• Home
  • Download
    • Premium Version
    • Free Version
    • Downloadable
    • Link Url
      • Example Menu
      • Example Menu 1
  • Social
    • Facebook
    • Twitter
    • Googleplus
  • Features
    • Lifestyle
    • Sports Group
      • Category 1
      • Category 2
      • Category 3
      • Category 4
      • Category 5
    • Sub Menu 3
    • Sub Menu 4
  • Entertainment
  • Travel
  • Contact Us

About Me



Haloooo, saya Maria G Soemitro, seorang ambu (ibu = Bahasa Sunda) dengan 4 orang anak.
Blog ini didedikasikan khusus untuk berbagi perihal sampah. Mengenai saya selengkapnya ada disini Saya bisa dihubungi di ambu_langit@yahoo.com




Bandung Zero Waste

Gaya Hidup Nol Sampah untuk Wujudkan Indonesia Bebas Sampah






Aduh apa yang dimaksud dengan green shopping? Itu lho belanja ramah lingkungan. Banyak istilah dalam gerakan lingkungan hidup yang terdengar agak janggal jika diterjemahkan, misalnya zero waste = nol sampah, green life style = perilaku ramah lingkungan.

Nah, green shopping atau belanja ramah lingkungan ternyata bisa mewujudkan cita-cita hidup nyaman di hari tua.  Awalnya sih merujuk nasehat perencana keuangan Safir Senduk yang menjadi pembicara dalam acara “Yuk, Kelola Keuangan Dengan Bijak” yang diadakan Sun Life Financial.  Safir Senduk  memaparkan konsep ploting pengeluaran yaitu 50 % biaya hidup, 30 % cicilan utang, 10 % tabungan dan investasi serta 10 % premi asuransi.

Masalahnya kita suka terlena mengeluarkan banyak uang  di awal bulan dan mulai  “seret” di minggu  ketiga. Penggunaan anggaran  melebihi 50 % dari total penghasilan yang ditetapkan,  sehingga terpaksa mengorbankan pos anggaran lain. Padahal semua sama pentingnya lho.

Ada 2 cara menyiasati agar tidak terjadi kebocoran, yaitu (1) menambah uang masuk atau (2) mengirit. Siapa sih yang ngga mau penghasilan tambahan? Tapi jika tidak berhasil gimana? Ya kita harus mengirit dengan cara green shopping atau belanja ramah lingkungan.

Patokan belanja ramah lingkungan adalah  3 R atau Reduce, Reuse, Recycle. Bisa  diterjemahkan sebagai Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan ulang) dan Recycle (mendaur ulang ). Sebetulnya ada R yang lain, tapiiii ….., lebih baik kita fokus pada 3 R ini saja ya?  agar tidak  riweuh*. :)

Apa saja kiat-kiat  belanja 3 R tersebut? Ini dia ……

Catatan. Sebelum mulai berbelanja kita harus  mencatat dengan teliti apa yang kita butuhkan dan mengkalkulasi total pengeluaran. Tujuannya agar kita membawa uang secukupnya dan ngga beli yang aneh-aneh. Lihat barang sale, beli. Lihat shampoo beli 2 gratis 1, beli juga. Padahal kita tahu bahwa sampo tersebut bikin gatal kulit kepala atau apalah, yang jelas ngga cocok. Akhirnya? Diserah -terimakanlah sampo tersebut pada asisten rumah tangga. Ya kalo dia cocok? Kalo ngga? Nyampah deh kita. Buang uang yang lumayan banyak. Sayang, kan?


Tas pakai ulang. Jangan lupa bawa tas pakai  ulang untuk  menyimpan barang belanjaan. Karena umumnya kantong plastik (keresek) belanja hanya akan berakhir di tong sampah. Nampaknya remeh ya kantong plastik? Ah, cuma 1- 2 lembar, apa salahnya? Bayangin  jika 250 juta rakyat Indonesia berpikiran sama, maka akan ada 250-500  juta lembar kantong plastik setiap harinya.  Dan  jangan terkecoh tas ramah lingkungan yang konon dalam beberapa bulan akan hencur karena sebetulnya hanya menjadi serpihan-serpihan plastik yang melayang-layang di udara. Kecil banget bentuknya, tapi tetap ada.  


Kardus. Jika tidak membawa tas pakai ulang, kita bisa memilih kardus untuk membawa hasil belanja. Kardus tidak hanya bisa digunakan ulang,  dijualpun bisa lho. 
Kemasan. Pilih kemasan yang bisa digunakan ulang  dan atau bisa direcycle. Misalnya kemasan body cream ini, sesudah isinya habis bisa digunakan untuk peniti, jarum pentul atau perhiasan. 

Untuk makanan pilih botol kaca yang bisa digunakan ulang atau dihias menjadi pajangan seindah ini.



Kemasan tetrapak  tidak bisa didaurulang. Sebaiknya pilih kemasan kaleng yang bisa didermakan pada pemulung atau kita setorkan pada bank sampah.


Sering membeli sayuran atau buah-buahan dalam styrofoam? Bagaimana jika kita pindahkan ke kantong plastik yang biasanya disediakan dalam bentuk gulungan? Styrofoam kita tinggalkan sebagai bentuk  penolakan akan bertambahnya sampah yang tidak bisa hancur. Lihat deh tumpukan sampah di sungai dan selokan. Banyak sekali sampah styrofoam bukan? Selain tidak bisa hancur di alam, styrofoam juga tidak bisa didaur-ulang.  Satu-satunya cara melenyapkan styrofoam ya hanya dengan dibakar.

Untuk menyiapkan masa depan yang lebih baik , kita harus bijak dalam mengelola keuangan. Hanya mengeluarkan uang sesuai kebutuhan,  bukan  atas dasar keinginan.  Finish - pun  berhasil dicapai dengan selamat,  tidak  ngos-ngosan akibat kehabisan uang di tengah bulan. 


Tetapi apakah  hidup berkecukupan materi akan nyaman jika lingkungan hidup kumuh,  sampah teronggok dimana-mana? Jawabnya pasti tidak.
 Terlebih jika kita bisa  berkontribusi dengan  green shopping atau belanja ramah lingkungan yang ternyata berkorelasi mampu mengurangi sampah.
Dannnnn……, ada yang menarik, yaitu:

  • Belanja ramah lingkungan  =  menambah penghasilan. Ngga percaya? Coba deh kumpulkan kardus sisa tempat belanja, botol kaca bekas,  kaleng bekas minuman, semuanya bernilai rupiah kan?  Lumayan lho jika dijual ke  tukang rongsokan atau sebagai setoran ke bank sampah. Asyik kan?

  • Semakin boros berbelanja, semakin banyak pula sampah yang dihasilkan. Membeli barang kan berarti  bersiap menghasilkan sampah. Jika sampah  berasal dari barang yang kita butuhkan sih ya sudah seharusnya. Tapi bagaimana dengan sampah gara-gara salah beli? Atau beli barang karena lapar mata?   Kesel ngga sih? Uang habis, eh belanjaan berakhir di tong sampah. :) 

Akhir kata, belanja ramah lingkungan merupakan  salah satu cara untuk mencapai  masa depan yang lebih baik. Tidak hanya masa depan kita sendiri tapi juga alam semesta. Bumi hanya satu, tidak dapat berkembang, apalagi beranak ^_^ ....
sehingga daya dukungnya terbatas, ada titik kulminasi bumi tidak mampu menampung sampah yang kita hasilkan.
Jadi, yuk kita jaga dengan minimalisir sampah. Demi terwujudnya kehidupan bumi yang berkelanjutan dan masa depan cerah yang kita harapkan.

Catatan:
Riweuh* = kesulitan


Sumber gambar :
Greenway.org
Greenbags.com
arfny.com 
Meerakatja Glass Art Painting






Wrote by Maria G Soemitro


“Yang ini menunjukkan bahwa gas dari BSO terisi sedangkan yang itu menunjukkan gas yang berasal dari wc atau kotoran manusia”, kata pak Andre sambil menunjukkan dua lajur pipa putih yang menempel di tembok di atas kompor dan menampakkan isinya yang berwarna biru sedang bergerak-gerak naik turun. Pipa berisi gas tersebut mengingatkan saya pada tensimeter ketika sedang menuju keseimbangan.
“Apa artinya BSO sih pak?”
“Biodigester Sampah OrganiK”

“Ooooo”, bak koor serempak kami menjawab. Hari itu saya dan 4 ibu-ibu anggota komunitas Kendal Gede Kreatif mengunjungi bengkel pak Andre, seorang praktisi biodigester. Mungkin istilah bengkel terlalu kecil karena di tanah 4 Ha di jalan Sukawangi Kampung Nyingkir, pak Andre membangun 3 area usaha yang nampak berbeda tapi saling terkait. Di bagian kanan tampak deretan kamar mandi dan kakus (WC) tempat kotoran manusia ditampung dan dialirkan gasnya ke dapur yang saya lihat tadi. Hanya di area tengahlah bengkel sesungguhnya juga kantor dan ruang-ruang pertemuan yang asri. Sedangkan di area kanan terdapat deretan bangunan beratap ijuk yang menurut pak Andre direncanakan untuk pabrik tahu. Tentunya gas limbah tahu dapat digunakan sebagai bahan baku memasak. Menakjubkan, percobaan berbagai energi terbarukan yang keren di kawasan Bandung Utara.

Sebelumnya, saya hanya mendengar bahwa kotoran manusia bisa menjadi gas untuk memasak, juga sampah organik seperti kotoran ternak, sayuran bekas memasak atau sisa makanan dan beragam sampah organik lainnya: daun, rumput dan lain-lain. Tetapi baru kali itulah saya berkesempatan melihat sendiri prosesnya dan hasil akhirnya yaitu api biru tak ubahnya gas elpiji yang kita gunakan sehari –hari.
Prosesnya gampang-gampang susah. Gampang karena sebetulnya itu proses alami. Susah karena kita terbiasa gaya hidup instan, terbiasa menikmati hasil pembelian barang tanpa peduli prosesnya. Asalkan punya uang ya tinggal beli dan langsung nikmati hasilnya.
Proses penggunaan biodigester tidak sesederhana itu. sampah organik yang dimasukkan ke dalam instalasi harus diendapkan kurang lebih sebulan-2 bulan lamanya. Waduh, serentak kami ber-5 protes. Walau jika dipikir iya juga sih, proses mengompos sampah organik kan membutuhkan waktu selama itu juga? Masa sekarang ingin memasukkan sampah dan besok sudah menjadi gas siap pakai? Emangnya sulap?

Namun demikian jika tangki biodigester ini telah siap, maka setiap hari akan menghasilkan gas methan, bahan baku memasak. Asalkan rajin mengisi nya dengan sampah organik. Justru di awal masa penggunaan, kita belajar memisah sampah agar tidak ada plastik masuk tabung biodigester. Karena setelah terbiasa memisah sampah, rasanya kok gimana gitu jika harus menyampur sampah lagi. Akhirnya yang terpenting kebiasaan harus berubah ya?
Berapa jumlah sampah yang diperlukan perharinya? Tidak ada patokan, natural aja seperti kebiasaan sehari-hari, jangan maksa-maksain, tapi juga jangan malas. Lebih baik sedikit tapi sering (setiap hari) daripada langsung banyak misalnya seminggu sekali karena tidak hanya hasilnya tidak sempurna tapi juga menimbulkan bau yang membuat orang malas mengoperasikan bioigester lagi.


Pak Andre menerangkan bahwa sebetulnya kandungan air dalam sampah organik kita sangat tinggi, mencapai 90 %, ditambah air yang diguyurkan kedalam tangki sesudah memasukkan sampah dapur maka proses yang terjadi  dalam biodigester menjadi lancar hingga hasil akhir wes ewes bablas sesuai peruntukannya.
Saya membayangkan didalam biodigester itu ada mikroba yang membutuhkan makanan dan mengeluarkan gas serta cairan setelahnya, gas itulah yang ditangkap kemudian masuk pipa khusus untuk dialirkan ke dapur sedangkan cairan yang dinamakan slurry akan keluar ke dalam wadah khusus. Slurry ini menjadi pupuk organik yang kaya gizi bagi tanaman. Tak heran sayuran di sekitar lokasi nampak subur, ada terong, seledri, bawang putih, bit dan masih banyak lagi.



 Di dekat ruang pertemuan tampak vertiminaponik yaitu pembudidayaan ikan sekaligus tanaman sayuran. Terlihat instalasi dimana satu wadah berisi lele, sisa pangan lele dan kotoran lainnya dialirkan menuju talang-talang hidroponik untuk memberi nutrisi sayuran. Sehingga sayuran tidak membutuhkan pupuk AB mix seperti umumnya hidroponik. Menyenangkan bukan rangkaian eksperimen yang dilakukan pak Andre ini.

Pada tahun 2015, Kota Bandung mendapat hibah 100 biodigester dari pengusaha Arifin Panigoro, tahun berikutnya sekitar 1000 biodigester konon akan dibagikan ke masyarakat. Andaikan berhasil , 50 % sampah Kota Bandung bakal teratasi karena sekitar itulah jumlah sampah organik. Tentunya dengan syarat penggunanya paham bahwa pengoperasian biodigester tidak sama dengan elpiji. Manfaat utamanya bukan gas tapi rumah yang bersih dari sampah dan eratnya silaturahmi karena anggota masyarakat bertemu dan saling berbagi. Adanya gas sebagai bahan baku memasak hanyalah bonus terlebih gas yang dihasilkan hanya cukup untuk memasak selama 1-2 jam. Tergantung kapasitas biodigester. *Maria G Soemitro*



Wrote by Maria G Soemitro





Untuk mengakhiri  tugas sebagai surveyor bebassampahID, saya berharap bisa menemukan titik lokasi pengomposan dan bank sampah. Tapi ternyata susah banget menemukan, seolah mengamini kesimpulan awal saya bahwa kedua titik lokasi tersebut kurang peminat. Mungkin stigma sampah hanyalah barang kotor, menjijikkan yang harus dibuang jauh-jauh, membuat pengelola sampah mengalami resistansi cukup berat.

Beberapa waktu lalu, saya bekerja sama dengan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) untuk mengedukasi agar mereka belajar memilah sampah dan membawa sampah anorganiknya untuk ditabung. Tentu saja targetnya bukan berlomba-lomba nyampah tapi mengajak mereka konsisten memisah sampah sejak dari awal sampah itu dihasilkan. Anak yang paling rajin akan mendapat penghargaan sebagai Juara Peduli Lingkungan. Dan bisa diduga, halangan  awal adalah anak-anak merasa malu membawa sampah anorganik ke sekolah. Takut dicemooh.

Nah, bagaimana mau menyelesaikan masalah sampah jika orang tua serta anak-anak enggan bersentuhan dengan sampah anorganik? Bagaimana  lingkungan mau bersih jika ngga peduli sampah? 


Berkaitan dengan kepedulian akan sampah anorganik, ada data sampah anorganik yang spesifik yang berasal dari telepon genggam/telepon seluler. Menurut data Dirjen Postel, dalam periode 2006-2010 pertumbuhan rata-rata per tahun pengguna seluler di Indonesia adalah 31,9% per tahun. Hingga akhir 2010  jumlah pelanggan selular mencapai 211 juta. 

Ada barang pasti ada sampah (e- waste) dan  pengelolaan sampah ponsel  hingga kini belum ada tindakan yang tegas. Walaupun Undang-undang pengelolaan sampah nomor 18 tahun 2008 dengan jelas menetapkan bahwa produsenlah yang bertanggung jawab pada limbah produksinya, karena telepon genggam mengandung tembaga serta berbagai bahan lain yang mengandung racun.

Indonesia, sebagai salah satu negara yang mengalami peningkatan penjualan komputer tertinggi di dunia, nampaknya sudah harus memiliki standar sendiri untuk mengatasi urusan limbah beracun akibat e-waste ini. Beberapa negara Asia, sudah menetapkan batas masuknya produk elektronik yang menghasilkan limbah beracun. Standar ini mengadopsi dari peraturan Uni Eropa bernama RoHS (Restriction of Hazardous Substance) yang disepakati sejak Februari 2003 silam.
Dalam peraturan RoHS ini, enam substansi yang dibatasi penggunaannya dalam berbagai produk elektronik karena dinilai berbahaya adalah: Timbal (Pb), Air Raksa (Hg), Kadmium (Ca), Krom Heksavalen (Cr6+) Polybrominated biphenyls (PBB), Polybrominated diphenyl eter (PBDE).
Negara-negara lain selain kelompok Uni Eropa banyak yang sudah menetapkan batasan RoHS mereka sendiri, misalnya Cina, Korea Selatan dan lain sebagainya. Setiap produsen wajib mencantumkan nilai kandungan enam substansi berbahaya tersebut dalam setiap produk elektronik mereka dan wajib untuk diberitahukan kepada konsumen.
Lalu apa yang bisa dilakukan oleh konsumen? Setidaknya ada tiga hal yang bisa dilakukan.

  • Mengembalikan sampah produk (sampah elektronik/e-waste) kepada produsennya. 
  • Jagalah keawetan perangkat elektronik. Semakin banyak produk yang bisa diperpanjang usianya maka jumlah sampah elektronik akaan berkurang. 
  •  Tekanan terhadap pemerintah untuk segera menyelesaikan masalah teknis pembuangan sampah elektronik .


Berkaitan dengan keawetan produk elektronik khususnya telepon genggam atau telepon seluler, beberapa waktu lalu saya ke pusat jual beli telepon seluler bekas terbesar di kota Bandung yaitu Bendung Electronic City (BEC). Wow disana berderet puluhan kios bertuliskan reparasi/service. Wah bisa seharian disini, karena itu saya mendatangi customer service yang memberi saran agar saya ke lantai 3 ke Mitra Care atau ke Java Telecom.

Mitra Care ternyata hanya menerima 3 merek ponsel ternama, ok ke Java Telecon saja yang menerima semua jenis merek ponsel, terlebih reparasi  dilakukan disitu pula. Jadi narasumber bisa menerangkan dengan contoh seperti ini:  



Spare parts kecil-kecil ini  konon adalah emas hitam, hasil tambang dengan menggunakan pekerja dibawah umur agar pemilik tambang bisa menekan upah buruh. Walaupun banyak produsen ponsel yang membantah tapi mereka tidak dapat mengingkari  bahwa sampah elektronik mengancam kelangsungan mahluk yang hidup di bumi.

Nah jika kita sayang bumi, yuk gunakan ponsel selama mungkin. Ponsel yang rusak bisa direparasi  di tempat seperti Java Telecon yang memberi garansi 2 minggu. Buka sejak pukul 10.00 hingga pukul 22.00. nomor teleponnya 022 – 4222992 lantai 3 BEC jalan Purnawarman 13 Bandung. Atau bisa juga ke service center sesuai merk gadget yang dimiliki dengan mendatangi tempat-tempat service disini  ……, met hunting  :)




sumber:
mongabay.co.id

Wrote by Maria G Soemitro
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT AUTHOR



Haloooo, saya Maria G Soemitro, seorang ambu (ibu = Bahasa Sunda) dengan 4 orang anak.
Blog ini didedikasikan khusus untuk berbagi perihal sampah. Mengenai saya selengkapnya ada disini Saya bisa dihubungi di ambu_langit@yahoo.com




LATEST POSTS

  • Rumah Kompos Di Antapani
    Rumah Kompos Bina Usaha Sejahtera (dok Maria G. Soemitro) Tulisan ini merupakan sequel dari dari : “Sekali Tepuk Dua Tempat” ...
  • 5 Langkah Atasi Sampah Plastik untuk Bumi yang Berkelanjutan
           5 Langkah Atasi Sampah Plastik untuk Bumi yang Berkelanjutan “Say no to Plastics” Demikian bunyi  banner yang kerap bersliweran di ha...
  • Stop Tayangan OVJ, atau Ganti Property !
    Anak anak tertawa Ibu ibu tertawa Para bapak juga tertawa Gara gara aksi Sule, Azis, Nunung, Andre dan Parto Bercanda...
  • Belajar Dari Pak Herry, Newbie di Persampahan
      lapak pak Herry Manisnya   bisnis persampahan nampaknya menarik minat pak Herry 3 tahun silam. Sebagai newbie, dia tak segan-...
  • Yuk Bikin Bank Sampah di Lingkunganmu
    “Duh, ibu rajin sekali angkat-angkat sampah” Kalimat satire tersebut akrab didengar pengurus Bank Sampah. Maksudnya, ih ibu kok mau si...
  • International Plastic Bag Free Day, Emang Gue Pikirin........ ??
    Maukah Anda Berdiet Kantung Plastik? Hari Bebas Kantung Plastik Sedunia tahun ini akan dilaksanakan pada tanggal  3 Juli 2011 . Tah...
  • Jangan Tertipu Jargon Kantong Plastik Ramah Lingkungan
    Tas ramah lingkungan terbuat dari campuran singkong (dok. Maria G Soemitro) Yang dimaksud kantong plastik ramah lingkungan disini t...
  • Kawasan Bebas Sampah, Langkah Awal Menuju Zero Waste Cities
    source:abnamro.com Dalam 20 tahun terakhir, gerakan No Waste yang kemudian berubah menjadi Zero Waste, bergaung secara masif di A...
  • Kisah Absurd Kantong Plastik Ramah Lingkungan
    kantung plastik ramah lingkungan (dok. Maria Hardayanto) “Hai air, jangan banjir dulu ya………. Aku belum hancur nih. Waktu ur...
  • Kesejahteraan Pemulung Yang Terabaikan
    dok. Yayasan Kontak Indonesia Pemulung dinobatkan sebagai pahlawan lingkungan? Sudah sangat sering didengungkan. Khususnya karena...

Advertisement

Diberdayakan oleh Blogger.
Foto saya
Maria G Soemitro
Lihat profil lengkapku

Waspada, Gagal Paham Ecobrick!

   sumber: azocleantech.com   Waspada, Gagal Paham Ecobrick! Andai ada kasus: Masyarakat di suatu kawasan kelaparan. Namun alih-alih mengiri...

Powered By Blogger

Cari Blog Ini

Arsip Blog

  • ►  2023 (1)
    • ►  Februari (1)
      • ►  Feb 22 (1)
  • ►  2022 (1)
    • ►  November (1)
      • ►  Nov 28 (1)
  • ►  2019 (2)
    • ►  Maret (1)
      • ►  Mar 28 (1)
    • ►  Januari (1)
      • ►  Jan 10 (1)
  • ►  2018 (2)
    • ►  April (2)
      • ►  Apr 18 (1)
      • ►  Apr 09 (1)
  • ►  2017 (7)
    • ►  November (2)
      • ►  Nov 23 (1)
      • ►  Nov 17 (1)
    • ►  September (1)
      • ►  Sep 19 (1)
    • ►  Mei (3)
      • ►  Mei 20 (1)
      • ►  Mei 11 (2)
    • ►  Maret (1)
      • ►  Mar 21 (1)
  • ►  2016 (6)
    • ►  Oktober (4)
      • ►  Okt 09 (4)
    • ►  Januari (2)
      • ►  Jan 25 (2)
  • ▼  2015 (61)
    • ▼  Oktober (1)
      • ▼  Okt 14 (1)
        • Green Shopping Agar Hidup Nyaman di Hari Tua
    • ►  September (1)
      • ►  Sep 11 (1)
        • Menuju Mandiri Energi Berkat Sampah
    • ►  Agustus (8)
      • ►  Agu 18 (1)
        • Sisi Lain Gadget
      • ►  Agu 11 (2)
      • ►  Agu 09 (2)
      • ►  Agu 02 (1)
      • ►  Agu 01 (2)
    • ►  Juli (16)
      • ►  Jul 31 (1)
      • ►  Jul 28 (1)
      • ►  Jul 25 (1)
      • ►  Jul 19 (3)
      • ►  Jul 18 (2)
      • ►  Jul 15 (2)
      • ►  Jul 13 (2)
      • ►  Jul 07 (3)
      • ►  Jul 05 (1)
    • ►  Juni (16)
      • ►  Jun 30 (2)
      • ►  Jun 29 (2)
      • ►  Jun 28 (2)
      • ►  Jun 25 (2)
      • ►  Jun 24 (2)
      • ►  Jun 11 (1)
      • ►  Jun 10 (1)
      • ►  Jun 09 (1)
      • ►  Jun 06 (1)
      • ►  Jun 04 (1)
      • ►  Jun 03 (1)
    • ►  Mei (5)
      • ►  Mei 14 (2)
      • ►  Mei 03 (2)
      • ►  Mei 01 (1)
    • ►  April (1)
      • ►  Apr 24 (1)
    • ►  Maret (1)
      • ►  Mar 21 (1)
    • ►  Februari (12)
      • ►  Feb 22 (1)
      • ►  Feb 21 (1)
      • ►  Feb 16 (2)
      • ►  Feb 11 (2)
      • ►  Feb 10 (1)
      • ►  Feb 09 (1)
      • ►  Feb 06 (1)
      • ►  Feb 04 (1)
      • ►  Feb 03 (2)
  • ►  2014 (2)
    • ►  Oktober (1)
      • ►  Okt 21 (1)
    • ►  September (1)
      • ►  Sep 11 (1)
  • ►  2012 (20)
    • ►  Desember (2)
      • ►  Des 29 (2)
    • ►  Oktober (1)
      • ►  Okt 27 (1)
    • ►  September (5)
      • ►  Sep 21 (1)
      • ►  Sep 20 (3)
      • ►  Sep 07 (1)
    • ►  Agustus (2)
      • ►  Agu 01 (2)
    • ►  Juli (1)
      • ►  Jul 29 (1)
    • ►  Juni (1)
      • ►  Jun 25 (1)
    • ►  Mei (2)
      • ►  Mei 18 (1)
      • ►  Mei 17 (1)
    • ►  Maret (4)
      • ►  Mar 19 (2)
      • ►  Mar 17 (1)
      • ►  Mar 01 (1)
    • ►  Februari (2)
      • ►  Feb 29 (1)
      • ►  Feb 14 (1)
  • ►  2011 (15)
    • ►  Oktober (2)
      • ►  Okt 13 (2)
    • ►  Agustus (2)
      • ►  Agu 04 (2)
    • ►  Juli (2)
      • ►  Jul 28 (1)
      • ►  Jul 09 (1)
    • ►  Mei (1)
      • ►  Mei 31 (1)
    • ►  April (5)
      • ►  Apr 10 (1)
      • ►  Apr 07 (2)
      • ►  Apr 05 (1)
      • ►  Apr 03 (1)
    • ►  Februari (2)
      • ►  Feb 16 (2)
    • ►  Januari (1)
      • ►  Jan 21 (1)
  • ►  2010 (6)
    • ►  November (3)
      • ►  Nov 29 (3)
    • ►  Maret (1)
      • ►  Mar 12 (1)
    • ►  Februari (1)
      • ►  Feb 26 (1)
    • ►  Januari (1)
      • ►  Jan 05 (1)
  • ►  2009 (4)
    • ►  Desember (3)
      • ►  Des 23 (2)
      • ►  Des 04 (1)
    • ►  November (1)
      • ►  Nov 16 (1)

Label

3 R adipura B3 BandungJuaraBebasSampah bank sampah barang bekas BebasSampahId biodigester biogas debat ilmuwan ecobrick energi Environmental Sustainability Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik industri kreatif Iriana Jokowi kantong plastik kantung plastik keresek KESEJAHTERAAN lifestyle MASA DEPAN CERAH pengepul pengomposan PERENCANAAN KEUANGAN pernak pernik photography pilah sampah ramah lingkungan regulasi reparasi Reverse Vending Machine Ridwan Kamil sampah anorganik sampah organik solusi limbah sosok styrofoam SUN LIFE zero waste

Translate

Laman

  • Halaman Muka
  • green planet
  • Kaisa Indonesia

FOLLOW US @ INSTAGRAM

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Copyright © 2016 Bandung Zero Waste. Designed by OddThemes & Blogger Templates