Pak Agus Yang Informatif



 
lapak pak Agus

Saya sangat beruntung mengikuti survey #bebassampah.id, karena lika likunya membawa kepemahaman bahwa  kriteria tidak bisa diterapkan secara zakelijk (*sok bahasa londo nih, ^^) . Selalu ada pengecualian-pengecualian. Demikian pula pelaku binis sampah, tempat usahanya tidak selalu murni mengindetifikasi sesuatu dan pelakunya juga tidak bisa dikategorikan secara utuh. Misalnya pelaku bank sampah bisa juga merupakan unit usaha kerajinan, atau tempat pengomposan bisa juga merupakan pelaku bank sampah.

Contoh nyata dilakoni pak Agus, seorang pengepul yang lapaknya terletak di Sekemirung A17. Ternyata dia tidak hanya pengepul tetapi juga tukang sampah atau orang yang mengambil sampah ke rumah-rumah. Agar lebih jelasnya para kontributor sampah rumah tangga (khususnya sampah anorganik) adalah sebagai berikut:

  • Ibu rumah tangga/asisten rumah tangga, yaitu mereka yang telah peduli memisah sampah sejak dari lingkungan rumah tangga, sejak produksi sampah terbentuk. Mereka punya otoriter untuk meminta anggota keluarganya memisah sampah organik dan sampah organik. Setelah sampah anorganik cukup banyak, mereka menyetor sampah anorganik ke bank sampah atau dijual langsung ke tukang rongsok atau bisa juga langsung ke pengepul.

  • Tukang rongsok, yaitu pengumpul sampah dari rumah, kantor, toko, sekolah atau unit lainnya. Setelah cukup banyak, sampah anorganik yang berhasil dikumpulkan akan dijual ke pengepul atau ke bandar besar, tergantung seberapa jauh keterikatan tukang rongsok tersebut. Karena banyak diantara mereka bekerja untuk pengepul/bandar, tentunya tanpa perjanjian hitam diatas putih. Ya semacam outsourcing yang kini sedang dipermasalahkan kelompok buruh. Praktek outsourcing ternyata sejak dulu telah tumbuh secara alami, hanya kini dilegalisi melalui undang-undang ketenagakerjaan.  
  • Tukang sampah, yaitu pekerja yang diupah sesuai kesepakatan dan dari hasil iuran retribusi sampah setempat, biasanya penetapannya dilakukan oleh ketua rukun warga (RW), berlaku untuk setiap rukun tetangga (RT) yang akan mengkoordinir iuran sampah, hari pengambilan sampah dan jasa pembayaran pengambilan sampah. Tukang sampah biasanya adalah warga kawasan tersebut, tapi bisa juga dari daerah lain. Tukang sampah inilah yang mendapat rezeki nomplok jika ibu rumah tangga/asistennya peduli sampah sehingga sampah yang dibuang ke tempat sampah telah terpilah. Atau justru apes jika hunian yang menjadi tanggung jawabnya tidak peduli sampah sehingga dia harus menarik sampah yang memenuhi gerobak sampahnya dengan susah payah karena penuh, padat, berat dan jarak yang harus ditempuh cukup jauh. 
  • Pemulung, yaitu tenaga freelance yang incomenya sangat tergantung rajin/uletnya dia. Tidak akan ada yang memarahi jika dia enggan bekerja. Sangat berbeda dengan tukang sampah yang mendapat honor setiap bulannya bukan? Coba saja dia enggan mengambill sampah dari rumah ke rumah, wuaduh bakal marah-marah deh ibu-ibu kita yang tercinta. Karena bau sampah pasti menguar busuk.

Bisa terlihat bahwa peranan rumah tangga dalam memisah sampah amat vital dan manfaatnya sangat signifikan. Jika seluruh rumah tangga yang berada di Kota Bandung memisah sampahnya (baik karena peraturan maupun disebabkan kesadaran sendiri) , maka pemerintah kota bisa focus membuat program pengelolaan sampah organic seperti pengomposan atau penyediaan biodigester yang menghasilkan gas untuk memasak.

Ah, kita kembali ke pak Agus, salah seorang pengepul yang rangkap jabatan menjadi tukang sampah.  Mengaku gaptek dan tidak memiliki ponsel seperti layaknya semua warga urban, pak Agus ternyata kaya informasi. Dengan cara sederhana dia menerangkan proses pemilahan sampah yang ternyata cukup ribet. Ribet karena produk didesain menggunakan beragam jenis bahan baku. 

Contohnya jenis plastik botol air minum dalam kemasan dibawah ini berbeda dengan jenis plastik tutup botol dan plastik tanda merk disematkan. Berbeda juga dengan beragam botol plastik berwarna.

Plastik air minum dalam kemasan putih bening ini jika dijual dengan tutupnya maka hanya akan dihargai Rp 1.500/kg, sama dengan botol plastik berwarna disebelahnya.
Sedangkan jika tutup botol dan plastik tempat merk produk dilepaskan maka harganya menjadi Rp 3000/kg. jauh banget disparitas harganya bukan?


botol putih bening akan diolah menjadi biji plastik berkualitas lebih tinggi


Ada yang lainnya, menurut pak Agus kaleng bekas minuman yang harganya tinggi adalah  yang kanan (sampah kemasan minuman berenergi) karena termasuk alumunium. Sedangkan kaleng bekas susu (kiri atas), harganya 'kebanting' jelas pak Agus.

beragam sampah yang berbeda proses daurulang dan harganya


Demikian juga kertas kardus. Yang dinamakan kertas kardus adalah contoh kiri bawah sedangkan kardus bekas makanan (kanan bawah) akan diproses menjadi kertas daur ulang kualitas rendah karena itu harganya amat murah. Terlebih sampah kemasan cairan kotak antiseptik yang terkenal dengan tetrapak dibawah ini, sama sekali tidak harganya, jadi tetap dibuang ke TPS sebagai sampah.



Nah trus gimana dong menyikapinya? Ya, cara yang termudah dengan menggunakan tumbler air minum. Karena tidak nyampah ^_^   ………, (wah, itu mah semua juga tau ^_^ ).
Sama seperti teh Tita, pak Agus juga menerangkan jenis-jenis plastik yang tidak laku dijual karena itu sebaiknya dihindari. Bukan saja menimbulkan sampah tetapi juga jenis plastik seperti ini bukan foodgrade, sementara produsen dan konsumen sama-sama tidak tahu. Bahan baku plastik tersebut bisa saja dari plastik daur ulang atau plastik yang termasuk dalam zona merah untuk digunakan sebagai wadah makanan.

Oh ya, selain berprofesi sebagai tukang sampah, pengangkut sampah RW yang dibayar oleh RW setempat, pak Agus sekarang juga merupakan anggota kebersihan kelurahan Cigadung yang mendapat honor dari kecamatan Cibeunying Kaler. Double income deh dia, ditambah menjadi pengepul triple dong ya? Tentu saja ada konsekuensinya, sekarang pak Agus hanya bisa menjual sampah anorganiknya sebulan sekali. 

Cara menemukan lokasi pak Agus dan teh Tita cukup mudah karena Sekemirung merupakan wilayah kelurahan Cigadung. Tepatnya di jalan Cigadung Timur, di sebelah masjid Al Muqorobin  terdapat gapura yang menerangkan kawasan RW 10, silakan masuk. Setelah lapak mi bakso yang lezat,  belok kanan dan silakan tanya keberadaan pak Agus tukang sampah karena kawasan padat penduduk umumnya mudah menemukan alamat seseorang.


Share:

2 komentar