Limbah Biomassa Solusi Energi Terbarukan
limbah biomassa (kiri; dok.Maria G) kompor biomassa (kanan; dok.BCCF) |
Pak
Dadang sedang asyik membakar sampah di trotoar depan rumahnya. Sampah
tersebut berasal dari aktivitasnya memangkas pohon. Sekitar 2,5 liter
minyak tanah digunakan untuk membakar sampah. Bapak berumur 50 tahun
tersebut melupakan fakta bahwa sampah yang dibakarnya adalah bahan bakar
juga. Atau dengan kata lain bahan bakar fosil dihabiskan untuk membakar
bahan bakar terbarukan (biomassa).
Apa
yang dilakukan pak Dadang nampaknya sepele dan sering ditemui dalam
kehidupan sehari-hari. Akibat Dinas Kebersihan enggan mengangkut sampah
pekarangan maka pak Dadang membakar limbah tersebut. Ironis, karena
walau minyak tanah dan bensin mudah dibeli tetapi cadangan energy fosil
kita semakin menipis sementara sumber energy terbarukan belum digarap
maksimal.
Salah
satu penyebabnya adalah kebijakan energy yang masih tersentralisasi
padahal sebagai negara kepulauan, Indonesia seharusnya menerapkan
kebijakan desentralisasi, sesuai sumber energy yang berbeda-beda yang
merupakan kekayaan alam setiap wilayah. Akibatnya rasio elektrifikasi
Indonesia baru mencapai 66 %. Padahal sebagai negara berkembang,
Indonesia membutuhkan banyak energy untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,
peningkatan kenyamanan hidup dan kesejahteraan penduduknya.
Salah
satu sumber energy yang masih terabaikan adalah limbah biomassa.
Menurut data ESDM, sekitar 50 ribu megawatt dimiliki Indonesia sebagai
potensi energy terbarukan yang berasal limbah biomassa. Dari jumlah itu,
18 ribu megawatt didapat dari sektor pertanian meliputi jerami, tandan
kosong kelapa sawit, sekam padi dan lain-lain. Sisanya berasal dari
sektor kehutanan.
Sekam
padi adalah contoh limbah biomassa yang sebelumnya hanya dibuang atau
dihargai sangat murah karena dianggap hanya sisa hasil panen. Karena itu
sangatlah tepat ketika ITB, IPB, LIPI dan Indonesia Power melirik
potensi ini. Salah satunya di Haurgeulis Indramayu, lumbung padi yang berkelimpahan sekam padi.
LIPI
melakukan penelitian dan membuat modifikasi pada generator sehingga
bisa beroperasi dengan sekam padi dan solar. Sebelum masuk ke ruang
bakar, sekam padi diolah melalui proses gasifikasi hingga menghasilkan syngas. Bahan bakar syngas menghasilkan emisi gas buang yang lebih rendah, sementara kinerja generator tidak menurun dan menghemat biaya operasional.
Setelah
menggunakan sekam, generator hanya menghabiskan 0,06 liter solar untuk
menghasilkan 1 kWh listrik, padahal sebelumnya 0,3 liter solar/1 kWh
listrik. Sehingga terjadi penghematan minyak solar sebanyak 80 %.
Sebagai
sumber energy, 6,5 kg sekam setara dengan 1 liter solar. Setiap tahun
terdapat 13 juta ton sekam yang selama ini kurang dimanfaatkan atau
senilai Rp 11 triliun per tahun. Jumlah yang cukup wow, bukan?
Pelajar
SMKN 2 Bandung juga membuat kompor berbahan bakar limbah biomassa.
Perbedaan kompor biomassa dengan kompor minyak tanah adalah adanya
tabung besi sebagai tempat penampung bahan bakar. Dibawah tabung
terdapat baling-baling statis yang berfungsi mendorong panas dari bawah
ke atas. Kompor juga memiliki 2 akselerator yang terpasang diantara
tabung besi. Akselerator berfungsi mempercepat proses putaran udara di
dalam ruangan sehingga pembakaranpun optimal.
Kompor
biomassa menghasilkan energy panas yang tinggi karena teknik pembakaran
secara pirolisis atau pembakaran minim oksigen. Dengan teknik ini
biomassa yang terbakar akan menghasilkan asap. Asap tersebut diubah
menjadi gas oleh panas dari tabung besi yang mencapai suhu 300-600
derajat Celcius. Selama proses pirolisis kompor
memiliki 3 sumber energy panas yaitu api hasil pembakaran limbah
biomassa, gas dari pembakaran asap dan arang sisa pembakaran limbah
biomassa.
Untuk
menyalakan kompor biomassa, potongan ranting dan sampah kering lainnya
ditumpuk dan disulut dengan bantuan kertas atau sedikit minyak
tanah/etanol. Setelah menyala, intensitas panas dapat disesuaikan dengan
mengatur pasokan udara ke dalam tabung besi melalui baling-baling.
Mematikannyapun cukup mudah, hanya dengan mengurangi bahan bakar sedikit
demi sedikit dari tabung penampung.
Tidak
dipungkiri bahwa penduduk Indonesia telah lama menggunakan limbah
biomassa. Diperkirakan setengah penduduk Indonesia kayu bakar sebagai
sumber energy dengan tingkat konsumsi 1,2 meter kubik per orang per
tahun. Bahkan lebih dari 14 % penduduk dunia atau sekitar 2 milyar orang
menggunakan energy biomassa sebagai energy primernya. Penyebabnya
adalah kesulitan mengakses serta semakin mahalnya bahan bakar fosil.
Melalui
pengujian beberapa contoh diatas, penduduk tidak harus menggunakan kayu
bakar untuk memenuhi memenuhi kebutuhan. Karena limbah biomassa yang
berserakan disekitar rumahpun ternyata dapat menjadi sumber energy.
Dapat dipilih beragam metode pengolahan biomassa, mulai dari anaerobic digestion,
pirolisis, gasifikasi dan pembakaran biasa (insinerator). Termasuk
limbah cairnya yang dapat diolah dengan memanfaatkan mikroba tertentu
menjadi biohidrogen. Sehingga limbah biomassa selain dapat dimanfaatkan
sebagai sumber energy alternatif, juga mengatasi permasalahan
lingkungan.
Sifatnya yang terbarukan dan ketersediaan yang melimpah ruah membuat biomassa
(dan limbahnya) merupakan magnet negara lain untuk menggali lebih
lanjut pemanfaatannya. Salah satunya Korea Selatan yang membangun pabrik
pengolahan arang kayu di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan
penduduknya. Jika Indonesia tidak hati-hati dan bergerak cepat maka bisa
jadi hanya berujung gigit jari. Menjadi penonton yang menjual sumber
bahan baku dengan harga murah dan mengimpor produk jadi berharga mahal
dari negara lain. Seperti banyak kasus pada kekayaan alam Indonesia
lainnya. Relakah kita?
**Maria G. Soemitro**
Sumber data:
SEAMEO BIOTROP Bogor
Majalah Trubus, Juni 2010
SMKN2 Bandung - BCCF
0 komentar