Ibu Iriana Sebagai Duta 3R


Ibu Iriana dan recycle abg dari kertas semen (dok. Sumarti Saelan)

Usai di-publish kompasianer @Sumarti Saelan pada tanggal 19 Desember 2012 pukul 18.40, tercatat  pada 22 Desember 2012 sudah 2.641 orang yang membaca tulisan berjudul : “Ibu Jokowi dan Tas Sak Semennya

Apa yang menarik dari tulisan berjumlah 255 kata tersebut? Ada banyak kemungkinan. Pertama karena menyangkut nama istri Gubernur DKI Jakarta yang baru dilantik dan setiap gerak langkah/ucapannya membius pembaca. Tak heran wartawan mainstream selalu setia menyajikan berita tentang Jokowi, walaupun ucapannya belum final.

Kemudian diferensiasi dari para ibu pejabat yang biasa menenteng tas branded berharga puluhan juta rupiah, ibu Iriana memilih tas sandang berbahan baku bekas sak semen. Tas tersebut dipercantik dengan syal yang sewarna baju batiknya dan tampak  pede mengikuti Seminar dan Lokakarya Peran Ibu di Era Digital yang diprakarsai ID Kita Kompasiana.

recycle bag dari bekas kemasan kopi (dok. Maria G Soemitro)


Ini sesuatu yang luar biasa. Umumnya ibu pejabat membeli atau bahkan memborong produk daur ulang di pameran yang diresmikannya kemudian seolah melupakan. Belum pernah sekalipun penulis melihat mereka menggunakan tas yang dibelinya, walau hanya sekali. Entah kemana tas dan produk recycle lainnya tersebut. Tentu saja itu hak mereka. Tetapi alangkah baiknya sebagai istri pemimpin, mereka tidak sekedar membeli.

recycle bag dari bekas minyak goreng (dok. Maria G Soemitro)


Dalam tulisannya, mbak Icoel menuturkan bahwa ibu Iriana diberi oleh ibu Veronica Basuki, istri wakil gubernur DKI Jakarta. Dan hebatnya tas tersebut ditenteng dalam pertemuan ibu-ibu pejabat nasional. Banyak manfaat yang didapat apabila seorang istri tokoh bersedia memakai tas daur ulang:
  • Produk daur ulang masih dianggap produk murahan, produk sampah yang tidak layak dijual dengan harga pantas. Calon konsumen tidak peduli bahwa produk daur ulang membutuhkan bahan pembantu mahal agar layak dijual. Pengerjaannyapun jauh lebih sulit daripada tas berbahan baku dalam bentuk lembaran. Sebagai contoh lebih sulit membuat baju bayi dari bekas daster sang ibu dibandingkan membuat baju bayi berbahan baku kain yang baru dibeli. Perlu kreativitas agar baju bayi tersebut tampak indah, perlu bahan pembantu seperti kain flannel, renda atau kancing berwarna-warni.

  • Konsumen lebih memilih tas branded imitasi daripada tas daur ulang karena lebih keren. Mungkin pengaruh infotainment dan sinetron dimana pemainnya berakting sambil membawa tas branded sehingga para pengagumnya ikut membeli walau bukan produk asli. Kondisi demikian dapat digunakan istri tokoh/tokoh perempuan yang memiliki banyak pendukung untuk berkampanye dengan tas daur ulang sehingga menjadi trend fashion baru. Pemakainyapun merasa keren karena tas yang disandangnya mirip tas istri gubernur/ tas tokoh perempuan tersebut.
  • Memicu para pengrajin untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produk daur ulang agar produknya benar-benar layak pakai. Karena apabila diperhatikan tas ibu Iriana tidak sekedar tas sak semen. Bahan bakunya sudah dilaminasi, pegangan tas kuat sehingga tidak mudah jebol ketika sedang digunakan. Walau harus diakui, istri seorang gubernur tentunya tidak usah membawa bermacam-macam keperluan seperti ibu rumah tangga lainnya.

  • Sebagaimana diketahui, bahan baku tas daur ulang tidak diperuntukkan untuk tas yang berisi banyak barang. Terkecuali sak semen, umumnya bahan daur ulang berasal dari bekas kemasan plastik makanan. Seperti kemasan mie instan, cemilan, detergent dan lain-lain yang umumnya  berlapis alumunium agar isi produk tetap kering tapi berimbas sulitnya bekas kemasan tersebut didaur ulang. Selain sulit juga mahal sekali. Suatu perusahaan kopi terkenal pernah mengumpulkan bekas sachet produknya dan menyimpan sementara dalam gudangnya. Sayang, tidak melanjutkan lagi karena mengalami banyak kendala.
Tentu saja langkah seperti yang dicontohkan ibu Iriana cukup hingga regulasi diterapkan. Karena telah ada regulasi yang mengatur sampah anorganik dan ditetapkan tahun 2008. Regulasi yang menghabiskan anggaran milyaran untuk membuat  undang-undang, peraturan pemerintah dan peraturan daerah (tingkat I dan tingkat II).

Langkah berikutnya adalah pelaksanaan di lapangan. Contoh produsen kopi diatas menunjukan bahwa pihak swasta/ produsen bersedia bertanggungjawab terhadap bekas kemasan produknya. Yang diperlukan kemudian adalah kemauan baik pemerintah untuk menggandeng pihak swasta lainnya sebagai pengumpul bekas kemasan tersebut dan mencari solusi recycle. Karena proses recycle bisa dilakukan usaha mikro kecil menengah (UMKM), bukankah dengan demikian berarti pak Jokowi menciptakan lapangan kerja baru bagi warganya?

**Maria G. Soemitro**



Dineke Stam pede dengan tas recyclenya (dok. Maria G.Soemitro)

Share:

0 komentar