Tawar menawar , bernegosiasi hingga akhirnya
terjadi transaksi, nampak terjadi di bawah kerindangan pohon jalan Cihapit. Tidak
berapa lama kemudian pemilik barang menyiapkan peralatan untuk memasang
asesoris mobil yang dibeli. Ada banyak asesoris mobil bekas yang bisa dipilih
seperti: tape, speaker, televisi, GPS, kamera yang rata rata bisa dibeli dengan
harga miring Rp 100 ribu hingga 1,5 juta rupiah.
Sebetulnya kurang tepat jika nama Jalan
Cihapit disematkan sebagai alamat bursa barang bekas elektronik ini. karena
sebagian terletak di jalan Taman Cibeunying Selatan, sebagian lain di jalan Taman Cibeunying Utara, bahkan ada
sederetan lapak yang kurang jelas nama jalannya.
Tapi okelah, apa arti sebuah nama kata
William Shakespeare, yang penting hampir setiap warga Bandung tahu dimana jalan
Cihapit. Jalan yang sangat kondang ini memanjang dari arah jalan Citarum
melintasi jalan Riau dan baru berakhir di jalan Aceh Kota Bandung. Karena
terletak di pusat kota, tak aneh jika hampir setiap pemilik kendaraan roda 4
memilih mencari kebutuhan asesoris mobilnya disini.
Disatu pihak nampaknya peranan pemilik lapak
barang bekas elektronik ini: “biasa aja
lagi” ^_^ Bahkan mungkin disamakan
manfaatnya dengan lapak barang bekas lainnya. Padahal lapak-lapak ini berjasa
besar membantu proses reuse atau
penggunaan kembali barang yang sudah rusak atau sudah tidak disukai pemilik
lama.
Seperti diketahui, asesoris mobil merupakan
alat elektronik yang sampahnya tergolong limbah elektronik atau yang dikenal
sebagai electronic waste atau e-waste. Berdasarkan Basel Action Network, yang
dimaksud dengan e-waste adalah semua benda yang termasuk dalam berbagai macam
perangkat elektronik dan pengembangannya mulai dari peralatan elektronik rumah tangga
yang besar seperti lemari es, pendingin ruangan, ponsel, stereo system, dan
perangkat elektronik lainnya. Yang kesemuanya belum dapat diolah dengan benar di
Negara Indonesia.
Negara dengan tingkat kesesuaian
pengelolaan e-wastetertinggi adalah Switzerland, sedangkan negara dengan
tingkat kesesuaian pengelolaan e-waste terendah adalah Indonesia. Karena itu direkomendasikan
untuk membuat kebijakan hukum dan pengelolaan yang spesifik mengenai e-waste di
Indonesia.
Apa jadinya jika peralatan elektronik
dibuang sembarangan atau tidak diolah dengan benar? Contoh paling nyata terjadi
di kota Guiyu, China yang memiliki 5.500 industri rumahan pengolah bagian-bagian dari elektronik bekas
(e-waste). Berdasarkan data dari situs
lokal,wilayah tersebut setiap tahunnya mengolah sekitar 1,5 juta pon sampah elektronik
dan merupakan lapangan pekerjaan yang menggiurkan bagi masyarakat di Guiyu.
Dari
bisnis pengelolaan limbah elektronik ini, situs Guiyu melaporkan pemasukan
tahunan sekitar 75 juta dolar. Mereka mengelolah sampah elektronik dengan
memisah-misahkan tiap bagian dan mengelompokannya kemudian mengambil kandungan
timah emas tembaga dan jenis logam lainnya dari papan sirkuit, kabel, Chip dan
bagian lain dari perangkat elektronik. Industri kecil ini mempekerjakan 10.000
orang yang kebanyakan masih dibawah umur.
Akibatnya
bisa ditebak, laporan terakhir dari universitas Shantou menyatakan Guiyu memiliki tingkat penderita penyakit
kanker yang disebabkan oleh bioksin paling tinggi didunia dan peningkatan pada
kasus keguguran pada wanita hamil.
Industri
semacam ini banyak menghasilkan pencemaran lingkungan karena membuang limbah
hasil olahan, terutama debu dari pembakaran batu bara yang langsung dibuang
kesungai dan selokan kota, menyebabkan pencemaran terhadap air sumur dan air
tanah.
Pesan
moral dari tragedy Guiyu adalah kesadaran penggunaan ulang barang elektronik
sangat membantu kelestarian lingkungan. Jika kita belum berhasil menemukan
solusi tepat mendaur ulang barang elektronik dengan cara aman, ya yuk kita
kurangi pembelian barang baru atau membeli barang bekas yang sesuai kebutuhan. Jangan
takut turun gengsi karena keturunan kita kelak tidak membutuhkan gengsi ^_^
Tertarik
datang ke pasar barang bekas elektronik Cihapit? Silakan datang sekitar pukul
08.00 hingga pukul 17.00, disana ada sekitar 70 lapak yang siap memenuhi
kebutuhan pembeli. Lapak-lapak tersebut bercat kuning, hijau , biru sesuai
warna logo pemerintah kota Bandung. Menarik bukan?
Sumber:
limbah
elektronik
Wrote by Maria G Soemitro