Detak waktu berlalu dengan cepat menuju tanggal 21 Februari
2016, Hari Peduli Sampah Nasional. Saat 801 komunitas di 155 kota/kabupaten
yang tersebar di 34 provinsi Indonesia,
secara serempak mengadakan rangkaian acara peringatan longsornya sampah yang
mengakibatkan ratusan orang meninggal dunia.
Puncak peringatan adalah mulai diberlakukannya peraturan
kantong plastik berbayar. Pembeli di ritel moden tidak lagi menerima kantong
plastik gratis, tapi harus membayar. Jika enggan, ada alternatif lain yang bisa dipilih yaitu menggunakan
kardus bekas yang disediakan gratis atau
membeli tas pakai ulang.
Tujuannya agar warga masyarakat bijak menggunakan kantong
plastik. Karena walaupun memiliki konsekuensi lingkungan yang teramat
mahal, kantong plastik diberikan secara
gratis. Rata-rata pemakaiannya hanya 25
menit, padahal sampah kantong plastik baru terurai di alam setelah ratusan
tahun. Sehingga tidak aneh, sampah kantong plastik nampak dimana-mana, di setiap
penjuru kota dan menghiasi sungai bak
bunga sampah. Akhir kisah bisa diduga, setiap musim penghujan tiba maka saluran
air akan memuntahkan sampah yang telah menyumbat alirannya.
Gelisah melihat situasi ini, pada tahun 2010 Mohamad
Bijaksana Juneronaso atau yang akrab dipanggil Sano bersama teman-temannya
merancang suatu gerakan perubahan dibawah kibaran bendera Greeneration
Indonesia (GI) . GI mengambil nama Greeneration, nama
Himpunan Teknologi Lingkungan ITB, tempat Sano merampungkan kuliahnya
pada tahun 2006.
Mereka mencanangkan Diet Kantong Plastik dengan
mempertimbangkan fakta bahwa sebetulnya
setiap individu bisa ikut aktif berpartisipasi mengatasi sampah. Caranya
mudah, hanya dengan mengurangi
penggunaan kantong plastik. Toh untuk
mewadahi barang, ada banyak solusi alternatif.
Kebiasaan penggunaan kantong plastiksebetulnya baru berlangsung sekitar 50 tahun, namun
akibatnya begitu dahsyat, dunia nampak tenggelam dalam lautan sampah
plastik. Apa yang dilakukan Sano sangat
sesuai dengan hukum Herman Daly III mengenai pembangunan berkelanjutan:
“Melepaskan limbah ke alam tidak lebih cepat dari kemampuan
memurnikan diri yang dimiliki alam”
Gagasan Sano
menghendaki warga masyarakat keluar dari zona nyamannya, sehingga tidak heran banyak pihak skeptis dan
meragukan keberhasilan gerakan sosial tersebut. Namun sebagai akademisi, Sano
menjawab dengan menyusun langkah-langkah yang mendukung kampanyenya:
Data. Merupakan hal penting dan utama yang harus dikerjakan
dalam mendukung gerakan perubahan. Tidak bisa sembarangan mengatakan bahwa
gunungan sampah ada dimana-mana tanpa menyebutkan datanya secara rinci dan akurat.
Konsisten. Dimulai sejak tahun 2010, Sano menggalang
simpatisan dan sukarelawan untuk mengkampanyekan gerakan perubahan di
ruang-ruang publik dan aktif mengisi setiap kesempatan yang memungkinkan.
Sehingga diet kantong plastik merupakan
bagian kehidupannya sehari-hari.
Segmentasi. Dengan cerdik Sano membidik kelompok anak muda
untuk bergabung membuat gerakan perubahan. Anak muda umumnya sering gelisah
dalam pencarian diri dan tertarik melakukan kegiatan-kegiatan baru.
Daripada tak tentu arah, Sano mengajak
mereka untuk mengambil porsi dalam gerakan perubahan Indonesia yaitu mengurangi (diet) penggunaan kantong plastik dan
menggantinya dengan tas pakai ulang berbagai bentuk hingga terkesan trendy.
Diharapkan aksi yang mereka lakukan akan menular ke orang tua dan kerabat
sehingga perubahan akan lebih menyeluruh karena masalah sampah adalah masalah
bersama.
Jargon. Jargon yang mudah diingat dan dicerna merupakan
salah satu senjata kesuksesan gerakan mereka.
Diet Kantong Plastik, Pay4Plastik, Waste4Change dan kini Bebassampah2020
merupakan sebagian slogan mereka yang berhasil menarik minat publik.
Kolaborasi. “Kolaborasi adalah keniscayaan” merupakan salah
satu prinsip Sano, sehingga tidak heran,
dengan berbenderakan Greeneration
Indonesia, Sano berkolaborasi dengan Change.org, Ciliwung Institute, Earth Hour
Indonesia, LeafPlus, Plastik Detox, Si Dalang ID, The Body Shop Indonesia dan
sejumlah individu membentuk Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP).
Kampanye bijak penggunaan kantong plastikpun menjadi lintas usia, lintas latar
belakang dan lintas wilayah.
Regulasi. Dengan kewenangannya, pemerintah bisa
memberlakukan peraturan yang bersinergi dengan gerakan sosial diet kantong
plastik. Karena itu Sano aktif melakukan pendekatan dengan pemerintah agar
kampanye mereka efektif dan efisien.
Merupakan kado terindah bagi Sano, ketika akhirnya Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya menjawab petisi kantong plastik
berbayar. Siti Nurbaya setuju dan sepakat menetapkan tanggal 21 sebagai momen
diberlakukannya kantong plastik berbayar.
Di hadapan petinggi kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Sano
menjelaskan dengan runtut dan bersemangat mengenai pengelolaan sampah yang
berkelanjutan. Karena sudah saatnya mengubah paradigma manajemen sampah
sehingga tidak menerapkan cara “kumpul, angkut dan buang” sampah lagi.
Hanya itu? Tidak. Ada
banyak program pengelolaan sampah dari sumbernya yang dikerjakan Sano dan
GI. Seperti Masuk RT (MAnajemen Sampah Untuk Kawasan
Rumah Tangga) yaitu pendampingan masyarakat agar mereka memahami pengelolaan
sampah dan penggunaan teknologi yang tepat. Juga ada program KEBUNKU (KErtas
Bekasku HijaUkan BaNdungKU), yaitu program untuk menciptakan siklus
mengembalikan pohon yang telah dimanfaatkan (jadi kertas) menjadi pohon kembali. Tetapi yang paling jarang mengemuka walaupun
manfaatnya sangat besar yaitu peranannya dalam kewirausahaan sosial.
Ketika mengkampanyekan diet kantong plastik, Sano dan kawan – kawan memberikan solusi
yaitu tas pakai ulang yang awet dipakai hingga
ribuan kali. Tas berbahan
polyester dan bersertifikat ramah lingkungan tersebut dapat dilipat
sebesar amplop sehingga memudahkan pemakainya.
Era modernitas
menuntut efisiensi waktu,
sehingga memaksa warga masyarakat menggunakan kantong plastik yang praktis.
Tentunya kebutuhan tersebut harus diberi solusi yang tepat dan tidak memaksa
mereka menggunakan tas pakai ulang seperti yang biasa dipakai ibu-ibu jadul
(jaman dulu) yang terkesan merepotkan karena bentuknya yang besar.
thejakartapost.com |
Tas pakai ulang juga harus dapat digunakan ribuan kali,
karena jika tidak hati-hati konsumen akan tergelincir memakai kantong plastik
versi lain yaitu tas pakai ulang yang mudah rusak sehingga terpaksa dibuang dan
mengakibatkan masalah sampah seperti halnya kantong plastik.
Sano dan teamnya merancang, memproduksi dan memasarkan tas
pakai ulang dengan memberdayakan industri rumahan agar karya mereka layak
ekspor. Tas pakai ulang inilah yang
ditawarkan pada kaum muda agar mereka merasa trendy menggunakannya, substitusi kantong plastik untuk
menyelesaikan masalah sampah secara berkelanjutan.
Apa yang dilakukan Sano memberikan solusi untuk beragam masalah. Sebagian masalah sampah
terselesaikan dengan beralihnya warga menggunakan tas pakai ulang yang tahan
lama dan praktis. Solusi inipun berdampak pada terbukanya lapangan kerja baru
dengan upah menjanjikan karena produk mereka layak ekspor.
Dibalik semua kesuksesannya, Sano tetaplah sosok rendah
hati, murah senyum dan sabar. Berbaur dengan rekan-rekan dan karyawannya, agak
sulit mencari Direktur Greeneration Indonesia yang kesehariannya menggunakan
t-shirt sederhana dan sandal jepit ini. Menjadi nomor satu bukanlah hal yang
terpenting baginya, karena suatu
pembuktian telah ditorehkan Sano bahwa siapapun bisa membuat perubahan, asalkan
komit dan konsisten menjalankannya. Kesuksesan hanya menunggu waktu yang tepat
untuk terwujud.
Sebagai penggagas dan pelaku gerakan sosial, Sano seolah
menjawab panggilan Bung Karno, presiden pertama Republik Indonesia:
“Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”
Wrote by Maria G Soemitro