• Home
  • Download
    • Premium Version
    • Free Version
    • Downloadable
    • Link Url
      • Example Menu
      • Example Menu 1
  • Social
    • Facebook
    • Twitter
    • Googleplus
  • Features
    • Lifestyle
    • Sports Group
      • Category 1
      • Category 2
      • Category 3
      • Category 4
      • Category 5
    • Sub Menu 3
    • Sub Menu 4
  • Entertainment
  • Travel
  • Contact Us

About Me



Haloooo, saya Maria G Soemitro, seorang ambu (ibu = Bahasa Sunda) dengan 4 orang anak.
Blog ini didedikasikan khusus untuk berbagi perihal sampah. Mengenai saya selengkapnya ada disini Saya bisa dihubungi di ambu_langit@yahoo.com




Bandung Zero Waste

Gaya Hidup Nol Sampah untuk Wujudkan Indonesia Bebas Sampah






Untuk mengakhiri  tugas sebagai surveyor bebassampahID, saya berharap bisa menemukan titik lokasi pengomposan dan bank sampah. Tapi ternyata susah banget menemukan, seolah mengamini kesimpulan awal saya bahwa kedua titik lokasi tersebut kurang peminat. Mungkin stigma sampah hanyalah barang kotor, menjijikkan yang harus dibuang jauh-jauh, membuat pengelola sampah mengalami resistansi cukup berat.

Beberapa waktu lalu, saya bekerja sama dengan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) untuk mengedukasi agar mereka belajar memilah sampah dan membawa sampah anorganiknya untuk ditabung. Tentu saja targetnya bukan berlomba-lomba nyampah tapi mengajak mereka konsisten memisah sampah sejak dari awal sampah itu dihasilkan. Anak yang paling rajin akan mendapat penghargaan sebagai Juara Peduli Lingkungan. Dan bisa diduga, halangan  awal adalah anak-anak merasa malu membawa sampah anorganik ke sekolah. Takut dicemooh.

Nah, bagaimana mau menyelesaikan masalah sampah jika orang tua serta anak-anak enggan bersentuhan dengan sampah anorganik? Bagaimana  lingkungan mau bersih jika ngga peduli sampah? 


Berkaitan dengan kepedulian akan sampah anorganik, ada data sampah anorganik yang spesifik yang berasal dari telepon genggam/telepon seluler. Menurut data Dirjen Postel, dalam periode 2006-2010 pertumbuhan rata-rata per tahun pengguna seluler di Indonesia adalah 31,9% per tahun. Hingga akhir 2010  jumlah pelanggan selular mencapai 211 juta. 

Ada barang pasti ada sampah (e- waste) dan  pengelolaan sampah ponsel  hingga kini belum ada tindakan yang tegas. Walaupun Undang-undang pengelolaan sampah nomor 18 tahun 2008 dengan jelas menetapkan bahwa produsenlah yang bertanggung jawab pada limbah produksinya, karena telepon genggam mengandung tembaga serta berbagai bahan lain yang mengandung racun.

Indonesia, sebagai salah satu negara yang mengalami peningkatan penjualan komputer tertinggi di dunia, nampaknya sudah harus memiliki standar sendiri untuk mengatasi urusan limbah beracun akibat e-waste ini. Beberapa negara Asia, sudah menetapkan batas masuknya produk elektronik yang menghasilkan limbah beracun. Standar ini mengadopsi dari peraturan Uni Eropa bernama RoHS (Restriction of Hazardous Substance) yang disepakati sejak Februari 2003 silam.
Dalam peraturan RoHS ini, enam substansi yang dibatasi penggunaannya dalam berbagai produk elektronik karena dinilai berbahaya adalah: Timbal (Pb), Air Raksa (Hg), Kadmium (Ca), Krom Heksavalen (Cr6+) Polybrominated biphenyls (PBB), Polybrominated diphenyl eter (PBDE).
Negara-negara lain selain kelompok Uni Eropa banyak yang sudah menetapkan batasan RoHS mereka sendiri, misalnya Cina, Korea Selatan dan lain sebagainya. Setiap produsen wajib mencantumkan nilai kandungan enam substansi berbahaya tersebut dalam setiap produk elektronik mereka dan wajib untuk diberitahukan kepada konsumen.
Lalu apa yang bisa dilakukan oleh konsumen? Setidaknya ada tiga hal yang bisa dilakukan.

  • Mengembalikan sampah produk (sampah elektronik/e-waste) kepada produsennya. 
  • Jagalah keawetan perangkat elektronik. Semakin banyak produk yang bisa diperpanjang usianya maka jumlah sampah elektronik akaan berkurang. 
  •  Tekanan terhadap pemerintah untuk segera menyelesaikan masalah teknis pembuangan sampah elektronik .


Berkaitan dengan keawetan produk elektronik khususnya telepon genggam atau telepon seluler, beberapa waktu lalu saya ke pusat jual beli telepon seluler bekas terbesar di kota Bandung yaitu Bendung Electronic City (BEC). Wow disana berderet puluhan kios bertuliskan reparasi/service. Wah bisa seharian disini, karena itu saya mendatangi customer service yang memberi saran agar saya ke lantai 3 ke Mitra Care atau ke Java Telecom.

Mitra Care ternyata hanya menerima 3 merek ponsel ternama, ok ke Java Telecon saja yang menerima semua jenis merek ponsel, terlebih reparasi  dilakukan disitu pula. Jadi narasumber bisa menerangkan dengan contoh seperti ini:  



Spare parts kecil-kecil ini  konon adalah emas hitam, hasil tambang dengan menggunakan pekerja dibawah umur agar pemilik tambang bisa menekan upah buruh. Walaupun banyak produsen ponsel yang membantah tapi mereka tidak dapat mengingkari  bahwa sampah elektronik mengancam kelangsungan mahluk yang hidup di bumi.

Nah jika kita sayang bumi, yuk gunakan ponsel selama mungkin. Ponsel yang rusak bisa direparasi  di tempat seperti Java Telecon yang memberi garansi 2 minggu. Buka sejak pukul 10.00 hingga pukul 22.00. nomor teleponnya 022 – 4222992 lantai 3 BEC jalan Purnawarman 13 Bandung. Atau bisa juga ke service center sesuai merk gadget yang dimiliki dengan mendatangi tempat-tempat service disini  ……, met hunting  :)




sumber:
mongabay.co.id

Wrote by Maria G Soemitro





Wuaduh, judulnya serem ya?
Ada alasan kuat mengapa saya memilih judul ini. Selama melaksanakan survey bebassampahID ada suara sumbang : “Ah, bank sampah kan pengepul juga. Gagayaan wae eta mah make ngaran bank sampah ( ah, nama bank sampah kan hanya sekedar bergaya agar keren = terjemahan bebas dari bahasa Sunda). 

Pertanyaannya: “Betulkah Bank Sampah sama dengan Pengepul?””Betulkah mereka hanya bergaya menempelkan kata bank, alih-alih menggunakan kata pengepul saja?”
 Jawabannya tidak segera saya dapat dari grup bank sampah nasional di  facebook. Padahal terlihat secara kasat mata, foto – foto yang diunggah hanya menunjukkan bapak-bapak dan ibu-ibu sedang deklarasi bank sampah, selebihnya hanya memilah sampah dan mejeng dengan sepeda motor triseda. Ah, sayang sekali.

Beruntung diakhir tugas sebagai detektif bebassampahID, saya berhasil mewawancarai bank sampah “Binangkit”, salah satu cabang Bank Sampah Hijau Lestari. Dikatakan cabang karena bank sampah ini harus menjual sampah anorganiknya kesana termasuk mendapat buku tabungan dan ‘pernah’ ada pelatihan.
Pelatihan sangat penting, karena pemahaman sampah anorganik dan sampah organik tidak kita dapat semenjak kecil. Bahkan anak-anak SD sekarang sudah terbiasa minum dari air minum dalam kemasan (AMDK)  tanpa memahami “biaya lingkungan”yang harus dibayar ketika mereka dewasa kelak. Bukan sekarang.  

Biaya lingkungan? Apa maksudnya? Gini lho, setiap kemewahan, seperti  gaya hidup instan, pastilah ada harga yang harus dibayar. Itu sudah hukum yang ngga bisa ditawar. Harga mati.
Ketika kita minum AMDK,  ada biaya ijin+ transportasi + biaya mengemas + biaya produksi kemasan dan lain sebagainya. Itu belum semuanya. Ada biaya lain yang timbul yaitu biaya lingkungan akibat eksplorasi dan eksploitasi air dari sumbernya, emisi karbon yang timbul akibat kendaraan yang wara wiri dan proses produksi kemasan dan mengemas. Biaya lingkungan inilah yang umumnya tidak dibayar sekarang karena dampaknya baru terasa puluhan tahun kemudian.

Dari bank sampah kok ke biaya lingkungan? ^_^  Ya, kan karena peduli lingkungan hidup di masa depan,  maka timbul gerakan bank sampah, GPS, #1000tumbler, #sejutabiopori, keranjang takakura dan lain lain. Gerakan yang sungguh bagus jika diimplementasikan dengan benar.
Benar? Emang salahnya dimana?
Sebentar ………… ^_^

Siang itu, sesudah kukusrukan mencari lokasi bank sampah yang benar –benar beroperasi, tidak sekedar legitimasi, saya bertemu dengan bank sampah “Binangkit” yang recommended untuk ditemui. Bank sampah RW 19 Sadang Serang ini menggunakan sebuah bangunan yang kebetulan kosong, milik kelurahan Sadang Serang.  Disana tampak beberapa ibu sedang memilah, menimbang,  merapikan sampah anorganik sehingga ruang kosong tersebut penuh sampah anorganik, mirip lapak pengepul.

Ibu ketua bank sampah, Ibu Dedah, ibu ketua RW 19, sedang menyusui anaknya sambil memisah wadah kemasan dari lapisan merknya. Hmmm … sungguh menarik. Menarik karena ternyata pengurus harus mengerjakan fungsi pengepul agar mendapat selisih rupiah yang diperlukan sebagai biaya operasional dan honor para pengurus.
Sehingga timbul pertanyaan:
1.    Kapan mereka memiliki waktu kosong untuk merekrut nasabah jika waktunya habis untuk memisah sampah? Bukankah dengan bertambahnya nasabah, otomatis omzetpun bertambah?
2.    Bagaimana jika ruangan yang sekarang digunakan akan diambil pihak kelurahan? Bukankah kegiatan operasional bank sampah akan terguncang mengingat rumah pengurusnya sangat tidak memungkinkan digunakan sebagai tempat penimbunan sampah anorganik?
3.    Bagaimana jika ibu ketua RW pindah lokasi tempat tinggal? Akan tetap berlangsungkah kegiatan operasional bank sampah?

Masalah terbesar pembentukan bank sampah dan penyebab hancur lebur bank sampah umumnya adalah tidak adanya tokoh sebagai kordinator program, ketiadaan bangunan dan kesalahan persepsi /kesalahan pemaknaan bank sampah sehingga operasionalnya tergelincir menjadi mirip pengepul. 

Jadi?
NGO, pejabat pemerintah harus turun tangan dan urun ide untuk membenahi kesalah kaprahan yang banyak dilakukan bank sampah ini. perlu ditekankan bahwa mereka mengemban misi mulia sebagai agen perubahan, bukan sekedar menjalankan tugas pengepul memilah sampah anorganik demi ‘menghidupi’ kegiatan mereka.  

Seharusnya pengurus Bank Sampah fokus menambah jumlah anggota Bank Sampah, mengadakan pendekatan intens agar nasabah loyal. Termasuk belajar mencatat dengan rapi hingga diakhir periode bisa menyajikan laporan keuangan dengan benar.
Basecamp bank sampah Binangkit terletak di jalan Sadang Serang bersebelahan dengan kantor Gang Serang. Buka hanya setiap Sabtu pagi hingga waktu Dhuhur tiba.



Wrote by Maria G Soemitro


Karya Bung Karno

“Saya kemarin menjual buku “Dibawah Bendera Revolusi”  2 juta rupiah, buku koleksi lukisan Bung Karno 10 juta rupiah”. kata seorang pemilik kios di pasar buku bekas Palasari.
“ Iya, semua buku Bung Karno, “ sambung pak Afli. Mungkin karena melihat mata saya terbelalak. Mungkin dikiranya saya tidak percaya.

Padahal bukan itu penyebabnya. Saya terbeliak karena harga buku Bung Karno ditawarkan disini dengan harga Rp 85 juta rupiah saja!! Wuaduh apa bukan harga satu mobil tuh? Mobil bekas tentunya  …..  ^_^
 
buku koleksi Bung Karno

Dinamakan Pasar buku Palasari, karena terletak di jalan Palasari. Pasar ini menjanjikan koleksi buku terlengkap di kota Bandung, baik buku bekas maupun buku baru. Tak heran banyak pedagang buku Cihaurgeulis pindah kesini. Salah satunya adalah pemilik TB Lestari. Perempuan setengah baya yang enggan memberi tahu namanya ini pernah memiliki kios di Cihaurgeulis. Koleksi buku fiksinya lengkap, buku baru dan bekas. Buku komik bekas harganya murah sekali hanya sekitar Rp 5.000 – Rp 10.000.

Tidak demikian halnya dengan buku non fiksi yang dijual pak Afli, pemilik kios di sebelah kios TB Lestari. Pak Afli menjual bukunya cukup tinggi. Termurah Rp 10.000, tertinggi ya bisa berjuta-juta rupiah seperti kisahnya di awal tulisan.

Buku, lembaran kertas yang diberi makna dan nilai  oleh penulisnya, bisa menyebabkan harga kertas-kertas yang dijilid tersebut melambung tinggi. Atau sebaliknya hanya  berakhir menjadi sampah yang didaur ulang. Tak terelakkan. Tergantung sejauh mana manusia bersikap arif.

Karena seperti diketahui, diperlukan 1 batang pohon berusia 5 tahun untuk memproduksi kertas. Sementara 1 batang pohon tersebut memasok oksigen bagi 3 orang untuk bernapas. Pengorbanan lain yang diperlukan untuk memproduksi kertas mencakup air, energy dan bahan kimia. Belum lagi limbah proses produksi yang sangat besar baik secara kuantitatif dalam bentukk gas, cair dan padat, maupun secara kualitatif.

Berikut ini fakta kertas yang kerap diabaikan:
  • 1 Batang pohon (kayu) menghasilkan 16 rim kertas
  • Untuk memproduksi 1 ton kertas, dibutuhkan 3 ton kayu dan 98 ton bahan baku lainnya
  • Setiap jam, dunia kehilangan 1.732,5 hektar hutan karena ditebang untuk menjadi bahan baku kertas
  • Industri Kertas diseluruh dunia menggunakan 35% dari seluruh panen kayu komersial setiap tahun
  • Industri kertas  menghabiskan 670 juta ton kayu untuk menghasilkan 178 juta ton of pulp dan 278 juta ton kertas dan karton
  • 1 ton kertas = 400 rim = 200.000 lembar
  • Untuk memproduksi 3 lembar kertas dibutuhkan 1 liter air
  • Untuk memproduksi 1 Kilogram kertas dibutuhkan 324 liter air (environment Canada)
  • 95% kertas dibuat dari bahan serat kayu
  • Untuk memproduksi 1 ton kertas, dihasilkan gas karbondioksida (CO2) sebanyak kurang lebih 2,6 ton atau sama dengan emisi gas buang yang dihasilkan oleh mobil selama 6 bulan.
  • Untuk memproduksi 1 ton kertas, dihasilkan kurang lebih 72.200 liter limbah cair dan 1 ton limbah padat
  •  Industri kertas adalah pemakai energi bahan bakar ke-3 terbesar di dunia (American Forest and Paper Association)
  • Dulu kertas hanya digunakan untuk menulis, sekarang industri Packaging menggunakan 41% dari seluruh penggunaan kertas
Daur ulang kertas:
  • Mendaur ulang 54 kg kertas menyelamatkan 1 batang pohon (government of Canada)
  • Mendaur ulang 1 ton kertas menyelamatkan kira-kira 17 batang pohon (Purdue Research Foundation and US Environmental Protection Agency, 1996)
  • Mendaur ulang kertas menggunakan 60% energi yang lebih sedikit dibandingkan membuat kertas dari batang pohon
  • Mendaur ulang 1 ton kertas dapat menghemat 682.5 galon bahan bakar dan 7000 galon air dan 4000 kwh listrik (Onondaga Resource Recovery Center)
  • 30%-40% kertas yang dibuang adalah kertas Packaging atau kemasan (The Recycler’s Handbook, 1990)
  • Saat kertas membusuk atau menjadi kompos akan menghasilkan gas Metana yang 25 kali lebih berbahaya dari CO2 (International Institute for Environment and Development, 1971)
Ternyata sangat banyak alasan mengapa kita harus bijak menggunakan kertas. Baik ketika mengisi, sebelum dicetak juga ketika saatnya harus dibuang.

Tertarik datang ke pasar Palasari? Buka jam 08.00 pagi hingga jam 17.00 sore hari, pasar buku yang terletak di depan TK Kamala Bhayangkari ini merupakan destinasi yang wajib dikunjungi oleh mereka pecinta buku berkualitas. Bukan karena harganya murah tapi juga proses reuse yang terjadi yang otomatis mengurangi bencana alam akibat penebangan pohon.





Sumber:
Aku ingin hijau.org

kompasiana.com
Wrote by Maria G Soemitro




“Bu, kumaha damang?”
 Kaget juga saya disapa pemilik Atep Service. Setelah mengobrol ngalor ngidul, barulah teringat bahwa sekitar tahun 2.000-an saya sering bertemu bapak inii untuk mereparasi blender, rice cooker dan peralatan listrik lainnya.  Dan seperti umumnya ibu rumah tangga saya kerap nawar dan complain. ^_^  . Ya iyalah, niat awal mau mereparasi barang tapi tetap rusak, ya protes dong ya? Apalagi kalau biaya reparasinya kemahalan.  ^_^  …  Protes dan complain ngga hanya milik ibu rumah tangga tapi milik segenap bangsa Indonesia. #cieee
 
Selain karena waktunya sudah lama berlalu. Tempat reparasi bapak separuh baya inipun tidak lagi menempati kios di depan sebuah supermarket di jalan Cikutra. Tapi pindah lokasi,  kurang lebih 200 meter dari situ. Ihwal pindah karena pemilik bangunan lebih memilih menjual daripada menyewakan. Namun pak Atep, pemilik Atep Service kini mampu menghuni kios yang jauh lebih besar dan tetap berada di lokasi strategis. Bahkan dia memberi saya,  kartu namanya:


Keren bukan?
Jika melihat maraknya usaha reparasi peralatan listrik, selain meningkatkan pelayanan, sudah seharusnya pelaku usaha memiliki strategi penjualan. Tidak hanya pasif menunggu konsumen, tapi juga aktif menjemput bola. Salah satunya dengan membagikan kartu nama.
Karena itu dengan ramah dia menerima saya untuk wawancara dan memotret lokasinya. 

Lha kan promosi gratis, tanpa membayar serupiahpun titik usahanya terpampang manis di peta bebassampahID. Ditulis di blog ini pula, secara biasanya hanya titik kuliner enak dan destinasi wisata yang dibahas blogger. Asyik kan? Ngga semua titik usaha ditulis disini lho, ^_^  … bukan karena sombong, tapi kegiatan para detektif eh surveyor hanya sampai dengan bulan Agustus. *_*
Di lain pihak, peralatan elektronik yang rusak dan ngga tau harus diapain, cenderung dibuang sementara ke gudang sebagai limbah elektronik. Kemudian konsumen membeli produk baru yang jika rusak ditumpuk kembali di gudang, begitu seterusnya hingga memenuhi gudang dan akhirnya dibuang untuk selamanya ke tempat pembuangan sampah.

Padahal menurut konvensi Basel, penanganan limbah B3 diatur dalam beberapa peraturan antara lain; Kerpres 61/1993 tentang Ratifikasi Konvensi Basel, Perpres 47/2005 tentang Ratifikasi Ban Ammendement, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, PP Nomor 18/1999 jo PP Nomor 85/1999 tentang Pengelolaan Limbah B3, UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Definisi limbah elektronik (electronic waste/e-waste) adalah barang elektronik yang dibuang karena sudah tidak berfungsi atau sudah tidak dapat digunakan lagi. E-waste perlu diwaspadai karena mengandung 1000 material. Sebagian besar dikategorikan sebagai bahan beracun dan berbahaya, seperti logam berat (merkuri, timbal, kromium, kadmium, arsenik, perak, kobalt, palladium, tembaga dan lainnya).

Beberapa limbah B3 dengan paparan risikonya, antara lain;

  • PCBs: banyak digunakan pada bahan plastik, perekat, trafo, kapasitor, sistem hidrolis, ballast lampu, dan peralatan elektronik lainnya. Risiko: persisten di lingkungan, mudah terakumulasi dalam jaringan lemak manusia dan hewan. Mengganggu sistem pencernaan dan bersifat karsinogenik.

  •  Arsenik: digunakan dalam industri elektronik, di antaranya pembuatan transistor, semikonduktor, gelas, tekstil, keramik, lem hingga bahan peledak. Risiko: menimbulkan gangguan metabolisme di dalam tubuh manusia dan hewan, mengakibatkan keracunan bahkan kematian.

  • Kadmium: digunakan untuk pelapisan logam, terutama baja, besi dan tembaga. Juga dalam pembuatan baterai dan plastik. Risiko: jika terisap bersifat iritatif. Dalam jangka waktu lama menimbulkan efekkeracunan, gangguan pada sistem organ dalam tubuh manusia dan hewan.

Peningkatan konsumsi alat elektronik akan mengakibatkan terjadinya lonjakan e-waste di masa yang akan datang. Di Afrika Selatan dan China, diprediksi akan terjadi lonjakan e-waste hingga 200 – 400 persen pada tahun 2020. Tak terkecuali Indonesia, jika tanpa kendali dipastikan terdapat lonjakan e-waste.

Meningkatnya jumlah limbah elektronik di Indonesia dikarenakan beberapa faktor, antara lain:
(1) Minimnya informasi mengenai limbah e-waste kepada publik;
(2) Belum adanya kesadaran publik dalam mengelola e-waste untuk penggunaan skala rumah tangga (home appliances);
(3) Pemahaman yang berbeda antar institusi termasuk Pemerintah Daerah tentang e-waste dan tata cara pengelolaannya;
(4) Belum tersedianya data yang akurat jumlah penggunaan barang-barang elektronik di Indonesia; serta
(5) Belum tersedianya ketentuan teknis lainnya, semisal umur barang yang dapat diolah kembali.

Nah sebagai konsumen, apa salahnya kita berpartisipasi mengurangi limbah e-waste dengan cara menggunakan ulang peralatan elektronik yang kita miliki. Bagaimana jika rusak? Ya reparasi aja, kan titik usaha tersebut cukup banyak bertaburan. Sulit? Buka aja peta bebassampahID, ketik jalan Cikutra Barat 38, pilih kolom reparasi maka akan muncul Atep Service yang buka setiap pagi jam 08.00 hingga pukul 17.00, hari Minggupun buka. Jika bapak yang mereparasi mengisyaratkan perbaikan bisa ditunggu, silakan kulineran dulu di seputar jalan Cikutra yang tiba-tiba marak tempat jajan, asyik kan?

Sumber : YLKI.or.id



Wrote by Maria G Soemitro
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT AUTHOR



Haloooo, saya Maria G Soemitro, seorang ambu (ibu = Bahasa Sunda) dengan 4 orang anak.
Blog ini didedikasikan khusus untuk berbagi perihal sampah. Mengenai saya selengkapnya ada disini Saya bisa dihubungi di ambu_langit@yahoo.com




LATEST POSTS

  • Rumah Kompos Di Antapani
    Rumah Kompos Bina Usaha Sejahtera (dok Maria G. Soemitro) Tulisan ini merupakan sequel dari dari : “Sekali Tepuk Dua Tempat” ...
  • 5 Langkah Atasi Sampah Plastik untuk Bumi yang Berkelanjutan
           5 Langkah Atasi Sampah Plastik untuk Bumi yang Berkelanjutan “Say no to Plastics” Demikian bunyi  banner yang kerap bersliweran di ha...
  • Stop Tayangan OVJ, atau Ganti Property !
    Anak anak tertawa Ibu ibu tertawa Para bapak juga tertawa Gara gara aksi Sule, Azis, Nunung, Andre dan Parto Bercanda...
  • Belajar Dari Pak Herry, Newbie di Persampahan
      lapak pak Herry Manisnya   bisnis persampahan nampaknya menarik minat pak Herry 3 tahun silam. Sebagai newbie, dia tak segan-...
  • Yuk Bikin Bank Sampah di Lingkunganmu
    “Duh, ibu rajin sekali angkat-angkat sampah” Kalimat satire tersebut akrab didengar pengurus Bank Sampah. Maksudnya, ih ibu kok mau si...
  • International Plastic Bag Free Day, Emang Gue Pikirin........ ??
    Maukah Anda Berdiet Kantung Plastik? Hari Bebas Kantung Plastik Sedunia tahun ini akan dilaksanakan pada tanggal  3 Juli 2011 . Tah...
  • Jangan Tertipu Jargon Kantong Plastik Ramah Lingkungan
    Tas ramah lingkungan terbuat dari campuran singkong (dok. Maria G Soemitro) Yang dimaksud kantong plastik ramah lingkungan disini t...
  • Kawasan Bebas Sampah, Langkah Awal Menuju Zero Waste Cities
    source:abnamro.com Dalam 20 tahun terakhir, gerakan No Waste yang kemudian berubah menjadi Zero Waste, bergaung secara masif di A...
  • Kisah Absurd Kantong Plastik Ramah Lingkungan
    kantung plastik ramah lingkungan (dok. Maria Hardayanto) “Hai air, jangan banjir dulu ya………. Aku belum hancur nih. Waktu ur...
  • Kesejahteraan Pemulung Yang Terabaikan
    dok. Yayasan Kontak Indonesia Pemulung dinobatkan sebagai pahlawan lingkungan? Sudah sangat sering didengungkan. Khususnya karena...

Advertisement

Diberdayakan oleh Blogger.
Foto saya
Maria G Soemitro
Lihat profil lengkapku

Waspada, Gagal Paham Ecobrick!

   sumber: azocleantech.com   Waspada, Gagal Paham Ecobrick! Andai ada kasus: Masyarakat di suatu kawasan kelaparan. Namun alih-alih mengiri...

Powered By Blogger

Cari Blog Ini

Arsip Blog

  • ►  2023 (1)
    • ►  Februari (1)
      • ►  Feb 22 (1)
  • ►  2022 (1)
    • ►  November (1)
      • ►  Nov 28 (1)
  • ►  2019 (2)
    • ►  Maret (1)
      • ►  Mar 28 (1)
    • ►  Januari (1)
      • ►  Jan 10 (1)
  • ►  2018 (2)
    • ►  April (2)
      • ►  Apr 18 (1)
      • ►  Apr 09 (1)
  • ►  2017 (7)
    • ►  November (2)
      • ►  Nov 23 (1)
      • ►  Nov 17 (1)
    • ►  September (1)
      • ►  Sep 19 (1)
    • ►  Mei (3)
      • ►  Mei 20 (1)
      • ►  Mei 11 (2)
    • ►  Maret (1)
      • ►  Mar 21 (1)
  • ►  2016 (6)
    • ►  Oktober (4)
      • ►  Okt 09 (4)
    • ►  Januari (2)
      • ►  Jan 25 (2)
  • ▼  2015 (61)
    • ►  Oktober (1)
      • ►  Okt 14 (1)
    • ►  September (1)
      • ►  Sep 11 (1)
    • ▼  Agustus (8)
      • ▼  Agu 18 (1)
        • Sisi Lain Gadget
      • ►  Agu 11 (2)
        • Membedah Kasus Bank Sampah
        • Buku Bung Karno, Bukan Sekedar Nilai Jutaan Rupiah
      • ►  Agu 09 (2)
        • Peran Atep Service untuk Konvensi Basel
      • ►  Agu 02 (1)
      • ►  Agu 01 (2)
    • ►  Juli (16)
      • ►  Jul 31 (1)
      • ►  Jul 28 (1)
      • ►  Jul 25 (1)
      • ►  Jul 19 (3)
      • ►  Jul 18 (2)
      • ►  Jul 15 (2)
      • ►  Jul 13 (2)
      • ►  Jul 07 (3)
      • ►  Jul 05 (1)
    • ►  Juni (16)
      • ►  Jun 30 (2)
      • ►  Jun 29 (2)
      • ►  Jun 28 (2)
      • ►  Jun 25 (2)
      • ►  Jun 24 (2)
      • ►  Jun 11 (1)
      • ►  Jun 10 (1)
      • ►  Jun 09 (1)
      • ►  Jun 06 (1)
      • ►  Jun 04 (1)
      • ►  Jun 03 (1)
    • ►  Mei (5)
      • ►  Mei 14 (2)
      • ►  Mei 03 (2)
      • ►  Mei 01 (1)
    • ►  April (1)
      • ►  Apr 24 (1)
    • ►  Maret (1)
      • ►  Mar 21 (1)
    • ►  Februari (12)
      • ►  Feb 22 (1)
      • ►  Feb 21 (1)
      • ►  Feb 16 (2)
      • ►  Feb 11 (2)
      • ►  Feb 10 (1)
      • ►  Feb 09 (1)
      • ►  Feb 06 (1)
      • ►  Feb 04 (1)
      • ►  Feb 03 (2)
  • ►  2014 (2)
    • ►  Oktober (1)
      • ►  Okt 21 (1)
    • ►  September (1)
      • ►  Sep 11 (1)
  • ►  2012 (20)
    • ►  Desember (2)
      • ►  Des 29 (2)
    • ►  Oktober (1)
      • ►  Okt 27 (1)
    • ►  September (5)
      • ►  Sep 21 (1)
      • ►  Sep 20 (3)
      • ►  Sep 07 (1)
    • ►  Agustus (2)
      • ►  Agu 01 (2)
    • ►  Juli (1)
      • ►  Jul 29 (1)
    • ►  Juni (1)
      • ►  Jun 25 (1)
    • ►  Mei (2)
      • ►  Mei 18 (1)
      • ►  Mei 17 (1)
    • ►  Maret (4)
      • ►  Mar 19 (2)
      • ►  Mar 17 (1)
      • ►  Mar 01 (1)
    • ►  Februari (2)
      • ►  Feb 29 (1)
      • ►  Feb 14 (1)
  • ►  2011 (15)
    • ►  Oktober (2)
      • ►  Okt 13 (2)
    • ►  Agustus (2)
      • ►  Agu 04 (2)
    • ►  Juli (2)
      • ►  Jul 28 (1)
      • ►  Jul 09 (1)
    • ►  Mei (1)
      • ►  Mei 31 (1)
    • ►  April (5)
      • ►  Apr 10 (1)
      • ►  Apr 07 (2)
      • ►  Apr 05 (1)
      • ►  Apr 03 (1)
    • ►  Februari (2)
      • ►  Feb 16 (2)
    • ►  Januari (1)
      • ►  Jan 21 (1)
  • ►  2010 (6)
    • ►  November (3)
      • ►  Nov 29 (3)
    • ►  Maret (1)
      • ►  Mar 12 (1)
    • ►  Februari (1)
      • ►  Feb 26 (1)
    • ►  Januari (1)
      • ►  Jan 05 (1)
  • ►  2009 (4)
    • ►  Desember (3)
      • ►  Des 23 (2)
      • ►  Des 04 (1)
    • ►  November (1)
      • ►  Nov 16 (1)

Label

3 R adipura B3 BandungJuaraBebasSampah bank sampah barang bekas BebasSampahId biodigester biogas debat ilmuwan ecobrick energi Environmental Sustainability Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik industri kreatif Iriana Jokowi kantong plastik kantung plastik keresek KESEJAHTERAAN lifestyle MASA DEPAN CERAH pengepul pengomposan PERENCANAAN KEUANGAN pernak pernik photography pilah sampah ramah lingkungan regulasi reparasi Reverse Vending Machine Ridwan Kamil sampah anorganik sampah organik solusi limbah sosok styrofoam SUN LIFE zero waste

Translate

Laman

  • Halaman Muka
  • green planet
  • Kaisa Indonesia

FOLLOW US @ INSTAGRAM

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Copyright © 2016 Bandung Zero Waste. Designed by OddThemes & Blogger Templates