Biodegradable Bag, Si Kantong Plastik Berbahan Baku Singkong
Apa pentingnya kita mengetahui tentang biodegradable bag dan oxobag (tulisan terdahulu) ?
Jawabnya adalah karena produk produk tersebut sekarang sudah berada disekeliling kita. Tanpa iklan, tanpa pemberitahuan.
Produsen plastiklah yang aktif mencari inovasi inovasi terbaru untuk memanjakan kebutuhan konsumen. Karena mereka sudah tahu ada artikel artikel tak terbantahkan tentang pentingnya mengurangi konsumsi kantung plastik. Mereka tahu bahwa kantung plastik dituding menjadi salah satu penyebab banjir, mengandung racun, baru akan terurai ratusan tahun kemudian bla,bla,bla……..
Pengurangan bahkan penghentian pemakaian kantung plastik akan mengancam guyuran uang hasil keuntungan yang biasa diterima produsen plastik. Karena sesuai prinsip arus materi yang mereka pahami, semakin tinggi tingkat eksploitasi sumber daya alam yang disebabkan semakin banyaknya produk menjadi usang dan dibuang konsumen akan mempercepat perputaran uang dan semakin banyak pula keuntungan yang diraup produsen.
Menyikapi fenomena peduli lingkungan yang dikhawatirkan membuat konsumen mengurangi pemakaian kantung plastik dan berubah ke tas reusable , produsen plastik meluncurkan oxobag dan biodegradable bag.
Salah satu merk biodegradable bag adalah Ecoplast (tercetak pada covernya lengkap dengan semua keterangan keunggulan keunggulan yang menyertai).
Biodegradable bag terdiri dari 80 % biji plastik dan 20 % tepung tapioka. Jadi tepung tapioka/singkongnya hanya 20 % sedangkan di negara Barack Obama sana menggunakan tepung jagung. Itupun hanya 20 %.
Apa keunggulannya ? Lagi lagi hanya menitik beratkan pada proses degradasinya. Tetapi berbeda dengan oxobag yang baru akan terurai di TPA (Tempat Pembuangan sampah Akhir)dalam kurun waktu 24-36 bulan, biodegradable bag atau kantung plastik singkong ini akan terurai di TPA hanya dalam waktu 10 minggu atau 2 setengah bulan saja.
Horeeee selesai masalah sampah !!! Bayangin hanya 10 minggu ? dan bukan berabad abad seperti yang menjadi perbincangan di seminar seminar.
Wah nampaknya ini ide brillian, menjadikan singkong sebagai bahan baku kantung plastik. Bukankah masih banyak tanah kosong di Indonesia ? Masih banyak pengangguran yang bisa menjadi petani singkong sehingga mereka tidak perlu urban dan membuat kota besar menjadi padat !
Sayang permasalahan tidak semudah itu selesai, bukannya mau menambah ribet, tapi mari kita lihat dapatkah kita merealisasi ide brillian itu ?
1. Nampaknya kemungkinan membuka lapangan kerja bagi 9.25 juta pengangguran, harus kita kesampingkan sebelum kebijaksanaan pemerintah benar benar sudah pro petani. Diantara kesulitan yang mungkin timbul adalah sikap setengah hati pemerintah menjembatani kebutuhan produsen dan petani.
2. Eksploitasi lahan dikhawatirkan akan menimbulkan kisah mirip alih fungsi hutan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Karena hutan sebagai paru paru dunia tidak dapat diganti dengan perkebunan apapun, ada ekosistem yang hilang, ada output oksigen yang tak tergantikan oleh pekebunan bahkan kekayaan air tanahpun terancam tidak dapat tersimpan baik.
3. Kantung plastik yang terbuat dari singkong lebih tebal dibandingkan kantung plastik pada umumnya, harganya pun lebih mahal 5 kali lipat (tergantung ukuran dan ketebalannya). Sehingga pihak retail (umumnya supermarket) keberatan, dilain pihak produsen lebih suka menjual produk murah dalam jumlah besar karena yang diisasar adalah pasar kantung plastik secara keseluruhan termasuk pasar tradisional.
4. Jangan lupa bahwa penggunaan ekstrak singkong hanya 20 % (menambah jumlahnya hanya akan membuat kantung plastik bertambah tebal), 80 %nya adalah biji plastik yang terbuat dari minyak bumi, sumber daya alam tak terbarukan yang dianjurkan hanya digunakan untuk memproduksi produk tahan lama.
5. Jadi mau sebiodegradable apapun dan tidak mencemari bagaimanapun selama membuat orang masih boros sampah, tetap akan menimbulkan persoalan sampah. Ini penting apalagi di tengah bumi sekarang yang sudah diambang batas kehabisan sumber daya alam dan kelebihan sampah.
Berdasarkan uraian diatas, jelaslah inovasi pengganti kantung plastik yang selama ini kita kenal bukan solusi terbaik , walaupun bukan berarti juga suatu kesia siaan. Karena kantung plastik dari singkong mempunyai masa degradasi yang lebih singkat ( 10 minggu) maka kebijaksanaan menggunakannya dapat dipertimbangkan dengan win win solution, yaitu konsumen diwajibkan membeli setiap kantung plastik yang digunakannya. Tidak ada pemberian kantung plastik gratis lagi. Sehingga diharapkan konsumen mau menggunakan ulang (reuse) setiap kantung plastiknya. Dan penjual (retail) tidak menanggung biaya pembelian kantung plastik yang terlalu tinggi sendirian.
Peraturan Daerah (Perda) pun sebaiknya mengatur :
1. Pemberian insentif bagi pengurangan kantung plastik dan disinsentif untuk penggunaan kantung plastik.
2. Penetapan kewajiban bagi yang menghasilkan dan menggunakan kantung plastik.
3. Penetapan cara dan siapa penanggung jawab pengelolaan kantung plastik yang masih dihasilkan khususnya menyangkut biaya pengelolaannya.
Lho kok jadi rumit ? Sebetulnya bukan memperumit masalah tapi memang seharusnya kita menyadari bahwa sampah yang kita hasilkan sekarang bukan hanya sampah organik, sampah yang mudah terdegradasi oleh alam tetapi juga sampah anorganik, sampah yang tidak dikehendaki bumi karena umumnya mengandung racun …………………
1 komentar
keren ,
BalasHapus