Acungkan Jempol Untuk Carrefour!
Kabar gembira bagi anda pelanggan setia Carrefour karena mulai tanggal 15 Oktober, Carrefour Indonesia mengajak peduli lingkungan dengan cara yang benar. Kantong plastik tidak lagi digratiskan, tetapi harus dibeli. Kantong plastik dengan label degradasi bag ( dapat terurai dalam waktu dua tahun) dihargai Rp 200/kantong plastik ukuran kecil dan Rp 400/kantong ukuran besar.
Carrefour juga menyarankan pelanggan untuk membeli green bag ( kantong belanja yang dapat digunakan berulangkali lebih lama dari pada kantong plastik) seharga Rp 9.900/buah. Kebijakan tersebut diterapkan serentak di tujuh gerainya yaitu : Carrefour Lebak Bulus, Ambarukmo Yogya, Maguwo Yogya, Srondol Semarang, DP Mall Semarang, Citra Garden Medan dan Medan Fair.
Sebetulnya kebijakan Carrefour sudah didahului beberapa peritel seperti Lotte dan Makro. Tetapi nama Carrefour lebih “bergema” karena strategi pemasarannya yang cukup agresif dengan pemberian potongan harga dan pemasangan iklan secara periodik di media mainstream.
Bagaimanapun kebijakan ini harus diapresiasi karena seperti yang dikatakan Asisten Deputi Urusan Pengendalian Sampah dan Limbah Domestik Kementerian Lingkungan Hidup, Sony Tribangun Laksono: “Supermarket/minimarket sudah dihimbau untuk tidak menyediakan kantong plastik dan menggantinya dengan kardus bekas. Sayangnya mereka enggan karena peritel kecil masih memberikan kantong plastik”.
Padahal data tahun 2008, sekitar 1 triliun kantong plastik digunakan oleh penduduk dunia dan membawa banyak dampak buruk, diantaranya :
- Kantong plastik (terbuat dari polyethene/PE) baru bisa terdegradasi ratusan tahun lamanya.
- Seharusnya dampak buruk bisa diminimalisir dengan menggunakannya berulang kali hingga sobek, tetapi kenyataannya kantong plastik hanya diperlakukan sekali pakai.
- Kantong plastik sebagai tempat sampah mengakibatkan sampah organik sulit terurai, menimbulkan bau busuk dan gas methan. Adanya gas methan yang terakumulasi inilah yang diduga menjadi salah satu penyebab longsornya tempat pembuangan sampah akhir (TPA) Leuwigajah dan mengakibatkan ratusan orang meninggal dunia.
- Kantong plastik yang berisi sampah ketika dibuang kealiran sungai dan bermuara di laut mengakibatkan matinya biota laut.
Beberapa inisiatif pemilik toko layak diacungi jempol. Contohnya Satvika Bhoga di Sanur Denpasar Bali. Tanpa takut kehilangan pembeli, pemilik toko tidak menyediakan kantong plastik gratis. Setiap pelanggan yang memerlukan kantong plastik harus membayar Rp 2.000/lembar. Hasilnya 95 % pengunjung membawa membawa tasnya sendiri, walaupun ada saja yang bersedia atau mungkin juga terpaksa membeli kantong plastik.
Bagaimana dengan pelaksanaan peraturan baru di Carrefour? Beberapa kawan di milis greenlifestyle menceritakan pengalamannya sebagai berikut:
Verena Puspawardani (WWF Indonesia) menceritakan pengalamannya ke Carrefour Lebak Bulus dan tidak melihat tumpukan kantong plastik yang biasanya tersedia di dekat kasir. Pembeli diajak untuk membeli reusable bag hijau (versi lama) seharga Rp 9.900 atau versi barunya yang lebih murah, berwarna merah, krem, biru seharga Rp 6.900. peraturan baru ini diumumkan lewat banner, announcement di TV dan pengeras suara dari customer service serta edaran yang dipegang staf mereka. Untuk pembelian dalam jumlah banyak, disediakan kardus atau menggunakan troli berisi belanjaan hingga kendaraan mereka.
Sedangkan Yodi yang kebetulan juga ke Carrefour Lebak Bulus melihat kasirnya mendapat omelan pelanggan. Beberapa pelanggan lainnya bermuka masam karena diharuskan membeli kantong plastik.
Lain lagi kisah Rani, dia berkesempatan belanja ke Carrefour BSD dan melihat ibu-ibu memakai tas pakai ulang (reusable bag) berwarna hijau tetapi isinya adalah barang belanjaan dalam kantong plastik. Carrefour BSD memang tidak termasuk 7 gerai yang terkena kebijakan baru, tetapi niat pelanggan untuk membeli reusable bag seharusnya diapresiasi dan sudah sepatutnya mendapat “keadilan”.
Mengapa ? karena hukum seharusnya berlaku bagi produsen sampah. Seseorang yang menghasilkan sampah lebih banyak, harus membayar lebih banyak pula dibandingkan yang sedikit nyampah-nya. Awalnya bisa dimulai dari kantong plastik. Seseorang yang terbiasa menggunakan kantong plastik dengan boros harus membayar lebih banyak. Dia harus merasakan akibatnya sejak dini karena umumnya tak seorangpun peduli kelanjutan kisah sampah yang sudah keluar dari pekarangan rumah.
Apakah akan mengakibatkan banjir, tercecer dijalan ketika diangkut tukang sampah atau menggunduk serampangan di TPA hingga menyebabkan longsor dan kematian pemulung. Tak ada yang hirau. ”Pokoknya rumah gue bersih. Titik”.
Demikian juga system persampahan per wilayah. Rumah tangga yang menghasilkan sampah banyak sudah seharusnya membayar lebih banyak pula untuk sampah yang dikeluarkan dari rumahnya. Hal ini memang domain pemerintah daerah termasuk mengelola pembuangan sampah berukuran besar seperti peralatan rumah tangga dan sampah B3 yang beresiko tinggi bagi kesehatan.
Kembali ke peraturan baru Carrefour, beberapa bulan silam penulis ke Carrefour Pekalongan. Usai berbelanja, karena sudah terbiasa penulis mengeluarkan reusable bag yang aslinya berbentuk tas lipat. Anehnya kasir bingung melihat tas tersebut, diselisiknya reusable bag sambil dibolak-balik. Mungkin dipikirnya “tas apa sih ini, kok jelek bener. Nggak ada harganya lagi”. Sesudah penulis menerangkan bahwa kegunaan tas tersebut sama dengan reusable bag bewarna hijau yang berjajar rapi didekatnya, barulah dia paham dan mulai memasukkan barang belanjaan kedalamnya.
Olala Carrefour, rupanya harus memberi pelatihan dulu pada jajaran staf dan karyawannya. Agar peduli lingkungan hidup dari hulu dilakukan juga oleh internal Carrefour, tidak sekedar kampanye. Karena biasanya kampanye tanpa mengerti esensinya hanya akan berumur pendek. Dan semua banner serta selebaran akan berubah menjadi tumpukan sampah. Bukti dosa ekologis Carrefour lainnya.
**Maria Hardayanto**
Sumber data:
- Saving our planet
- Satvika Bhoga
- foto disini dan disini
http://green.kompasiana.com/polusi/2012/10/23/akhirnya-carrefour-memulai-gebrakan/
0 komentar