Strategi Ibu Risma Dalam Mengelola Sampah Surabaya
Proses Pengolahan Sampah di Super Depo Sutorejo, Surabaya. Foto : Petrus Riski
Persoalan sampah masih menjadi
masalah serius yang dihadapi masyarakat, terutama di perkotaan seperti
Surabaya, Jawa Timur. Selain program kebersihan yang dimiliki Dinas
Kebersihan dan Pertamanan, Pemerintah Kota Surabaya mengajak peran serta
aktif masyarakat untuk mewujudkan Surabaya yang bersih dan bebas
sampah.
Salah satu upaya menekan volume sampah yang dibuang ke Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Sampah, adalah melalui pengelolaan sampah rumah
tangga oleh masyarakat secara mandiri. Masyarakat diajak untuk
memperhatikan lingkungannya, dengan memilih dan memilah sampah yang
masih dapat di daur ulang atau di manfaatkan menjadi barang bernilai.
Seperti yang terlihat di salah satu kampung di Surabaya, yakni
Jambangan. Warga di kampung Jambangan sejak sepuluh tahun terakhir
melakukan pemilahan sampah, mulai dari sampah organik, non-organik,
hingga memisahkan sampah yang masih bsia dimanfaatkan seperti sampah
botol, gelas, kemasan plastik, kertas dan kardus.
“Sejak dari tempat sampah rumah tangga, kami sudah memilah dan
menempatkannya di tempat sampah khusus. Bagi yang bisa dimanfaatkan kami
sendiri dan jual ke bank sampah di sini. Yang organik kami masukkan ke
tempat sampah takakura, jadi nanti bisa jadi pupuk,” ujar Mariati salah
seorang warga Jambangan.
Selain dapat menghasilkan uang, sampah plastik, kertas dan karton
masih dapat didaur ulang oleh industri yang membutuhkan. Bila warga
kreatif, beberapa jenis sampah dari kemasan produk dapat dibuat sebagai
barang kerajinan.
“Disini warga juga ada yang memanfaatkan kemasan plastik produk untuk
membuat tas, bungan hiasan, hingga baju dari bahan daur ulang,” lanjut
Mariati.
Dari upaya 3R (reduce, reuse, recycle) yang dilakukan warga, setiap harinya volume sampah yang dibuang ke truk pengangkut sampah jauh lebih berkurang dari sebelumnya.
Pemkot Surabaya juga melakukan berbagai upaya untuk menekan
keberadaan sampah yang terus meningkat, seiring pertumbuhan jumlah
penduduk maupun pendatang. Berbagai lomba kebersihan maupun gerakan
kebersihan terus dilakukan, untuk mengajak masyarakat aktif memerangi
masalah sampah di lingkungannya. Hasilnya Kota Surabaya mampu meraih
predikat kota Adipura Kencana pada 2014 ini.
Menurut Wisnu Wibowo dari Dinas Kebersihan Kota Surabaya, cara
pandang yang keliru, seringkali menjadikan sampah sebagai persoalan yang
sulit untuk dikendalikan. Padahal pengelolaan secara benar akan
menjadikan sampah sebagai sesuatu yang bermanfaat.
“Sampah selama ini menjadi masalah. Nah kita ajak masyarakat mulai
mengelola sampah, sehingga harapannya nanti sampah ini bukan menjadi
masalah lagi tapi bisa menjadi sahabat, dan bisa menjadi nilai yang
lebih dari masyarakat itu,” kata Wisnu.
Gerakan mengurangi sampah menurut Wisnu Wibowo, tidak hanya dilakukan
oleh warga yang tinggal di kawasan tengah kota, melainkan juga di
seluruh penjuru kota termasuk yang tinggal di kawasan bantaran sungai.
Wisnu Wibowo menuturkan, mengubah perilaku masyarakat yang masih banyak
membuang sampah ke sungai, merupakan salah satu upaya untuk mengurangi
volume sampah.
“Tujuannya juga supaya masyarakat yang tinggal di sepanjang bantaran
sungai itu perilakunya berubah, tidak lagi membuang sampah ke sungai.
Karena sampai sekarang kan masih ada masyarakat yang membuang sampah ke
sungai,” kata Wisnu.
Sementara itu Walikota Surabaya, Tri Rismaharini mengatakan kesadaran
serta komitmen masyarakat untuk ikut menjaga serta melestarikan
lingkungan, diyakini dapat membantu masyarakat yang lain untuk ikut
memelihara kebersihan lingkungan secara luas.
“Mereka itu akan terus menjaga, kalau mereka merasa bahwa ini sebuah
kebutuhan. Kalau mereka sudah komitmen terhadap ini, maka mereka tidak
akan lengah, karena ini adalah kebutuhan mereka. Mereka merasa nyaman
kalau lingkungannya bersih, mereka merasa nyaman kalau lingkungannya
indah, itu sudah suatu kebutuhan untuk mereka,” katanya.
Walikota perempuan pertama di Surabaya ini mengutarakan, melalui
pengelolaan sampah oleh masyarakat mulai dari rumah tangga dan
lingkungan sekitar, persoalan sampah akan dapat diatasi secara bijak.
Risma mengaku dengan metode 3R, volume sampah yang dibuang ke tempat
pembuangan akhir (TPA) berkurang 8 -10 persen setiap tahunnya dalam lima
tahun terakhir.
“Ya karena sampah itu dikelola oleh masyarakat sendiri, makanya
setiap tahun yang masuk ke TPA itu turun. Meski pun sebetulnya itu tidak
logis secara teori, karena penduduk Surabaya kan semakin banyak,
pendatangnya juga semakin banyak. Sebetulnya secara teori itu akan naik
volume sampahnya, tapi kenapa bisa turun karena masyarakat kelola sampah
itu,” katanya.
Meski mengakui, bahwa status Surabaya sebagai kota metropolitan
sekaligus kota perdagangan dan jasa, menjadikan Surabaya tidak dapat
terbebas sepenuhnya dari sampah. Selain sampah yang dihasilkan oleh
penduduk kota, para pendatang atau turis yang singgah di Surabaya, juga
menjadi potensi penghasil sampah.
“Kita kan kota jasa, jadi semakin banyak yang datang, dia juga bawa sampah. Ya gak bisa dibatasi karena kita kota yang hidup. Gak papa mereka datang, asal warga itu sadar, maka sampah tetap bisa ditekan,” imbuh Risma.
Sampah dari para pendatang dikelola dengan manajemen pengelolaan
sampah, serta teknologi pengolahan sampah yang dimiliki. Salah satunya
di Depo Sampah Sutorejo, hasil kerjasama dengan pihak pemerintah Jepang,
dimana sampah yang masuk ke Depo Sampah akan dipilih dan dipilah sesuai
peruntukannya. Selanjutnya sampah yang tersisa dan tidak dapat
dimanfaatkan, seminimal mungkin baru dibuang ke TPA.
“Alhamdulillah sampah kita relatif bisa tertangani, dibandingkan
dengan daerah lain, terutama yang metropolitan, sebut saja Jakarta,
Makasar dan Bandung,” ucap Risma.
Produksi sampah di Surabaya sendiri diperkirakan mencapai 1.800 ton
per hari. Namun sampah tersebut tidak semuanya dibuang ke tempat
pembuangan akhir sampah, melainkan sebagian telah diolah oleh warga
sehingga mampu dikurangi hingga 400 ton per hari.
Selain adanya rumah kompos, turunnya jumlah sampah disebabkan makin
sadarnya warga kota Pahlawan terhadap lingkungan. Target bebas sampah
yang dimaksud pemerintah lanjut Risma, merupakan kondisi dimana sampah
terkelola dengan baik, dan tidak ada lagi sampah yang tercecer atau
berserakan tidak terkelola.
Pemberlakuan Perda Pengolahan Sampah pada 2015 mendatang,
mengharuskan setiap usaha seperti restoran dan hotel tidak akan dapat
secara langsung membuang sampah ke TPA. Sampah yang dihasilkan harus
diolah terlebih dahulu, hingga menyisakan sampah yang sudah tidak dapat
diolah untuk dibuang ke TPA Benowo.
Tidak hanya itu, sampah harus dibuang sendiri ke TPA dengan
menggunakan kendaraan pengangkut sampah sendiri, bukan dengan
menggunakan truk sampah milik Pemerintah Kota Surabaya. Hal itu
dilakukan untuk menekan volume sampah yang terus meningkat.
“Semua kembali pada perilaku, dan harapan kami perilaku masyarakat
maupun pendatang dapat ikut menjaga kebersihan lingkungan di Surabaya,”
harap Wisnu Wibowo.
sumber:
http://www.mongabay.co.id/2014/10/21/mengurangi-volume-sampah-sejak-dari-rumah-tangga/
0 komentar