Kesejahteraan Pemulung Yang Terabaikan
Pemulung dinobatkan sebagai pahlawan lingkungan? Sudah sangat sering didengungkan. Khususnya karena lingkup kerjanya memunguti sampah anorganik yang sulit terdegradasi dan mengandung zat-zat membahayakan. Sehingga keberadaannya dianggap pahlawan, padahal apabila mau jujur mereka pasti enggan berjibaku dengan sampah yang kotor, bau dan menjijikkan tersebut.
Mereka memang kelompok termarginalkan yang terpaksa mencari nafkah dengan modal kemauan mengais sampah rumahtangga walau harus bersaing ketat dengan sesama pemulung dan memperoleh pendapatan kurang lebih Rp 10.000-Rp 20.000/hari. Dengan penghasilan seminim itu mereka hanya mampu sekedar hidup, sekedar makan dan minum. Sedangkan untuk tidur mereka mengandalkan emperan toko. Bagaimana pemenuhan kebutuhan pendidikan dan kesehatan keluarga mereka? Untuk sementara hanya mimpi!
Data jumlah pemulung yang memiliki tempat tinggal di kota Bandung pada tahun 2006 menunjukkan angka 800 orang yang tersebar di 24 titik. Ditambah jumlah mereka yang baru datang dan mempunyai kebiasaan nomaden karena berpindah-pindah tempat, pastinya angkanya lebih banyak lagi. Tetapi problem mereka sama,.tidak mempunyai jaminan kesehatan karena tidak mempunyai Kartu Tanda Penduduk (KTP) Bandung. Akses mendapatkan Jamkesmas atau program “Bawaku Sehat”, suatu program jaminan kesehatan bagi golongan tak mampu yang dicanangkan pemerintah kota Bandung hanyalah akses tak terjangkau bagi mereka.
Berdasarkan realita itu Yayasan Kontak, suatu yayasan yang selama ini menjalin kerjasama dengan pemulung sebagai ujung tombak pemilahan sampah, khususnya tetrapak bekerja sama dengan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) “Surya Sumirat” mengadakan pemeriksaan kesehatan rutin setiap 6 bulan sekali. Setiap pasien mendapat kartu JPKM untuk pemeriksaan ulang dan obat-obatan gratis.
Untuk kesekian kalinya pada hari Minggu, 25 September 2011, bersama JPKM Surya Sumirat, Yayasan Kontak Indonesia menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan dengan mengundang 300 pemulung di gedung Puwnten yang terletak di depan Gedung Merdeka, jalan Asia Afrika Bandung.
Seusai pemeriksaan kesehatan mereka mendapat hidangan gratis yang disediakan panitia dalam gerobak-gerobak layaknya pesta resepsi pernikahan. Lengkap dengan biduan yang bernyanyi diiringi organ tunggal. Sehingga mereka terhibur dan ikut larut berjoged bersama sang biduan. Ya suasana pemeriksaan kesehatan kali ini menyerupai pesta kecil komunitas pemulung.
Bagi masyarakat umum yang ingin mengikuti kegiatan ini, bebas datang. Apabila berkenan sukarela menyumbang, disiapkan kotak pakaian bekas layak dan buku bacaan bekas yang diharapkan dapat menambah wawasan para pemulung.
Khusus pakaian bekas layak pakai, pantia menyortir dan menyuci kemudian dikumpulkan dalam satu stand untuk dijual seharga Rp 1.000-Rp 2.000. Hasil penjualan disimpan sebagai kas kesehatan mereka. Mereka juga menerima sampah hasil pemilahan seperti kertas, kaleng, plastik dan kemasan aseptic (tetrapak).
Untuk mereka, kiasan sesuap nasi sungguhlah tepat.
Tags:
pernak pernik
1 komentar
Foto paling atas....bagi saya paling menarik Bu.
BalasHapussalam kenal, Riawan Djack On Kompasiana +
Blog saya : Taman Bacaan ( http://riawandjack.blogspot.com )