari (2)
      • ►  Feb 16 (2)
    • ►  Januari (1)
      • ►  Jan 21 (1)
  • ►  2010 (6)
    • ►  November (3)
      • ►  Nov 29 (3)
    • ►  Maret (1)
      • ►  Mar 12 (1)
    • ►  Februari (1)
      • ►  Feb 26 (1)
    • ►  Januari (1)
      • ►  Jan 05 (1)
  • ►  2009 (4)
    • ►  Desember (3)
      • ►  Des 23 (2)
      • ►  Des 04 (1)
    • ►  November (1)
      • ►  Nov 16 (1)

Label

3 R adipura B3 BandungJuaraBebasSampah bank sampah barang bekas BebasSampahId biodigester biogas debat ilmuwan ecobrick energi Environmental Sustainability Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik industri kreatif Iriana Jokowi kantong plastik kantung plastik keresek KESEJAHTERAAN lifestyle MASA DEPAN CERAH pengepul pengomposan PERENCANAAN KEUANGAN pernak pernik photography pilah sampah ramah lingkungan regulasi reparasi Reverse Vending Machine Ridwan Kamil sampah anorganik sampah organik solusi limbah sosok styrofoam SUN LIFE zero waste

Translate

Laman

  • Halaman Muka
  • green planet
  • Kaisa Indonesia

FOLLOW US @ INSTAGRAM

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Copyright © 2016 Bandung Zero Waste. Designed by OddThemes & Blogger Templates