Limbah Anorganik, Sungguhkah Menguntungkan?


1338880328664728491
Jejaring pembuatan bekas kemasan plastik: Pengumpulan, Pemisahan, Pelatihan hingga Pameran yang dikunjungi Menteri Lingkungan Hidup. (dok. Maria G. Soemitro)

“Bisa diekspor!”
“Pahlawan lingkungan yang kreatif”
Kalimat-kalimat di atas mungkin sering kita dengar dan baca di media mainstream sehubungan limbah kemasan plastik yang kini marak dikreasikan ibu-ibu rumah tangga. Mereka dianggap telah melestarikan lingkungan dengan kiprahnya. Tulisan penulis terbarupun menyolek kisah bekas kemasan plastik ini, yaitu : “Perempuan dan Sosial Entrepreneurship” serta “Yani dan Erna, Dua Pelatih Handal Penyandang Disabilitas”.

Apabila kedua tulisan tersebut dibaca dengan seksama dapat disimpulkan bahwa tidak ada aksi heroik disitu. Yang ada adalah gerakan perubahan lifestyle sehinggabekas kemasan tidak dinamakan limbah oleh pelatih dan anggota komunitas karena selain bisa digunakan lagi, bekas kemasan diperlakukan dengan apik dalam wadah terpisah. Tidak tercampur sampah organik yang menimbulkan bau tak sedap.
Para ibu rumah tangga “terpaksa” mengambil alih tanggung jawab produsen penghasil bekas kemasan plastik yang tidak memenuhi kewajibannya sesuai pasal 15 Undang-Undang no 18 tahun 2008, yaitu :
“Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam”.
Dikatakan “terpaksa” karena pengelolaan bekas kemasan plastik tidaklah mudah. Membutuhkan waktu, tenaga dan biaya yang sering diluar kemampuan pembuat kerajinan plastik. Untuk memperjelas, penulis membagi bekas kemasan menjadi 3 macam:
  1. Bekas kemasan plastik berbagai ukuran. Biasanya dipungut pemulung/ tukang rongsok karena mudah dijual misalnya bekas tempat shampoo, sabun, kosmetik dan pewangi. Sedangkan ukuran sachetnya tidak diutak-utik mungkin malas mengurusi sampah yang kecil dan kotor. Proses membersihkan sampah sachet tidak sepadan dengan harganya. Bekas kemasan bewarna-warni ini diolah menjadi biji plastik bermutu rendah untuk kemudian diproses lagi menjadi kantung plastik hitam dan sedotan warna-warni yang murah harganya.

  2. Kemasan plastik tebal bekas minyak goreng, saus, kecap, margarine dan lain lain yang umumnya tebal dan sulit dibersihkan sehingga berakhir di tempat pembuangan sampah akhir (TPA) atau sungai. Serupa dengan nomor (1), bekas kemasan plastik ini sesungguhnya masih bisa direcycle tapi umumnya pemulung memilih mengumpulkan sampah kantung plastik (keresek) di TPA karena harganya relative lebih tinggi daripada sampah kemasan plastik. Selain itu tidak semua pengepul menerima. Penyebabnya simple banget, berhubungan dengan produsen pengolah sampah plastik yang ogah menerima karena dia harus membayar pegawai untuk membersihkannya. Bisa dibayangkan berapa lama seorang pegawai harus membersihkan sampah bekas kemasan kecap atau margarine yang berlepotan dan bau?! Please deh……… lingkaran pemulung, pengepul dan produsen plastik adalah lingkaran bisnis yang mengutamakan keuntungan …….mereka jelas nggak mau rugi dan nggak peduli urusan lingkungan. Lha wong pembuat masalah sampah adalahprodusen dan konsumen, bukan mereka. Pemikiran yang logis bukan?

  3. Bekas kemasan plastik berlapis alumunium. Jenis kemasan ini banyak sekali dipakai produsen untuk menjamin produknya tetap kering. Misalnya camilan/snack berbagai merk, kopi (ragamnya banyak sekali) dan detergent. Bekas kemasan plastic berlapis alumunium sangat “jahat” karena biaya recyclenya amat sangat mahal. Bahkan produsen kemasan antiseptic bermerk Tetrapak, memilih merecycle menjadi atap warna warni daripada memisahkan unsur alumunium dengan plastiknya. Sebagaimana diketahui perusahaan Tetrapak adalah perusahaan internasional yang menguasai pangsa pasar kemasan antiseptik terbesar di Indonesia dan selama ini konsisten menjalankan kewajibannya menampung bekas kemasannya untuk kemudian diproses menjadi produk baru (lihat: Atap Bergaransi Seumur HidupBekas Kemasan Plastik inilah yang biasanya dikreasikan ibu-ibu rumah tangga karena tidak ada pihak yang bersedia merecycle.
Jadi gimana dong? Kita kan tetap memerlukan produk-produk berkemasan plastic. Ada beberapa kiat yang penulis rangkum dari “wikipedia zero waste” ^_^, ini dia:
  1. Sebelum membeli produk berkemasan plastik, cobalah tanyakan pada diri sendiri: “Apakah produk ini memang kita butuhkan?” “Adakah produk lain yang tidak berkemasan?” “Apakah bekas kemasannya bisa didaurulang?” Sebagai contoh santan dalam kemasan antiseptik, bukankah kita bisa membeli butiran kelapa utuh atau yang telah diparut di pasar? Lebih murah, lebih segar, lebih enak santannya serta tidak menimbulkan sampah kemasan plastik. Bekas parutannyapun dapat menjadi kompos yang berguna bagi tanaman.

  2. Pilihlah kemasan beling/kaca daripada kemasan plastik. Waktu urai kaca memang cukup lama (1 juta tahun), tapi sampahnya berpeluang besar untuk di-reuse. Baik digunakan kembali oleh produsennya maupun sebagai bahan baku gelas yang artistik, bahkan pecahan gelaspun bisa disulap menjadi aneka kerajinan.

  3. Pilihlah produk berkemasan besar. Pernahkah mencoba membandingkan harga produk (misalnya shampoo) dalam kemasan besar dengan harga per sachet. Ada beberapa item dimana harga produk berukuran besar lebih murah tetapi ada juga beberapa yang hampir sama dengan produk kemasan sachet. Sebetulnya itu hanyalah kelihaian produsen memasarkan barang. Kitalah yang harus cerdas memilih mengingat kemasan sachet sangat kecil kemungkinannya direcycle sehingga akan menambah dosa ekologis kita. Coba deh hitung, misalnya kita memulai keramas dengan shampoo dalam kemasan sachet sejak usia 15 tahun hingga berumur 70 tahun, setiap minggu kita 3 x cuci rambut maka dalam setahun akan ada 156 pcs sampah sachet. Sedangkan ketika menutup mata untuk selamanya, kita akan mewariskan sampah sachet sebanyak: 55 x 156 pcs = 8.580 pcs. Belum termasuk sampah kemasan lainnya yang jumlahnya pasti buanyakkkkkk sekali dan baru akan hancur ribuan tahun kemudian.Bayangkan satu lapangan sepak bola yang berisi sampah bekas kemasan plastik kita!!

  4. Apabila kita mau menelisik lebih dalam, pembelian barang dalam kemasan sebetulnya bisa diminimalisir. Bukankah cemilan dalam kemasan sebetulnya hanya “sampah” belaka? Kacang tanah dan kacang bogor yang kita kukus lebih menyehatkan dan enak dibandingkan kacang tanah dalam kemasan apalagicemilan jadi-jadian yang hanya sekedar “menggelembungkan” tepung terigu dan menambah perasa dengan embel-embel sudah diberi tambahan vitamin. Mengapa tidak mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran saja? Lebih jelas kandungan vitamin dan mineralnya. Lebih karuan manfaatnya. Bahkan susu dalam kemasanpun sebetulnya hanya akal-akalan produsen. (Silakan baca: Susu Penyebab Penyakit Jantung Koroner)

  5. Jika tidak terhindarkan, guntinglah dengan benar, jangan asal sobek dan disimpan dengan apik agar tidak memakan tempat. Oh iya jangan lupa, bagian dalam kemasam harus disiram air panas/air sabun agar sisa-sisa isi kemasan terbuang. Karena pengelolaan bekas kemasan yang apik selain membantu meringkas penyimpanan juga tidak akan menimbulkan bau tak sedap walaupundisimpan selama berbulan-bulan. Kemudian carilah sentra-sentra pendaur-ulang bekas kemasan plastik untuk disetorkan.

  6. Ingin membuat lomba daur ulang bekas kemasan sebagai ajang Lomba 17 Agustus-an, Lomba hari Lingkungan Hidup, Lomba Hari Bumi atau sekedar ingin berkreativitas? Tekankan pada kegunaan dan lamanya produk recycle tersebut digunakan. Coret saja hasil remeh temeh seperti baju recycle atau rumbai-rumbai bekas kemasan plastik karena seusai perlombaan bisa dipastikan semuanya akan menghuni tong sampah. Tentu saja hal ini berbeda dengan kostumbeberapa peserta laga Piala Dunia yang menggunakan jersey “ramah lingkungan” , hasil recycle 13juta sampah botol plastik yang diolah menjadi polyester . Karena selain botol plastik tidak mengandung alumunium, tidak belepotan sisa makanan juga biaya pembuatannya ……….hmmm tinggi buangettt…………
13388810421371765644
kecuali sampah kertas plastik sabun mandi, berbagai bekas kemasan plastik ini dapat direcycle (dok. Maria Hardayanto)
1338881237267512526
bahan baku beraneka ragam sampah plastik dari TPA menghasilkan kerek dan sedotan murah (dok. Maria Hardayanto)

Tanggung jawab produsen terhadap bekas kemasan plastik dirasakan mutlak dan tidak bisa ditunda karena selain tingginya ongkos recycle juga  ada banyak kondisi miris yang disebabkan bekas kemasan, antara lain:
  • Sering terjadi “kecelakaan” di sentra pembuatan kerajinan bekas kemasan plastik. Salah satu contohnya ketika seorang “pakar” pembuat kerajinan di jalan Taman Sari Bandung mendapat pesanan tas bekas kemasan plastik dari seorang ekspatriat. Sayangnya dia tidak membuat jejaring untuk mengumpulkan bekas kemasan plastik seperti yang dilakukan penulis yaitu menampung dari ibu-ibu pengajian dan anak-anak sekolah. Sehingga tanpa berpikir panjang dia membeli sekitar 16 buah refill pewangi ukuran 900 ml, menuangkan isinya kedalam ember dan menjahit bekas kemasan plastiknya. Bagaimana nasib ribuan ml refill pewangi? Terpakai sedikit , sisanya dibuang karena wangi dan tekstur cairan pewangi telah berubah. Sang pakar telah salah mengartikan recycle bekas kemasan plastik. Maklum, orientasinya bisnis bukan pelestarian lingkungan hidup.
  • Yang lebih menyedihkan adalah apabila bekas kemasan plastik berakhir di TPA atau di sungai dan dimakan binatang. Binatang  besar (misalnya sapi) maupun kecil ( burung dan invertebrata). Binatang besar akan mengeluarkan sampah plastik bersamaan dengan kotorannya. Sedangkan binatang yang lebih kecil akan mati, tetapi fisik sang plastik tetap, tidak hancur. Hal ini berkaitan dengan hukum kekekalan materi dimana bekas kemasan plastik tidak akan berubah kecuali kita bakar. Dan ketika membakar sampah, biasanya kita membakarsampah lainnya juga. Sehingga racun dioksin dan furan akan melayang-layang terhisap siapapun. Menebarkan aroma bencana baru yaitu gangguan kesehatan mulai dari kanker hingga kematian.
Banyak pertimbangan seseorang membeli produk dalam kemasan kecil. Diantaranya karena praktis. Penjual minuman kopi dan minuman 3 in 1 menyukai produk kemasan ini karena mudah menghitung harga jualnya. Tetapi ……………..sesudah memahami njlimetnya masalah sampah bekas kemasan plastik ini, apakah kita akan tetap semena-mena membeli dan membuangnya? Semuanya tentu terserah kita, yang memiliki uang untuk membeli produk berkemasan plastik sekaligus menanggung dosa ekologisnya. Setuju? ^_^
**Maria G. Soemitro**
Sumber data:
  • Kompasiana.com
13388814241956720275
Yayasan Kontak (sub perusahaan Tetrapak) mengumpulkan kemasan dalam wadah khusus, mengolahnya menjadi atap bergaransi seumur hidup (kiri atas) dok. Yayasan Kontak

Share:

2 komentar

  1. Tulisannya inspiring banget bu...setujuuuu. Sy sklga sdg belajar bgmn hidup ramah thdp lingkungan dan diri sendiri. mkanya sy setuju skli dg tulisan ini ;) Oya, sdh lama sy mencari tempat penampungan sampah plasti/non organik di bandung, kira2 ibu punya rekomendasi? trima kasih

    BalasHapus
  2. silakan ke komunitas @sukamulyaindah (RW02 Sukagalih, kecamatan Sukajadi Bandung) follow twitternya.

    Jika sampah anorganik tersebut berlapis alumunium maka apa boleh buat kita harus merecyclenya menjadi berbagai kerajinan.

    selain komunitas @sukamulyaindah, komunitas lainnya adalah komunitas @engkang-engkang, RW 10 Cigadung Bandung.

    BalasHapus