Bahayanya Styrofoam Hok-Ben yang Dinyatakan Ramah Lingkungan
paket hemat Hoka Hoka Bento, mmm... maknyusss |
Mungkin tidak banyak yang menyangka bahwa resto cepat saji ala Jepang, Hoka Hoka Bento yang pernah dinyatakan syubhat (meragukan) oleh MUI ternyata pemiliknya adalah warganegara Indonesia yaitu Hendra Arifin. Di tahun 1985, Hendra Arifin melakukan studi banding ke Jepang kemudian membeli izin untuk menggunakan merek dan technical assistance Hoka Hoka Bento di Indonesia.
Sekarang hak cipta atas merek Hoka-Hoka Bento sudah dimiliki PT Eka Bogainti dan direktur operasionalpun sudah ditangani generasi kedua yaitu, Paulus Arifin.
Tidak dapat dipungkiri bahwa rasa makanan Hoka Hoka Bento sudah disesuaikan dengan lidah Indonesia sehingga disukai oleh lintas usia dan disajikan pada lintas peristiwa. Kotak-kotak makanan Hoka Hoka Bento dengan mudah kita temui di acara buka puasa bersama, rapat atau di setiap acara makan bersama yang membutuhkan makanan cepat saji dengan rasa makanan disukai hampir di semua kalangan dan harganyapun terjangkau.
Kekurangannya hanya satu tapi fatal. Yaitu kemasan makanan yang terbuat dari styrofoam. Kekurangan yang terpaksa harus dimaklumi karena sosialisasi Bahaya Kemasan Styrofoam hampir tidak pernah dilakukan. Bahkan dalam beberapa kali pertemuan penulis dengan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat, mereka menjamu tamunya dengan Hoka-Hoka Bento berkemasan styrofoam tersebut. Wah...wah......
kemasan makanan Hoka-Hoka Bento terbuat dari polystyrene |
Seperti kita ketahui styrofoam atau polystyrene (PS) merupakan produk dari minyak bumi yang hanya diperbolehkan sekali pakai dan sebaiknya dihindari. Karena riset terkini membuktikan wadah
Styrofoam mengandung dioctyl phthalate (DOP) yang menyimpan zat benzen,
suatu larutan kimia yang sulit dilumat oleh sistem percernaan. Benzen
ini juga tidak bisa dikeluarkan melalui feses (kotoran) atau urine (air
kencing). Akibatnya, zat ini semakin lama semakin menumpuk dan terbalut
lemak. Inilah yang bisa memicu munculnya penyakit kanker.
Pada beberapa kasus, benzana bahkan bisa mengakibatkan hilang kesadaran dan kematian. Saat benzana termakan, dia akan masuk ke sel-sel darah dan lama-kelamaan akan merusak sumsum tulang belakang. Akibatnya produksi sel darah merah berkurang dan timbullah penyakit anemia.
Penggunaan wadah styrofoam di Amerika Serikat, khususnya di Oregon dan California sudah dilarang karena Enviromental Protection Agency (EPA) mengklasifikasi styrofoam atau polystyrene sebagai karsinogen manusia. Sedangkan Earth Resourch Foundation menyebutkan bahwa produk busa polystyrene mengeluarkan lindi bahan kimia beracun yang dapat
mengakibatkan iritasi pada kulit, mata, saluran pernafasan bagian atas
dan efek gastrointestinal. Selain itu, paparan kronis polystyrene dapat
mempengaruhi system syaraf pusat yang ditunjukkan gejala seperti
depresi, sakit kepala, kelelahan, kelemahan dan dapat menyebabkan efek
minor pada fungsi ginjal dan darah.
The Enviromental Justice Network (EJN) menyatakan pada websitesnya bahwa produsen sudah mengabaikan alternative pilihan pengganti styrofoam. Hal tersebut dapat dimaklumi karena dalam bisnis pangan selain murah, styrofoam juga mampu mencegah kebocoran dan tetap mempertahankan bentuknya saat dipegang. Kelebihan lainnya, styrofoam mampu mempertahankan panas dan dingin tetapi tetap nyaman dipegang. Bentuknya yang ringan menjadikan styrofoam mudah dibawa. Makanan yang disimpan di sana tetap segar dan utuh.
Berita terakhir yang dirilis Hoka Hoka Bento, mereka akan mengganti kemasan makanannya menjadi kemasan makanan ramah lingkungan. Sayangnya kemasan pengganti tersebut hanya mencampur polystyren dengan zat aditif yang oleh produsennya diberi merek oxium, sehingga dalam waktu 2- 3 tahun kemasan styrofoam itu akan menjadi serpihan akibat suhu, sinar UV dan faktor lain di TPA.
Produsen Hoka Hoka Bento rupanya hanya terfokus pada masalah sampah di TPA, tapi melupakan faktor lain yaitu :
- Apabila polystyren masih digunakan sebagai bahan utama kemasannya, maka resiko makanan terkontaminasi tetap ada (sesuai uraian diatas). Karena zat campuran zat aditif untuk penghancur plastik hanya berkisar 2-3 %, tergantung kesepakatan produsen dan konsumen yang berimbas pada harga kemasan.
- Tidak semua bekas kemasan berakhir ke TPA. Sebagai contoh, dari total volume sampah Kota Bandung sebanyak 7.500 m3 hanya terangkut ke TPA sebanyak 1.500 m3. Karena armada yang dimiliki PD Kebersihan Kota Bandung hanya semampu itu. Apakah kota-kota besar lain di Indonesia mampu mengangkut semua sampah ke TPA? Indikatornya mudah : Apakah sungai yang mengalir di kota tersebut sudah bebas dari sampah ? Apakah sudah tidak ada lagi orang yang membakar sampah di kota tersebut ? Kalau jawabannya : masih ada, berarti kita tidak usah repot bertanya pada Mr Google, karena data yang diberikan PD Kebersihan biasanya tidak akurat. Sisa sampah styrofoam lainnya akan menyumbat sungai, selokan dan mengakibatkan banjir mengingat styrofoam tidak dapat hancur dialam. Penghancuran styrofoam hanya mengakibatkan serpihan-serpihan kecil tetapi keberadaannya tetap ada. (Si Styrofoam yang tetap eksis ^_^).
- Hingga kini belum ada teknologi pendaur ulang Polystyrene menjadi biji Polystyrene. Keberadaannya tidak hanya sulit terdegradasi tapi hanya dapat hancur dengan cara dibakar. Sedangkan pembakaran polystrene berpotensi menyebarkan racun styrene ke mahluk hidup apapun yang menghirupnya.
Jadi gimana dong ? Pingin makan makanan Hok-Ben tanpa meracuni alam dan tubuh sendiri (khususnya tubuh anak-anak kita, hiiiiiiii.......serem !).
Styrofoam atau polystyrene sebaiknya dihindari. Karena dari 7 klasifikasi kemasan plastik, ada 3 item yang sebaiknya dihindari, yaitu : nomor 3 PVC (polyvinyl chloride) , nomor 6 PS (Polystyrene) dan nomor 7 (Other ). Hal tersebut terindikasi dari logonya yang berwarna merah, artinya masih ada 4 pilihan yang bisa diambil sebagai kemasan makanan. Contohnya kemasan makanan dibawah ini :
Styrofoam atau polystyrene sebaiknya dihindari. Karena dari 7 klasifikasi kemasan plastik, ada 3 item yang sebaiknya dihindari, yaitu : nomor 3 PVC (polyvinyl chloride) , nomor 6 PS (Polystyrene) dan nomor 7 (Other ). Hal tersebut terindikasi dari logonya yang berwarna merah, artinya masih ada 4 pilihan yang bisa diambil sebagai kemasan makanan. Contohnya kemasan makanan dibawah ini :
food grade PP plastic |
food grade HDPE plastic |
Begitu banyak pilihan plastic selain polystyrene untuk kemasan makanan, misalnya platik nomor 5 : PP (polypropylene) yang merupakan pilihan plastik teraman untuk kemasan makanan atau paling tidak nomor 2 : HDPE (high density polyethylene) , karena mempunyai kemampuan untuk mencegah reaksi kimia antara kemasan plastik dengan makanan yang dikemas. Memang sih warnanya tidak secantik polystyrene yang seputih salju, tetapi apa artinya cantik kalau ternyata meracuni. Selain itu kita mau beli makanannya atau kemasannya ?
Amerika Serikat sudah menambah zat aditif pada kemasan PPnya dengan jagung sedangkan Indonesia dengan tapioka (singkong), ini yang paling mungkin karena kemasan makanan sebaiknya terbuat dari bahan organik. Kalaupun menggunakan bahan anorganik, makanan tersebut dapat dialas daun pisang. Selain mengurangi resiko tercemar zat kimia, penggunaan daun pisang juga akan menumbuhkan semangat pak tani untuk menanam pisang batu/pisang klutuk. Jenis daun pisang klutuk yang lentur, tidak mudah sobek dan berbau harum memang paling tepat digunakan untuk membungkus nasi timbel atau lemper ayam yang mmmmmmm .....enak banget itu. Harganyapun murah, hanya Rp 500 untuk 2 kompet atau 2 pelepah atau 4 lembar panjang di pasar. Harga di tingkat petani tentunya jauh lebih murah.
Dengan perkiraan omzet Rp 240 juta per hari yang didapat dari 134 outlet, rasanya Hoka Hoka Bento harus mulai mempertimbangkan dampak kesehatan konsumennya. Bukankah konsumen yang sehat berdampak positif bagi kelanggengan usaha Hoka Hoka Bento ?
Sumber data :
0 komentar