Limbah Nuklir: High Risk dan High Cost
Penyebab utamanya karena PLTN menyisakan limbah nuklir dengan tingkat radioaktifitas yang tinggi dalam bentuk Bahan Bakar Nuklir Bekas (BBNB). Limbah nuklir ini sangat berbahaya, bahkan pada saat diambil dari teras reaktor karena sudah tidak ekonomis lagi. Tingkat bahayanya 1000 kali lebih berbahaya daripada tambang uranium dan baru dapat dinyatakan tidak berbahaya sesudah 10.000 tahun kemudian.
Hingga saat ini masalah BBNB berbahaya belum bisa diatasi dengan baik oleh para ilmuwan dan insinyur nuklir. BBNB berbahaya karena berisi produk fisi yang jumlahnya sekitar 400 radioaktif. Diantara produk fisi tersebut terdapat sekitar 13 radioisotop yang memiliki umur panjang bahkan sampai jutaan tahun. Selain itu didalamnya terdapat terdapat Pu-239 yang berbahaya yang bisa digunakan sebagai bahan baku senjata nuklir.
Teknologi closed-cycle memungkinkan BBNB didaurulang dengan cara diambil U-235 dan Pu-239 nya kemudian diproses dan diolah menjadi bahan bakar baru. Sayangnya teknologi ini tidak dapat diterapkan di Indonesia karena Indonesia telah menandatangani Non-Proliferation Treaty (NPT), suatu traktat internasional yang melarang negara-negara penandatanganan memproses Pu-239nya karena dikuatirkan akan digunakan untuk tujuan persenjataan. Negara-negara NPT hanya diperbolehkan menggunakan aplikasi nuklir untuk tujuan perdamaian dan kesejahteraan bangsa serta negara saja.
Teknologi pengelolaan BBNB yang diperbolehkan NPT adalah Once-through cycleatau open-cycle dengan dua pendekatan :
- BBNB yang diambil dari teras reaktor karena sudah tidak ekonomis lagi ( setiap 2 tahun sekali), langsung dimasukkan ke storage pool kemudian dipindah ke interim storage (istilah lainnya : Monitored Retrievable Storage/MRS) yang lebih aman dan mudah diawasi. PLTN jenis baru dapat beroperasi untuk jangka waktu 40 - 60 tahun, jadi dapat dibayangkan storage pool akan penuh terisi BBNB dalam jangka waktu 20 tahun pertama.
- BBNB disimpan di daerah lokasi penyimpanan lestari (Ultimate Repository) dimana BBNB disimpan untuk selamanya di lapisan tanah dalam dan selamanya tidak akan diambil lagi. Yucca Mountain site di Nevada, Amerika Serikat adalah contoh lokasi yang direncanakan untuk menyimpan BBNB paling tidak selama 10.000 tahun tanpa merusak lingkungan karena kebocoran radiasi. Sayangnya sampai sekarang lokasi tersebut belum mendapat persetujuan Pemerintah Amerika Serikat sebagai kuburan nuklir, karena kekuatiran bocor dan mengkontaminasi lingkungan. Bisa dibayangkan dari 400 PLTN lebih di dunia, BBNBnya sekarang menumpuk dimana-mana karena belum tahu harus diapakan.
Teknologi pengamanan untuk menyimpan BBNB di penyimpanan lestari ada dua , yaitu engineered barrier dan natural barrier.
Engineered barrier terdiri dari matrix BBNB itu sendiri, kelongsongnya dan kontainer limbah nuklir atau BBNB-nya.
Kontainer limbah nuklir yang berisi BBNB dimasukkan kedalam 400 m - 600 m di bawah tanah. Kontainer harus sanggup bertahan menjaga dan mengungkung BBNB yang terdiri dari isotop-isotop radioaktif sehingga tidak bocor , minimal selama 10.000 tahun. Kalaupun terjadi kebocoran, natural barrier yang berisi pasir, kerikil, batuan dan semen akan sangat memperlambat radiasi yang bocor ke lingkungan manusia, hewan dan tumbuhan.
Mengingat sifat BBNB yang sangat radioaktif, maka pembuatan kontainer limbah nuklir harus special dan tidak sembarangan dibuat. Faktor manusia sebagai pengelolanyapun diusahakan sesedikit mungkin. Kontainer yang paling popular adalah Multi-purpose container (MPC) yang dipakai untuk menyimpan BBNB semenjak di storage pool hingga dikirim ke penyimpanan sementara atau penyimpanan lestari.
Hanya diperlukan 1 MPC sehingga pekerjanya tidak terkena paparan radiasi BBNB.
Teknologi lain yang dapat menghabisi BBNB dengan cepat sehingga aman 100 % bagi lingkungan adalah transmutasi inti (nuclear transmutation).
Teknologi ini sudah berhasil digunakan di laboratorium namun karena biaya yang sangat tinggi sehingga tidak ekonomis dan masih jauh untuk diaplikasikan di skala industry.
Teknologi PLTN memang terus dikembangkan dan hingga generasi IV bisa dikatakan sangat aman dan tidak perlu ada kekhawatiran dalam implementasinya sebagai penyedia listrik yang handal, aman dan ekonomis.
Sebaliknya teknologi limbah nuklir harus dikembangkan karena aplikasinya belum memuaskan dan bisa menimbulkan bahaya bagi lingkungan hidup.
60 tahun yang lalu, Amerika Serikat pernah mengatakan bahwa mereka bisa dengan mudah mengatasi limbah nuklir terutama BBNB-nya. Namun nyatanya hingga saat ini, tahun 2011 AS masih dipusingkan dengan limbah nuklirnya yang menumpuk di storage pool, di interim storage atau MRS-nya.
Yudiutomo Imardjoko, ahli Nuklir dari UGM mempunyai saran untuk PLTN yang rencananya akan dibangun di Indonesia yaitu Program PLTN Berkelanjutan. Yaitu 10 PLTN pertama berdaya minimal 1000 MW (e) berjenis light water reactor atau heavy water reactor.
Selanjutnya diikuti dengan implementasi PLTN tipe Breeder reactor tanpa melalui pemrosesan ulang, tapi cukup reuse saja. Dengan pendekatan ini maka Indonesia tidak akan melanggar NPT, dilain pihak limbah nuklir yang dihasilkan breeder reactorsangat kecil radiasinya , lebih kecil dari radiasi alam (background radiation) sehingga aman dibuang ke lingkungan.
Pertanyaannya : Apakah saran diatas tidak akan melanggar ketentuan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN)? Karena salah satu ketentuan BAPETEN adalah PLTN harus menggunakan teknologi teruji (proven technology). Teknologi teruji di definisikan dengan adanya PLTN yang dijadikan referensi dan telah beroperasi selama minimal 3 tahun. Bila PLTN yang direncanakan belum ada contohnya di dunia ini maka BAPETEN berhak menolaknya.
Pertanyaan akhir : Apakah iming-iming PLTN bisa menghasilkan energy listrik dalam jumlah besar dan stabil serta tidak banyak menghasilkan gas rumah kaca seimbangdengan limbah beracun yang harus ditanggung bumi dan menjadi warisan anak cucu hingga 10.000 tahun kemudian ?
Sumber :
Ir. Yudiutomo Imardjoko M.Sc. Ph.D (pengajar FT-UGM)
Majalah Energi edisi Februari 2011
tulisan terkait :
- Hadapi Krisis Energi, Indonesia Siapkan Bauran Energi 2025
- Reaktor Nuklir Jepang Sebagai Acuan Bauran Energi Indonesia
- Mengapa Indonesia Memilih Nuklir ?
Tags:
debat ilmuwan
solusi limbah
0 komentar