Si Kantong Plastik yang mengundang Kontroversi



Bertepatan dengan Hari Peduli Sampah Nasional pada tanggal 21 Februari 2016 diuji cobakan kantong plastik (keresek) berbayar. Serentak di 22 kota. Setiap pembeli di ritel modern akan mendapat 3 pilihan untuk mewadahi belanjaannya, apakah mau menggunakan kardus yang disediakan gratis, membeli tas pakai ulang atau membeli kantong plastik/keresek? Artinya kantong plastik yang biasanya diberikan gratis hingga berlembar-lembar banyaknya, harus dibeli sekitar Rp 500/lembar.
Sebelum harinya tiba, banyak kontroversi menyertai kebijakan ini diantaranya ramalan
“cobra effect” yaitu akal-akalan warga yang melihat peluang mencari nafkah dengan menjual keresek di luar pintu ritel modern. Mirip yang terjadi ketika peraturan “ 3 in 1” diterapkan di DKI Jakarta. Waktu itu untuk mengurangi kemacetan, pemda DKI Jakarta memberlakukan aturan hanya kendaraan dengan minimal 3 orang penumpang yang diperbolehkan melewati jalan-jalan tertentu. Ternyata apa yang terjadi? Muncul joki yang menawarkan jasa untuk melengkapi jumlah 3 orang. Benarkah demikian? Benarkah warga yang “kreatif” akan menjadi pengasong keresek di luar pintu masuk ritel modern?
Berbeda dengan mereka yang skeptis, saya optimis bahwa ketakutan tersebut tidak beralasan.
Karena #pay4plastic merupakan gerakan sosial bukan gerakan pemerintah. Selain itu peraturan keresek berbayar merupakan langkah awal menuju tujuan yang lebih besar yaitu Indonesia BebasSampah2020. Ada sejarah panjang penuh liku yang dilalui para sukarelawan. Demikian kisahnya:
AWAL MULA
 Bencana lautan sampah yang menimpa kota Bandung seiring longsornya tempat penimbunan sampah Leuwigajah pada 21 Februari 2005, ternyata tidak mengakibatkan perubahan yang signifikan. Sampah dalam kantong plastik bertebaran dimana-mana, memenuhi tanah-tanah kosong dan aliran sungai. Jangan ditanya di lokasi legal pembuangan sampah seperti TPS, pastinya lebih banyak lagi. Sementara seiring bertambahnya penduduk, timbulan sampah pastinya membludak juga. Dan seperti biasa, wargapun saling menyalahkan. Umumnya telunjuk mengarah ke pemerintah kota yang dianggap tidak becus dan keberadaan universitas terkenal di kota Bandung yang dipertanyakan kehadirannya. Ternyata mereka tidak tinggal diam. 
Pada tahun 2010, berbenderakan Greeneration Indonesia, sekelompok anak muda, mayoritas alumni ITB mulai memetakan masalah dan memilah solusi hingga akhirnya memutuskan bahwa yang termudah untuk dilakukan adalah meminimalisir penggunaan kantong plastik. Alasannya: 

  • Kantong plastik tidak termasuk kategori EPR (extended producer responsibility). Menurut peraturan, produsen bertanggung jawab terhadap seluruh siklus produk dan kemasan produk (EPR). Kewajiban tersebut meliputi sampah produk dan kemasannya, baik secara finansial maupun fisik. Sesuai dengan ayat 15 undang-undang 18 tahun 2008.Pasal 15; Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.Bisa dilihat disini bahwa kantong plastik yang digunakan mewadahi banyak produk, tidak masuk kategori EPR. Selain kantong plastik, produk yang tidak termasuk EPR atau tidak jelas penanggung jawabnya adalah styrofoam tempat wadah makanan dan kertas berlapis plastik warna coklat yang umumnya digunakan untuk membungkus nasi rames.  
  • Langkah termudah. Dibanding produk plastik lainnya, penghentian penggunaan kantong plastik merupakan langkah termudah. Karena kantong plastik memiliki substitusi yaitu tas pakai ulang dan kardus. Sangat berbeda dengan plastik kemasan panganan curah maupun plastik lainnya.
  • Status siaga untuk sampah kantong plastik. Setiap tahunnya, milyaran kantong plastik dibagikan pada konsumen. Sayangnya rata-rata pemakaian hanya 25 menit. Bahkan dalam perkembangannya muncul kantong plastik ‘ramah lingkungan’ yang justru membahayakan ekosistem. Silakan klik disini, untuk lebih lengkapnya. Bersama sukarelawan, Greeneration Indonesia mengimbau masyarakat agar mengubah perilaku boros kantong plastik menjadi bijak dalam penggunaannya. Kampanye ini dinamakan “Diet Kantong Plastik”. Beragam cara dilakukan dalam kampanyenya seperti ‘Rampok Keresek” yaitu “merampok” keresek yang digunakan pejalan kaki dan menggantinya dengan tas pakai ulang yang dibagikan gratis. Tentunya jangan membayangkan kata rampok disini dengan pamaksaan. Karena kampanye berlangsung menyenangkan, penuh gelak dan tawa. Tak ketinggalan monster plastik selalu menemani kampanye mereka.

KOLABORASI 
Ada quote menarik dari Mohamad Bijaksana Junerosano, President Director Greeneration Indonesia (GI) : “ kolaborasi adalah keniscayaan”, itu sebabnya GI berkolaborasi dengan Change.org, Ciliwung Institute, Earth Hour Indonesia, LeafPlus, Plastik Detox, Si Dalang ID, The Body Shop Indonesia dan sejumlah individu membentuk Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP). Kampanye bijak penggunaan kantong plastikpun menjadi lintas usia, lintas latar belakang dan lintas kota. Bukankah sebatang lidi baru terasa manfaatnya jika sudah bersatu dalam satu ikatan bernama sapu lidi?
REGULASI
Tidak hanya berkampanye, GIDKP menggalang petisi agar pemerintah peduli dan menyusun peraturan yang membatasi pemakaian kantong plastik. Petisi yang ditandatangani 20 ribu orang lebih tersebut mendapat jawaban langsung dari Siti Nurbaya Bakar, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tanggal 30 Desember 2015 yang mengeluarkan surat edaran di bawah Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (Nomor: SE-06/PSLB3-PS/2015). Surat ditujukan kepada kepala daerah dan pelaku usaha; mengenai penerapan plastik berbayar di seluruh gerai pasar modern di Indonesia. Beberapa tahun lalu, Carrefour pernah menerapkan peraturan kantong plastik berbayar, saya menulisnya disini. Sayang kebijakan tersebut tidak berlangsung lama, pembeli marah-marah, Carrefour dianggap aneh, sehingga kebiasaan pemberian kantong plastik gratispun kembali lagi. Karena itu dibutuhkan peraturan yang berlaku merata di setiap ritel modern. Kota Bandung merupakan daerah yang paling siap regulasinya, yaitu Perda nomor 17 tahun 2012 tentang pelarangan pemakaian kantong plastik. Sedangkan kota-kota lain pendukung gerakan kantong plastik, baru mulai menyusun peraturan daerahnya. Agar peraturan kantong plasti berbayar tidak menjadi kegiatan insidentil yang rawan dilupakan.
AKHIR DARI AWAL MULA
Dalam rangka HUT Jakarta, pemprov DKI Jakarta pernah mengeluarkan imbauan kepada 74 toko retail yang mengikuti Jakarta Festival Great Sale (JFGS), untuk mengurangi penggunaan kantong plastik. Selama pelaksanaan JFGS, 1-30 Juni 2013, kantong plastik diharapkan tidak dibagikan gratis, sebagai penggantinya disediakan tas belanja alternatif yang dapat digunakan kembali. Berhasil? Terlalu naïf jika mengharapkan imbauan sebulan akan berdampak secara signifikan. Kita terlalu lama dininabobokan. Pemahaman bahaya penggunaan kantong plastik secara boros, tidak serta merta membuat tergugah dan meninggalkan kebiasaan instan. Sudah menjadi ketentuan alam bahwa manusia enggan meninggalkan zona nyaman. Terlebih ada produsen kantong plastik yang merasa terancam, ajakan mengurangi penggunaan kantong plastik akan mengancam omzet penjualan produknya. Silakan hitung berapa milyar kantong plastik pertahunnya, kalikan sekitar Rp 100, maka akan didapat jumlah rupiah yang diraup. Namun tujuan baik, asalkan konsisten dilakukan pastilah mendulang hasil. Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik tidak hanya mendapat respon positif dari kementerian lingkungan hidup, tapi juga dari berbagai elemen masyarakat yang akan membuat berbagai kegiatan pada tanggal 21 Februari kelak. #Pay4plastic hanya bagian dari rangkaian kegiatan menuju #BebasSampah2020. Ini bukan sekedar hura-hura, tapi gerakan perubahan sosial yang dikemas secara menyenangkan. Karena walau banyak yang skeptis, jumlah masyarakat yang optimis tidak kurang banyaknya. Warga masyarakat yang mulai menyadari bahwa pemberian kantong plastik lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya





Jika tak ada aral melintang, bertepatan dengan Hari Peduli Sampah Nasional pada tanggal 21 Februari 2016 akan diuji cobakan kantong plastik (keresek) berbayar. Serentak di 22 kota. Setiap pembeli di ritel modern akan mendapat 3 pilihan untuk mewadahi belanjaannya, apakah mau menggunakan kardus yang disediakan gratis, membeli tas pakai ulang atau membeli kantong plastik/keresek? Artinya kantong plastik yang biasanya diberikan gratis hingga berlembar-lembar banyaknya, harus dibeli sekitar Rp 500/lembar. Belum lagi tanggal yang disepakati tiba, kompasianer Gustaaf Kusno meramalkan akan terjadi “ cobra effect” yaitu akal-akalan warga yang melihat peluang mencari nafkah dengan menjual keresek di luar pintu ritel modern. Mirip yang terjadi ketika peraturan “ 3 in 1” diterapkan di DKI Jakarta. Waktu itu untuk mengurangi kemacetan, pemda DKI Jakarta memberlakukan aturan hanya kendaraan dengan minimal 3 orang penumpang yang diperbolehkan melewati jalan-jalan tertentu. Ternyata apa yang terjadi? Muncul joki yang menawarkan jasa untuk melengkapi jumlah 3 orang. Benarkah demikian? Benarkah warga yang “kreatif” akan menjadi pengasong keresek di luar pintu masuk ritel modern? Berbeda dengan pak Gustaaf yang skeptis, saya optimis bahwa ketakutan tersebut tidak beralasan. Karena #pay4plastic merupakan gerakan sosial bukan gerakan pemerintah. Selain itu peraturan keresek berbayar merupakan langkah awal menuju tujuan yang lebih besar yaitu Indonesia BebasSampah2020. Ada sejarah panjang penuh liku yang dilalui para sukarelawan. Demikian kisahnya: AWAL MULA Bencana lautan sampah yang menimpa kota Bandung seiring longsornya tempat penimbunan sampah Leuwigajah pada 21 Februari 2005, ternyata tidak mengakibatkan perubahan yang signifikan. Sampah dalam kantong plastik bertebaran dimana-mana, memenuhi tanah-tanah kosong dan aliran sungai. Jangan ditanya di lokasi legal pembuangan sampah seperti TPS, pastinya lebih banyak lagi. Sementara seiring bertambahnya penduduk, timbulan sampah pastinya membludak juga. Dan seperti biasa, wargapun saling menyalahkan. Umumnya telunjuk mengarah ke pemerintah kota yang dianggap tidak becus dan keberadaan universitas terkenal di kota Bandung yang dipertanyakan kehadirannya. Ternyata mereka tidak tinggal diam. Pada tahun 2010, berbenderakan Greeneration Indonesia, sekelompok anak muda, mayoritas alumni ITB mulai memetakan masalah dan memilah solusi hingga akhirnya memutuskan bahwa yang termudah untuk dilakukan adalah meminimalisir penggunaan kantong plastik. Alasannya: Kantong plastik tidak termasuk kategori EPR (extended producer responsibility). Menurut peraturan, produsen bertanggung jawab terhadap seluruh siklus produk dan kemasan produk (EPR). Kewajiban tersebut meliputi sampah produk dan kemasannya, baik secara finansial maupun fisik. Sesuai dengan ayat 15 undang-undang 18 tahun 2008.Pasal 15; Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.Bisa dilihat disini bahwa kantong plastik yang digunakan mewadahi banyak produk, tidak masuk kategori EPR. Selain kantong plastik, produk yang tidak termasuk EPR atau tidak jelas penanggung jawabnya adalah styrofoam tempat wadah makanan dan kertas berlapis plastik warna coklat yang umumnya digunakan untuk membungkus nasi rames. Langkah termudah. Dibanding produk plastik lainnya, penghentian penggunaan kantong plastik merupakan langkah termudah. Karena kantong plastik memiliki substitusi yaitu tas pakai ulang dan kardus. Sangat berbeda dengan plastik kemasan panganan curah maupun plastik lainnya. Status siaga untuk sampah kantong plastik. Setiap tahunnya, milyaran kantong plastik dibagikan pada konsumen. Sayangnya rata-rata pemakaian hanya 25 menit. Bahkan dalam perkembangannya muncul kantong plastik ‘ramah lingkungan’ yang justru membahayakan ekosistem. Silakan klik disini, untuk lebih lengkapnya. Bersama sukarelawan, Greeneration Indonesia mengimbau masyarakat agar mengubah perilaku boros kantong plastik menjadi bijak dalam penggunaannya. Kampanye ini dinamakan “Diet Kantong Plastik”. Beragam cara dilakukan dalam kampanyenya seperti ‘Rampok Keresek” yaitu “merampok” keresek yang digunakan pejalan kaki dan menggantinya dengan tas pakai ulang yang dibagikan gratis. Tentunya jangan membayangkan kata rampok disini dengan pamaksaan. Karena kampanye berlangsung menyenangkan, penuh gelak dan tawa. Tak ketinggalan monster plastik selalu menemani kampanye mereka. KOLABORASI Ada quote menarik dari Mohamad Bijaksana Junerosano, President Director Greeneration Indonesia (GI) : “ kolaborasi adalah keniscayaan”, itu sebabnya GI berkolaborasi dengan Change.org, Ciliwung Institute, Earth Hour Indonesia, LeafPlus, Plastik Detox, Si Dalang ID, The Body Shop Indonesia dan sejumlah individu membentuk Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP). Kampanye bijak penggunaan kantong plastikpun menjadi lintas usia, lintas latar belakang dan lintas kota. Bukankah sebatang lidi baru terasa manfaatnya jika sudah bersatu dalam satu ikatan bernama sapu lidi? REGULASI Tidak hanya berkampanye, GIDKP menggalang petisi agar pemerintah peduli dan menyusun peraturan yang membatasi pemakaian kantong plastik. Petisi yang ditandatangani 20 ribu orang lebih tersebut mendapat jawaban langsung dari Siti Nurbaya Bakar, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tanggal 30 Desember 2015 yang mengeluarkan surat edaran di bawah Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (Nomor: SE-06/PSLB3-PS/2015). Surat ditujukan kepada kepala daerah dan pelaku usaha; mengenai penerapan plastik berbayar di seluruh gerai pasar modern di Indonesia. Beberapa tahun lalu, Carrefour pernah menerapkan peraturan kantong plastik berbayar, saya menulisnya disini. Sayang kebijakan tersebut tidak berlangsung lama, pembeli marah-marah, Carrefour dianggap aneh, sehingga kebiasaan pemberian kantong plastik gratispun kembali lagi. Karena itu dibutuhkan peraturan yang berlaku merata di setiap ritel modern. Kota Bandung merupakan daerah yang paling siap regulasinya, yaitu Perda nomor 17 tahun 2012 tentang pelarangan pemakaian kantong plastik. Sedangkan kota-kota lain pendukung gerakan kantong plastik, baru mulai menyusun peraturan daerahnya. Agar peraturan kantong plasti berbayar tidak menjadi kegiatan insidentil yang rawan dilupakan. AKHIR DARI AWAL MULA Dalam rangka HUT Jakarta, pemprov DKI Jakarta pernah mengeluarkan imbauan kepada 74 toko retail yang mengikuti Jakarta Festival Great Sale (JFGS), untuk mengurangi penggunaan kantong plastik. Selama pelaksanaan JFGS, 1-30 Juni 2013, kantong plastik diharapkan tidak dibagikan gratis, sebagai penggantinya disediakan tas belanja alternatif yang dapat digunakan kembali. Berhasil? Terlalu naïf jika mengharapkan imbauan sebulan akan berdampak secara signifikan. Kita terlalu lama dininabobokan. Pemahaman bahaya penggunaan kantong plastik secara boros, tidak serta merta membuat tergugah dan meninggalkan kebiasaan instan. Sudah menjadi ketentuan alam bahwa manusia enggan meninggalkan zona nyaman. Terlebih ada produsen kantong plastik yang merasa terancam, ajakan mengurangi penggunaan kantong plastik akan mengancam omzet penjualan produknya. Silakan hitung berapa milyar kantong plastik pertahunnya, kalikan sekitar Rp 100, maka akan didapat jumlah rupiah yang diraup. Namun tujuan baik, asalkan konsisten dilakukan pastilah mendulang hasil. Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik tidak hanya mendapat respon positif dari kementerian lingkungan hidup, tapi juga dari berbagai elemen masyarakat yang akan membuat berbagai kegiatan pada tanggal 21 Februari kelak. #Pay4plastic hanya bagian dari rangkaian kegiatan menuju #BebasSampah2020. Ini bukan sekedar hura-hura, tapi gerakan perubahan sosial yang dikemas secara menyenangkan. Karena walau banyak yang skeptis, jumlah masyarakat yang optimis tidak kurang banyaknya. Warga masyarakat yang mulai menyadari bahwa pemberian kantong plastik lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mariahardayanto/akankah-keresek-berbayar-berbalik-menjadi-bumerang_56a52ca680afbd8e0be4a9b2

Share:

0 komentar