• Home
  • Download
    • Premium Version
    • Free Version
    • Downloadable
    • Link Url
      • Example Menu
      • Example Menu 1
  • Social
    • Facebook
    • Twitter
    • Googleplus
  • Features
    • Lifestyle
    • Sports Group
      • Category 1
      • Category 2
      • Category 3
      • Category 4
      • Category 5
    • Sub Menu 3
    • Sub Menu 4
  • Entertainment
  • Travel
  • Contact Us

About Me



Haloooo, saya Maria G Soemitro, seorang ambu (ibu = Bahasa Sunda) dengan 4 orang anak.
Blog ini didedikasikan khusus untuk berbagi perihal sampah. Mengenai saya selengkapnya ada disini Saya bisa dihubungi di ambu_langit@yahoo.com




Bandung Zero Waste

Gaya Hidup Nol Sampah untuk Wujudkan Indonesia Bebas Sampah





Hari Peduli Sampah, tanggal 21 Februari, sebentar lagi dijelang. Pada tanggal tersebut akan diuji cobakan kantong plastik (keresek) berbayar. Pembeli di ritel modern tidak lagi mendapat keresek gratis, dia harus membayar sekitar Rp 500 (masih diperdebatkan kisaran rupiahnya).
Waduh, sebagai pembeli tentunya kita protes. Kok harus bayar sih? Kan sebetulnya harga  kantong plastik murah banget, mungkin hanya Rp 100?  Kalo alasannya untuk pelestarian lingkungan hidup, kan udah ada kantong plastik ramah lingkungan?
Nah, kantong plastik ramah lingkungan ini yang akan kita bahas. Ada statemen dari beberapa blog penjual kantong plastik ramah lingkungan, yaitu:

Plastik ramah lingkungan, adalah plastik yang dapat hancur dengan sendirinya dalam waktu kurang lebih 2 tahun. Jenis plastik ini sangat penting sekali sekarang ini, mengingat dengan menggunakan plastik ini, kita secara tidak langsung telah membantu mengurangi efek dari global warming terhadap bumi ini.

Kata hancur digaris tebal, karena produsen dan penjual mengakui bahwa kantong plastik ramah lingkungan hanya hancur,  bukan terurai di alam. selain itu agar bisa hancur, ada syarat kondisi tertentu yang harus dipenuhi.
Tanpa paparan sinar matahari dan suhu yang tepat, maka kantung plastik “ramah lingkungan” tidak dapat hancur dalam 5 tahun. Kelembaban tinggi di di tempat pembuangan sampah akhir (TPA)  tidak memenuhi syarat sang kantung plastik untuk terurai/hancur. Demikian juga di lautan yang minim sinar matahari. Sehingga penambahan zat aditif ( umumnya timbal dan kobalt) yang ditujukan untuk menghancurkan sang kantung plastik berbalik menjadi bumerang yang mengancam keberlangsungan rantai ekosistem. 

Jadi absurd sekali mengklaim kantong plastik ramah lingkungan  dapat mengurangi efek global warming. 
karena beberapa pertimbangan berikut:

  1. Kantung plastik “ramah lingkungan” tidak dapat didaur ulang menjadi bahan baku plastik lagi. Keberadaannya akan tetap ada di muka bumi dalam bentuk serpihan-serpihanberbentuk mikroplastik dan terbang entah kemana bersama polutan lainnya 
  2. Zat aditif menyebabkan kantung plastik tidak dapat hancur dalam proses composting (penguraian di alam). Hal tersebut mungkin disebabkan pengaruh ammonia dan gas lainnya yang dihasilkan mikrooganisme dalam kompos. 
  3. Toksisitas yang terkandung pada kantung plastik “ramah lingkungan” akan membahayakan invertebrata, burung dan ikan yang memakannya. 

 Tidak berlebihan, US Council of Better Business Bureaus menyarankan untuk berhenti menggunakan istilah “ramah lingkungan”.  
 Aksi lainnya dilakukan d ua waralaba terbesar di Inggris , Tesco dan Co-op yang pernah terkena greenwash dan membanggakan diri menggunakan kantung plastik “ramah lingkungan”, akhirnya menghentikan penggunaannya pada tahun 2011 silam.
Supermarket Tesco  menggunakan kantung plastik jauh lebih banyak dibanding toko-toko lainnya. Setiap tahunnya tak kurang 2 milyar kantung plastik dibagikan dengan umur pemakaian kurang lebih 20 menit sebelum akhirnya dibuang. 
Kebijakan terakhir yang diambil Tesco adalah menggunakan kantung plastik yang mengandung 15 % bahan hasil daur ulang. Mungkin karena mempertimbangkan pendapat The European Plastics Recyclers Association bahwa proses pembuatan kantung plastik membutuhkan bahan baku fosil dan energy yang banyak, jadi mengapa harus menciptakan tas yang bisa hancur dengan sendirinya?
Tesco tidak memberikan kantung plastik gratis. Setiap konsumen harus membayar 5 pence (sekitar Rp 700) per kantung plastik. Kebijakan ini menyusul langkah Mark & Spencer yang telah melakukan kebijakan tersebut sejak tahun 2008. Pemberlakuan kantung plastik tidak gratis ditujukan untuk mengurangi penggunaan kantung plastik sekali pakai. Karena menurut WRAP (badan pemerintah yang mengatur pengurangan sampah) jumlah konsumsi kantung plastik pada tahun 2010/2011 mencapai 6,4 milyar dan pada tahun 2009/2010 mencapai 6,1 milyar. Artinya setiap orang di Inggris mengkonsumsi rata-rata 8,6 kantung plastik per bulan.

Nah, ketika negara-negara di Eropa dan USA mulai menghentikan pemakaian kantung plastik “ramah lingkungan” bahkan alergi menyebutnya,  apakah kita tetap mau bersikukuh menggunakan plastik kantong plastik ramah lingkungan?
Sebetulnya sah-sah saja apabila produsen melakukan green wash berupa penjualan isu lingkungan yang mendompleng kampanye lingkungan hidup. Karena bagaimanapun omzet penjualannya terancam. Tetapi menjadi berbahaya ketika masyarakat mengiyakan dan pemerintah melegalkan penggunaan kantung plastik yang diklaim ramah lingkungan tanpa mau mempelajari permasalahan yang sebenarnya.

Masalah sampah adalah masalah gaya hidup, masalah lifestyle yang harus berubah dengan ditunjang pembenahan system persampahan dan sarana lainnya. Teknologi adalah bagian dari sarana tersebut sehingga tidak bisa menyelesaikan permasalahan sampah secara sim salabim. 
Penggunaan kantung plastik berteknologi “ramah lingkungan” tidak dianjurkan karena hanya akan memperparah penggunaan kantung plastik sekali pakai. Konsumen akan berpikir sampahnya bisa hancur dalam jangka 2 tahun tanpa memperhitungkan varian-varian yang menyertainya. Sangat sesuai dengan harapan produsen kantung plastik yang memperoleh omzet terbesar dari penjualan kantung plastik sekali pakai dibanding plastik jenis lain. 
Jadi sebagai konsumen yang membutuhkan kantung belanja, apakah yang harus kita lakukan?

  1. Menggunakan tas pakai ulang (reusable bag) untuk barang belanjaan. Kini banyak dijual di supermarket atau bisa juga menggunakan tas kain yang banyak dibagikan di workshop/seminar atau ketika kita membeli barang dengan jumlah tertentu. 
  2. Meminta kardus bekas sebagai wadah barang belanjaan apabila tidak membawa kantung pakai ulang padahal barang belanjaan banyak nian, maklum belanja bulanan. Penggunaan kardus bekas sebagai aksi reuse juga sangat berarti bagi pemulung/tukang rongsok, karena harga jualnya yang lumayan. Berbeda dengan kantung plastik (keresek/kantung asoy) yang menurut pemulung "ngga ada harganya" . 
  3. Jika terpaksa menggunakan kantung plastik, pilihlah kantong plastik konvensional tanpa embel embel ramah lingkungan. Usahakan agar bisa digunakan berulang-ulang (reuse) . Hal tersebut dimungkinkan karena kantung plastik konvensional umumnya lebih tebal dibanding kantung plastik yang diklaim “ramah lingkungan”. 
  4. Tolaklah dengan halus pemberian kantung plastik untuk pembelian barang berukuran kecil semisal obat/kosmetik/alat tulis. Karena barang belanjaan tersebut bisa langsung dimasukkan ke tas jinjing/tas ransel kita. Praktis dan terhindar dari kemungkinan tercecer.

Petugas kasir supermarket sebetulnya selalu ingin memberikan pelayanan yang terbaik, demikian juga pedagang di kios pasar tradisional. Mereka selalu mengingat kebiasaan pelanggan. Sehingga jangan heran jika sering menolak kantong plastik , mereka akan menanyakan apakah mau menggunakan tas pakai ulang atau kantong plastik?
Akhir kata, penulis ingin mengutip kata penutup ala Rima, anak manis pemenang WWF Forest Friend:

“Inilah resiko hidup di dunia moderen. Kita perlu cerdas menyikapi segala perkembangan yang ada. Jangan mau dibodohi oleh inovasi-inovasi yang terkesan keren padahal sebenarnya absurd”.

Bener juga dia ……….. :)


Sumber data :
Biodegradable plastic bags
Blognya Rime
 Tesco-eco friendly bags
bisnis.com




“Hai air, jangan banjir dulu ya………. Aku belum hancur nih. Waktu uraiku kan 2 tahun”, rengek sang sampah kantung plastik “ramah lingkungan” pada air yang mengalir di sungai dan drainase. Absurd bukan? Bagaimana mungkin, kantung plastik merengek ke sungai seperti dongeng anak-anak. Tetapi keabsurdan tak terelakkan ketika kita sebagai konsumen dan pemerintah pembuat regulasi terbuai bujuk rayu produsen kantung plastik untuk mengganti kantung plastik konvensional dengan kantung plastik “ramah lingkungan”. Apa pasal? Bukankah diketemukannya kantung plastik “ramah lingkungan” merupakan solusi cerdas penyelesaian sampah perkotaan ? Bukankah kantung plastik ramah lingkungan dapat hancur hanya dalam waktu 2 tahun? Jauh lebih singkat dibandingkan kantung plastik sebelumnya yang mebutuhkan waktu ratusan tahun lamanya. Jawabannya ternyata sederhana. Teknologi memang terus berkembang. Tetapi penerapan teknologi akan berakhir menyedihkan apabila implementasinya hantam kromo tanpa memperhitungkan fakta lapangan. Hasil riset terakhir para ahli dari Universitas Loughborough menyatakan bahwa oxobiodegradable bag (kantung plastik ramah lingkungan) hanya dapat hancur dalam kondisi tertentu. Tanpa paparan sinar matahari dan suhu yang tepat, maka kantung plastik “ramah lingkungan” tidak dapat hancur dalam 5 tahun. Kelembaban tinggi di di tempat pembuangan sampah akhir (TPA) pun tidak memenuhi syarat sang kantung plastik untuk terurai/hancur. Malangnya, penambahan zat aditif ( umumnya timbal dan kobalt) pada kantung plastik “ramah lingkungan” yang ditujukan untuk menghancurkan sang kantung plastik berbalik menjadi bumerang yang mengancam keberlangsungan rantai ekosistem. Sehingga US Council of Better Business Bureaus menyarankan untuk berhenti menggunakan istilah “ramah lingkungan”. Beberapa fakta kantung plastik “ramah lingkungan” ternyata tidak ramah pada lingkungan hidup adalah sebagai berikut: Kantung plastik “ramah lingkungan” tidak dapat didaur ulang menjadi bahan baku plastik lagi. Keberadaannya akan tetap ada di muka bumi dalam bentuk serpihan-serpihan dan terbang entah kemana bersama polutan lainnya Zat aditif juga menyebabkan kantung plastik tidak dapat hancur dalam proses komposting. Hal tersebut mungkin disebabkan pengaruh ammonia dan gas lainnya yang dihasilkan mikrooganisme dalam kompos. Toksisitas yang terkandung pada kantung plastic “ramah lingkungan” akan membahayakan invertebrata, burung dan ikan yang memakannya. Berdasarkan beberapa fakta tersebut di atas, dua waralaba terbesar di Inggris , Tesco dan Co-op yang terkena greenwash dan membanggakan diri telah menggunakan kantung plastik “ramah lingkungan”, akhirnya menghentikan penggunaannya pada tahun 2011 silam. Supermarket Tesco memang menggunakan kantung plastik jauh lebih banyak dibanding toko-toko lainnya. Setiap tahunnya tak kurang 2 milyar kantung plastik dibagikan dengan umur pemakaian kurang lebih 20 menit sebelum akhirnya dibuang. Kebijakan terakhir yang diambil Tesco adalah menggunakan kantung plastik yang mengandung 15 % bahan hasil daur ulang. Mungkin karena mempertimbangkan pendapat The European Plastics Recyclers Association bahwa proses pembuatan kantung plastik membutuhkan bahan baku fosil dan energy yang banyak, jadi mengapa harus menciptakan tas yang bisa hancur dengan sendirinya? Tetapi tentu saja Tesco tidak memberikan kantung plastik gratis. Setiap konsumen harus membayar 5 pence (sekitar Rp 700) per kantung plastik. Kebijakan ini menyusul langkah Mark & Spencer yang telah melakukan kebijakan tersebut sejak tahun 2008. Pemberlakuan kantung plastik tidak gratis ditujukan untuk mengurangi penggunaan kantung plastik sekali pakai. Karena menurut WRAP (badan pemerintah yang mengatur pengurangan sampah) jumlah konsumsi kantung plastik pada tahun 2010/2011 mencapai 6,4 milyar dan pada tahun 2009/2010 mencapai 6,1 milyar. Artinya setiap orang di Inggris mengkonsumsi rata-rata 8,6 kantung plastik per bulan. Nah, ketika negara-negara di Eropa dan USA mulai menghentikan pemakaian kantung plastik “ramah lingkungan” bahkan alergi menyebutnya “ramah lingkungan”, pemerintah kota Bandung justru sedang merancang peraturan daerah untuk menggunakan kantung plastik “ramah lingkungan”. Bahkan perusahaan yang memproduksi kantung plastik ramah lingkungan akan mendapat insentif seperti tercantum pada pasal 32 ayat 2: Bentuk pemberian insentif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa : a. pengurangan, keringanan, atau pembebasan pajak daerah; dan/atau b. pengurangan, keringanan, atau pembebasan retribusi daerah; dan/atau c. kemudahan dalam pengurusandan penerbitan perizinan yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan; dan/atau d. rekomendasi untuk memperoleh kredit usaha dari bank. Sedangkan perusahaan yang enggan memproduksi kantung plastik “ramah lingkungan” akan terkena disinsentif sesuai pasal 33 ayat 2: Bentuk pemberian disinsentif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa: a. pengenaan denda berupa pembayaran biaya lingkungan hidup;dan/atau b. publikasi negatif di media massa. Sebetulnya sah-sah saja apabila produsen melakukan green wash berupa penjualan isu lingkungan yang mendompleng kampanye lingkungan hidup. Karena bagaimanapun omzet penjualannya terancam. Tetapi menjadi berbahaya ketika masyarakat mengiyakan dan pemerintah melegalkan penggunaan kantung plastik yang diklaim ramah lingkungan tanpa mau mempelajari permasalahan yang sebenarnya. Masalah sampah adalah masalah gaya hidup, masalah lifestyle yang harus berubah dengan ditunjang pembenahan system persampahan dan sarana lainnya. Teknologi adalah bagian dari sarana tersebut sehingga tidak bisa menyelesaikan permasalahan sampah secara sim salabim. Penggunaan kantung plastik berteknologi “ramah lingkungan” tidak dianjurkan karena hanya akan memperparah penggunaan kantung plastik sekali pakai. Konsumen akan berpikir sampahnya bisa hancur dalam jangka 2 tahun tanpa memperhitungkan varian-varian yang menyertainya. Sangat sesuai dengan harapan produsen kantung plastik yang memperoleh omzet terbesar dari penjualan kantung plastik sekali pakai dibanding plastik jenis lain. Jadi sebagai konsumen yang membutuhkan kantung belanja, apakah yang harus kita lakukan? Menggunakan tas pakai ulang (reusable bag) untuk barang belanjaan. Kini banyak dijual di supermarket atau bisa juga menggunakan tas kain yang banyak dibagikan di workshop/seminar atau ketika kita membeli barang dengan jumlah tertentu. Meminta kardus bekas sebagai wadah barang belanjaan apabila tidak membawa kantung pakai ulang padahal barang belanjaan banyak nian, maklum belanja bulanan. Penggunaan kardus bekas sebagai aksi reuse juga sangat berarti bagi pemulung/tukang rongsok, karena harga jualnya yang lumayan. Berbeda dengan kantung plastik (keresek/kantung asoy) yang menurut pemulung "ngga ada harganya" . Jika terpaksa menggunakan kantung plastik, usahakan agar bisa digunakan berulang-ulang (reuse) . Hal tersebut dimungkinkan karena kantung plastik konvensional umumnya lebih tebal dibanding kantung plastik yang diklaim “ramah lingkungan”. Tolaklah dengan halus pemberian kantung plastik untuk pembelian barang berukuran kecil semisal obat/kosmetik/alat tulis. Karena barang belanjaan tersebut bisa langsung dimasukkan ke tas jinjing/tas ransel kita. Praktis dan terhindar dari kemungkinan tercecer. Petugas kasir supermarket sebetulnya selalu ingin memberikan pelayanan yang terbaik, demikian juga pedagang di kios pasar tradisional. Mereka selalu mengingat kebiasaan pelanggan. Sejauh ini penulis mendapatkan pengalaman yang menyenangkan karena sebelum menghitung nilai barang belanjaan, mereka selalu menanyakan apakah penulis membawa tas ? Akhir kata, penulis ingin mengutip kata penutup ala Rima, anak manis pemenang WWF Forest Friend: Inilah resiko hidup di dunia moderen. Kita perlu cerdas menyikapi segala perkembangan yang ada. Jangan mau dibodohi oleh inovasi-inovasi yang terkesan keren padahal sebenarnya absurd. Bener juga dia ……….. ^_^

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mariahardayanto/jangan-terkecoh-kantung-plastik-ramah-lingkungan-eps-raperda-2_5510b378a33311a42dba946a
“Hai air, jangan banjir dulu ya………. Aku belum hancur nih. Waktu uraiku kan 2 tahun”, rengek sang sampah kantung plastik “ramah lingkungan” pada air yang mengalir di sungai dan drainase. Absurd bukan? Bagaimana mungkin, kantung plastik merengek ke sungai seperti dongeng anak-anak. Tetapi keabsurdan tak terelakkan ketika kita sebagai konsumen dan pemerintah pembuat regulasi terbuai bujuk rayu produsen kantung plastik untuk mengganti kantung plastik konvensional dengan kantung plastik “ramah lingkungan”. Apa pasal? Bukankah diketemukannya kantung plastik “ramah lingkungan” merupakan solusi cerdas penyelesaian sampah perkotaan ? Bukankah kantung plastik ramah lingkungan dapat hancur hanya dalam waktu 2 tahun? Jauh lebih singkat dibandingkan kantung plastik sebelumnya yang mebutuhkan waktu ratusan tahun lamanya. Jawabannya ternyata sederhana. Teknologi memang terus berkembang. Tetapi penerapan teknologi akan berakhir menyedihkan apabila implementasinya hantam kromo tanpa memperhitungkan fakta lapangan. Hasil riset terakhir para ahli dari Universitas Loughborough menyatakan bahwa oxobiodegradable bag (kantung plastik ramah lingkungan) hanya dapat hancur dalam kondisi tertentu. Tanpa paparan sinar matahari dan suhu yang tepat, maka kantung plastik “ramah lingkungan” tidak dapat hancur dalam 5 tahun. Kelembaban tinggi di di tempat pembuangan sampah akhir (TPA) pun tidak memenuhi syarat sang kantung plastik untuk terurai/hancur. Malangnya, penambahan zat aditif ( umumnya timbal dan kobalt) pada kantung plastik “ramah lingkungan” yang ditujukan untuk menghancurkan sang kantung plastik berbalik menjadi bumerang yang mengancam keberlangsungan rantai ekosistem. Sehingga US Council of Better Business Bureaus menyarankan untuk berhenti menggunakan istilah “ramah lingkungan”. Beberapa fakta kantung plastik “ramah lingkungan” ternyata tidak ramah pada lingkungan hidup adalah sebagai berikut: Kantung plastik “ramah lingkungan” tidak dapat didaur ulang menjadi bahan baku plastik lagi. Keberadaannya akan tetap ada di muka bumi dalam bentuk serpihan-serpihan dan terbang entah kemana bersama polutan lainnya Zat aditif juga menyebabkan kantung plastik tidak dapat hancur dalam proses komposting. Hal tersebut mungkin disebabkan pengaruh ammonia dan gas lainnya yang dihasilkan mikrooganisme dalam kompos. Toksisitas yang terkandung pada kantung plastic “ramah lingkungan” akan membahayakan invertebrata, burung dan ikan yang memakannya. Berdasarkan beberapa fakta tersebut di atas, dua waralaba terbesar di Inggris , Tesco dan Co-op yang terkena greenwash dan membanggakan diri telah menggunakan kantung plastik “ramah lingkungan”, akhirnya menghentikan penggunaannya pada tahun 2011 silam. Supermarket Tesco memang menggunakan kantung plastik jauh lebih banyak dibanding toko-toko lainnya. Setiap tahunnya tak kurang 2 milyar kantung plastik dibagikan dengan umur pemakaian kurang lebih 20 menit sebelum akhirnya dibuang. Kebijakan terakhir yang diambil Tesco adalah menggunakan kantung plastik yang mengandung 15 % bahan hasil daur ulang. Mungkin karena mempertimbangkan pendapat The European Plastics Recyclers Association bahwa proses pembuatan kantung plastik membutuhkan bahan baku fosil dan energy yang banyak, jadi mengapa harus menciptakan tas yang bisa hancur dengan sendirinya? Tetapi tentu saja Tesco tidak memberikan kantung plastik gratis. Setiap konsumen harus membayar 5 pence (sekitar Rp 700) per kantung plastik. Kebijakan ini menyusul langkah Mark & Spencer yang telah melakukan kebijakan tersebut sejak tahun 2008. Pemberlakuan kantung plastik tidak gratis ditujukan untuk mengurangi penggunaan kantung plastik sekali pakai. Karena menurut WRAP (badan pemerintah yang mengatur pengurangan sampah) jumlah konsumsi kantung plastik pada tahun 2010/2011 mencapai 6,4 milyar dan pada tahun 2009/2010 mencapai 6,1 milyar. Artinya setiap orang di Inggris mengkonsumsi rata-rata 8,6 kantung plastik per bulan. Nah, ketika negara-negara di Eropa dan USA mulai menghentikan pemakaian kantung plastik “ramah lingkungan” bahkan alergi menyebutnya “ramah lingkungan”, pemerintah kota Bandung justru sedang merancang peraturan daerah untuk menggunakan kantung plastik “ramah lingkungan”. Bahkan perusahaan yang memproduksi kantung plastik ramah lingkungan akan mendapat insentif seperti tercantum pada pasal 32 ayat 2: Bentuk pemberian insentif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa : a. pengurangan, keringanan, atau pembebasan pajak daerah; dan/atau b. pengurangan, keringanan, atau pembebasan retribusi daerah; dan/atau c. kemudahan dalam pengurusandan penerbitan perizinan yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan; dan/atau d. rekomendasi untuk memperoleh kredit usaha dari bank. Sedangkan perusahaan yang enggan memproduksi kantung plastik “ramah lingkungan” akan terkena disinsentif sesuai pasal 33 ayat 2: Bentuk pemberian disinsentif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa: a. pengenaan denda berupa pembayaran biaya lingkungan hidup;dan/atau b. publikasi negatif di media massa. Sebetulnya sah-sah saja apabila produsen melakukan green wash berupa penjualan isu lingkungan yang mendompleng kampanye lingkungan hidup. Karena bagaimanapun omzet penjualannya terancam. Tetapi menjadi berbahaya ketika masyarakat mengiyakan dan pemerintah melegalkan penggunaan kantung plastik yang diklaim ramah lingkungan tanpa mau mempelajari permasalahan yang sebenarnya. Masalah sampah adalah masalah gaya hidup, masalah lifestyle yang harus berubah dengan ditunjang pembenahan system persampahan dan sarana lainnya. Teknologi adalah bagian dari sarana tersebut sehingga tidak bisa menyelesaikan permasalahan sampah secara sim salabim. Penggunaan kantung plastik berteknologi “ramah lingkungan” tidak dianjurkan karena hanya akan memperparah penggunaan kantung plastik sekali pakai. Konsumen akan berpikir sampahnya bisa hancur dalam jangka 2 tahun tanpa memperhitungkan varian-varian yang menyertainya. Sangat sesuai dengan harapan produsen kantung plastik yang memperoleh omzet terbesar dari penjualan kantung plastik sekali pakai dibanding plastik jenis lain. Jadi sebagai konsumen yang membutuhkan kantung belanja, apakah yang harus kita lakukan? Menggunakan tas pakai ulang (reusable bag) untuk barang belanjaan. Kini banyak dijual di supermarket atau bisa juga menggunakan tas kain yang banyak dibagikan di workshop/seminar atau ketika kita membeli barang dengan jumlah tertentu. Meminta kardus bekas sebagai wadah barang belanjaan apabila tidak membawa kantung pakai ulang padahal barang belanjaan banyak nian, maklum belanja bulanan. Penggunaan kardus bekas sebagai aksi reuse juga sangat berarti bagi pemulung/tukang rongsok, karena harga jualnya yang lumayan. Berbeda dengan kantung plastik (keresek/kantung asoy) yang menurut pemulung "ngga ada harganya" . Jika terpaksa menggunakan kantung plastik, usahakan agar bisa digunakan berulang-ulang (reuse) . Hal tersebut dimungkinkan karena kantung plastik konvensional umumnya lebih tebal dibanding kantung plastik yang diklaim “ramah lingkungan”. Tolaklah dengan halus pemberian kantung plastik untuk pembelian barang berukuran kecil semisal obat/kosmetik/alat tulis. Karena barang belanjaan tersebut bisa langsung dimasukkan ke tas jinjing/tas ransel kita. Praktis dan terhindar dari kemungkinan tercecer. Petugas kasir supermarket sebetulnya selalu ingin memberikan pelayanan yang terbaik, demikian juga pedagang di kios pasar tradisional. Mereka selalu mengingat kebiasaan pelanggan. Sejauh ini penulis mendapatkan pengalaman yang menyenangkan karena sebelum menghitung nilai barang belanjaan, mereka selalu menanyakan apakah penulis membawa tas ? Akhir kata, penulis ingin mengutip kata penutup ala Rima, anak manis pemenang WWF Forest Friend: Inilah resiko hidup di dunia moderen. Kita perlu cerdas menyikapi segala perkembangan yang ada. Jangan mau dibodohi oleh inovasi-inovasi yang terkesan keren padahal sebenarnya absurd. Bener juga dia ……….. ^_^ **Maria Hardayanto** tulisan sebelumnya : Raperda Pengurangan Kantung Plastik Tidak Ramah Lingkungan .........Haruskah? Sumber data : Biodegradable plastic bags Blognya Rime Tesco-eco friendly bags bisnis.com

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mariahardayanto/jangan-terkecoh-kantung-plastik-ramah-lingkungan-eps-raperda-2_5510b378a33311a42dba946a
Wrote by Maria G Soemitro





"Setiap hari masing-masing orang menghasilkan 2,5 liter sampah," kata Menteri Lingkungan Hidup 2011-2014, Balthasar Kambuaya. Dikalikan dengan jumlah penduduk Indonesia, bisa ditebak bahwa total sampah per hari pastinya banyaaaaakkkkkkkk ..... sekali. Kemana berakhirnya sampah yang banyak tersebut? Jawabannya pasti beragam, bisa ke tempat sampah atau ke sungai.

Padahal siapapun tahu bahwa ada nilai rupiah dibalik sampah. Seperti yang dilakukan perempuan tua yang asyik bergumul dengan sampah ini. Mungkin terlontar pertanyaan, kok mau? Kok ngga jijik? Apa sih yang dicari? Tetapi siapapun akan kaget mengetahui bahwa dia tidak hanya memungut sampah plastik, kertas yang bisa dijual, tapi juga sisa-sisa makanan. Sisa makanan dibersihkan dari kotoran untuk kemudian disantap seketika itu juga atau disimpan. Kosa kata bau, kotor, jijik sudah menjadi bias makna. 

Perut butuh diisi, dan perolehan makanan yang menurutnya “ah, belum 5 menit” berarti menghemat beberapa rupiah dari jumlah penghasilan hari itu. Kejadian serupa tidak hanya dapat kita temukan di tempat penampungan sampah sementara (TPS) Jalan Puter Kota Bandung, tetapi juga TPS seluruh kota besar. TPS merupakan terminal sementara sampah kota yang menjadi incaran siapapun yang membutuhkan rupiah secara halal. Padahal jika sampah dipisah sejak hulu bukan saja menguntungkan ibu berbaju biru tapi juga tukang angkut sampah. Tukang angkut sampah di wilayah rukun tetangga (RT) biasanya memilah sampah semampu mungkin. Hasilnya lebih dari lumayan, bisa mencapai Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu per rit.

Sayang mereka terkendala. Mereka harus mengejar waktu yang ditentukan agar hasil kerjanya mengumpulkan sampah dari rumah ke rumah bisa segera dipindahkan di TPS. Ada ketentuan khusus yang harus ditaati. Seorang penarik sampah RT tidak bisa sembarangan menyimpan sampah di TPS, ada waktu khusus dan “petugas” khusus yang meminta bayaran. Merekalah yang akan memindahkan sampah dari gerobak ke kontainer sampah sebelum akhirnya dibawa ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA). 

Jika demikian ritmenya, mengapa tetap ada sampah di TPS? Terbukti ibu berbaju biru bisa bergerilya mencari sampah. Oh, itu sampah diluar ketetapan. Ibu tersebut memungut sampah yang berasal dari warga yang enggan membayar iuran sampah RT. Mereka ‘berinisiatif’ membuang sampahnya sendiri ke TPS. Tidak malu, karena banyak warga lain yang melakukannya. Walau umumnya TPS Kota Bandung sudah tertutup agar nampak rapi dari luar, toh mereka tetap bisa masuk, membukanya dan membuang sampah. “Petugas” khusus tak mampu menjangkau pembuang sampah illegal. Untuk setiap kawasan ditetapkan satu TPS tertentu, untuk pembuangan penarik sampah RT tertentu, dan dengan “petugas” kontainer tertentu juga. 

Apabila aturan tidak berjalan atau semua sampah masuk ke TPS, bukan ke kontainer, maka sang ibu berbaju biru bakal tertutup gunungan sampah. Jangankan mengorek-orek sampah dengan leluasa, bernapaspun mungkin sulit karena padat dan banyaknya sampah yang masuk. 
Ibu tersebut memungut sampah yang berasal dari warga yang enggan membayar iuran sampah RT. Mereka ‘berinisiatif’ membuang sampahnya sendiri ke TPS. Tidak malu, karena banyak warga lain yang melakukannya. Walau umumnya TPS Kota Bandung sudah tertutup agar nampak rapi dari luar, toh mereka tetap bisa masuk, membukanya dan membuang sampah. “Petugas” khusus tak mampu menjangkau pembuang sampah illegal. 
Hingga disini nampak bahwa proses pembuangan sampah tidak sesederhana yang diucapkan pakar persampahan, yaitu “kumpul, angkut, buang”. Mungkin penetapan pemerintah kota demikian. Tapi kenyataan di lapangan banyak kreativitas yang tak terelakkan. Penyebabnya karena kita masih terkungkung dalam paradigma lama agar membuang sampah pada tempatnya. Padahal seharusnya paradigma jadul tersebut berhenti pada era pak Sariban, icon persampahan nasional yang hanya berharap kawasannya bersih. 


Sesungguhnya bersih hanya bonus, yang terpenting adalah pemisahan sejak hulu. Sejak sampah tercipta. Sampah harusnya dipisahkan berdasarkan kategorinya. Pemisahan lho, bukan pemilahan. Beda kata, beda arti. Pemisahan terjadi ketika sampah terjadi sedangkan pemilahan dilakukan ketika sampah sudah menumpuk. Persis seperti yang dilakukan ibu berbaju biru. Dia tengah memilah sampah organik dan anorganik, dengan tujuan mendapatkan uang. Sedangkan pemisahan dilakukan di rumah tangga karena paham bahwa sampah organik yang tercampur sampah anorganik dapat menimbulkan masalah. Sampah organik menjadi susah terurai di alam. Jika setiap rumah tangga mau memisah sampah, maka bonusnya adalah lingkungan bersih. Tidak ada sampah bertebaran di jalan-jalan utama kota dan di gang senggol yang berpotensi memberi pendidikan salah pada anak yaitu buang sampah sembarangan adalah sah-sah saja.

Sayangnya proses pemisahan sampah rupanya masih enggan diterapkan pemerintah kota. Tidak hanya Kota Bandung tapi juga seluruh kota di Indonesia. Kota Bandung nampak sibuk membeli kendaraan penyapu sampah dan truk kontainer pengangkut sampah dari TPS ke TPA. Mungkin kebijakan jangka pendek dulu agar masalah didepan mata terselesaikan. Jumlah truk sampah Kota Bandung tidak sesuai dengan volume sampah yang semakin hari semakin bertambah. Juga sampah yang bertebaran dii seantero kota, membutuhkan waktu lama sebelum kesadaran tidak nyampah meresap disanubari tiap warga kota. 
Karena itu walikota Bandung, Ridwan Kamil mengalokasikan anggaran untuk pembersih sampah jalanan. Ridwan Kamil pernah berharap para penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) seperti gelandangan, pengemis dan pengamen mau bekerja sebagai penyapu jalanan, mereka mendapat upah Rp 1.400.000 per bulan. Sayangnya para PMKS menolak, mereka hanya mau menjadi penyapu jalanan jika diberi honorarium Rp 5.000.000/bulan. Tentu saja pemerintah Kota Bandung tidak sanggup, pendapatan asli daerah (PAD) mereka tidak cukup leluasa untuk membayar PMKS yang ingin mendapat upah sebesar gaji manajer


Akhirnya lowongan kerjapun disebarkan secara luas. Siapapun boleh menjadi penyapu jalanan. Bertugas sejak jam hingga jam , setiap hari dan mendapat binaan. Mungkin sang ibu berbaju biru tidak membaca pengumuman lowongan kerja tersebut. Sehingga dia harus bergumul dengan sampah. Meniadakan bau, rasa jijik dan keengganan lainnya. Serta bersaing dengan pemulung yang mengedari Kota Bandung dengan langkah-langkah cepatnya. Sejak matahari terbit di ufuk timur dan menenggelamkan diri di arah barat


Berperang dengan terik panasnya matahari tatkala nusim kemarau dan kejamnya banjir cileuncang ketika musim hujan. Berhenti melangkah merupakan kemewahan karena ratusan pemulung lain akan mengambil jatah sampah yang bersembunyi dalam tumpukan sampah dalam tong-tong sampah perumahan. Ah, andaikan setiap penghuni rumah mau memisah sampah, tentunya akan memudahkan si ibu berbaju biru dan pemulung mengais rejeki.



Wrote by Maria G Soemitro
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT AUTHOR



Haloooo, saya Maria G Soemitro, seorang ambu (ibu = Bahasa Sunda) dengan 4 orang anak.
Blog ini didedikasikan khusus untuk berbagi perihal sampah. Mengenai saya selengkapnya ada disini Saya bisa dihubungi di ambu_langit@yahoo.com




LATEST POSTS

  • Rumah Kompos Di Antapani
    Rumah Kompos Bina Usaha Sejahtera (dok Maria G. Soemitro) Tulisan ini merupakan sequel dari dari : “Sekali Tepuk Dua Tempat” ...
  • 5 Langkah Atasi Sampah Plastik untuk Bumi yang Berkelanjutan
           5 Langkah Atasi Sampah Plastik untuk Bumi yang Berkelanjutan “Say no to Plastics” Demikian bunyi  banner yang kerap bersliweran di ha...
  • Stop Tayangan OVJ, atau Ganti Property !
    Anak anak tertawa Ibu ibu tertawa Para bapak juga tertawa Gara gara aksi Sule, Azis, Nunung, Andre dan Parto Bercanda...
  • Belajar Dari Pak Herry, Newbie di Persampahan
      lapak pak Herry Manisnya   bisnis persampahan nampaknya menarik minat pak Herry 3 tahun silam. Sebagai newbie, dia tak segan-...
  • Yuk Bikin Bank Sampah di Lingkunganmu
    “Duh, ibu rajin sekali angkat-angkat sampah” Kalimat satire tersebut akrab didengar pengurus Bank Sampah. Maksudnya, ih ibu kok mau si...
  • International Plastic Bag Free Day, Emang Gue Pikirin........ ??
    Maukah Anda Berdiet Kantung Plastik? Hari Bebas Kantung Plastik Sedunia tahun ini akan dilaksanakan pada tanggal  3 Juli 2011 . Tah...
  • Jangan Tertipu Jargon Kantong Plastik Ramah Lingkungan
    Tas ramah lingkungan terbuat dari campuran singkong (dok. Maria G Soemitro) Yang dimaksud kantong plastik ramah lingkungan disini t...
  • Kawasan Bebas Sampah, Langkah Awal Menuju Zero Waste Cities
    source:abnamro.com Dalam 20 tahun terakhir, gerakan No Waste yang kemudian berubah menjadi Zero Waste, bergaung secara masif di A...
  • Kisah Absurd Kantong Plastik Ramah Lingkungan
    kantung plastik ramah lingkungan (dok. Maria Hardayanto) “Hai air, jangan banjir dulu ya………. Aku belum hancur nih. Waktu ur...
  • Kesejahteraan Pemulung Yang Terabaikan
    dok. Yayasan Kontak Indonesia Pemulung dinobatkan sebagai pahlawan lingkungan? Sudah sangat sering didengungkan. Khususnya karena...

Advertisement

Diberdayakan oleh Blogger.
Foto saya
Maria G Soemitro
Lihat profil lengkapku

Waspada, Gagal Paham Ecobrick!

   sumber: azocleantech.com   Waspada, Gagal Paham Ecobrick! Andai ada kasus: Masyarakat di suatu kawasan kelaparan. Namun alih-alih mengiri...

Powered By Blogger

Cari Blog Ini

Arsip Blog

  • ►  2023 (1)
    • ►  Februari (1)
      • ►  Feb 22 (1)
  • ►  2022 (1)
    • ►  November (1)
      • ►  Nov 28 (1)
  • ►  2019 (2)
    • ►  Maret (1)
      • ►  Mar 28 (1)
    • ►  Januari (1)
      • ►  Jan 10 (1)
  • ►  2018 (2)
    • ►  April (2)
      • ►  Apr 18 (1)
      • ►  Apr 09 (1)
  • ►  2017 (7)
    • ►  November (2)
      • ►  Nov 23 (1)
      • ►  Nov 17 (1)
    • ►  September (1)
      • ►  Sep 19 (1)
    • ►  Mei (3)
      • ►  Mei 20 (1)
      • ►  Mei 11 (2)
    • ►  Maret (1)
      • ►  Mar 21 (1)
  • ▼  2016 (6)
    • ►  Oktober (4)
      • ►  Okt 09 (4)
    • ▼  Januari (2)
      • ▼  Jan 25 (2)
        • Absurdnya Plastik Ramah Lingkungan
        • Haru Biru Dibalik Sampah Kota
  • ►  2015 (61)
    • ►  Oktober (1)
      • ►  Okt 14 (1)
    • ►  September (1)
      • ►  Sep 11 (1)
    • ►  Agustus (8)
      • ►  Agu 18 (1)
      • ►  Agu 11 (2)
      • ►  Agu 09 (2)
      • ►  Agu 02 (1)
      • ►  Agu 01 (2)
    • ►  Juli (16)
      • ►  Jul 31 (1)
      • ►  Jul 28 (1)
      • ►  Jul 25 (1)
      • ►  Jul 19 (3)
      • ►  Jul 18 (2)
      • ►  Jul 15 (2)
      • ►  Jul 13 (2)
      • ►  Jul 07 (3)
      • ►  Jul 05 (1)
    • ►  Juni (16)
      • ►  Jun 30 (2)
      • ►  Jun 29 (2)
      • ►  Jun 28 (2)
      • ►  Jun 25 (2)
      • ►  Jun 24 (2)
      • ►  Jun 11 (1)
      • ►  Jun 10 (1)
      • ►  Jun 09 (1)
      • ►  Jun 06 (1)
      • ►  Jun 04 (1)
      • ►  Jun 03 (1)
    • ►  Mei (5)
      • ►  Mei 14 (2)
      • ►  Mei 03 (2)
      • ►  Mei 01 (1)
    • ►  April (1)
      • ►  Apr 24 (1)
    • ►  Maret (1)
      • ►  Mar 21 (1)
    • ►  Februari (12)
      • ►  Feb 22 (1)
      • ►  Feb 21 (1)
      • ►  Feb 16 (2)
      • ►  Feb 11 (2)
      • ►  Feb 10 (1)
      • ►  Feb 09 (1)
      • ►  Feb 06 (1)
      • ►  Feb 04 (1)
      • ►  Feb 03 (2)
  • ►  2014 (2)
    • ►  Oktober (1)
      • ►  Okt 21 (1)
    • ►  September (1)
      • ►  Sep 11 (1)
  • ►  2012 (20)
    • ►  Desember (2)
      • ►  Des 29 (2)
    • ►  Oktober (1)
      • ►  Okt 27 (1)
    • ►  September (5)
      • ►  Sep 21 (1)
      • ►  Sep 20 (3)
      • ►  Sep 07 (1)
    • ►  Agustus (2)
      • ►  Agu 01 (2)
    • ►  Juli (1)
      • ►  Jul 29 (1)
    • ►  Juni (1)
      • ►  Jun 25 (1)
    • ►  Mei (2)
      • ►  Mei 18 (1)
      • ►  Mei 17 (1)
    • ►  Maret (4)
      • ►  Mar 19 (2)
      • ►  Mar 17 (1)
      • ►  Mar 01 (1)
    • ►  Februari (2)
      • ►  Feb 29 (1)
      • ►  Feb 14 (1)
  • ►  2011 (15)
    • ►  Oktober (2)
      • ►  Okt 13 (2)
    • ►  Agustus (2)
      • ►  Agu 04 (2)
    • ►  Juli (2)
      • ►  Jul 28 (1)
      • ►  Jul 09 (1)
    • ►  Mei (1)
      • ►  Mei 31 (1)
    • ►  April (5)
      • ►  Apr 10 (1)
      • ►  Apr 07 (2)
      • ►  Apr 05 (1)
      • ►  Apr 03 (1)
    • ►  Februari (2)
      • ►  Feb 16 (2)
    • ►  Januari (1)
      • ►  Jan 21 (1)
  • ►  2010 (6)
    • ►  November (3)
      • ►  Nov 29 (3)
    • ►  Maret (1)
      • ►  Mar 12 (1)
    • ►  Februari (1)
      • ►  Feb 26 (1)
    • ►  Januari (1)
      • ►  Jan 05 (1)
  • ►  2009 (4)
    • ►  Desember (3)
      • ►  Des 23 (2)
      • ►  Des 04 (1)
    • ►  November (1)
      • ►  Nov 16 (1)

Label

3 R adipura B3 BandungJuaraBebasSampah bank sampah barang bekas BebasSampahId biodigester biogas debat ilmuwan ecobrick energi Environmental Sustainability Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik industri kreatif Iriana Jokowi kantong plastik kantung plastik keresek KESEJAHTERAAN lifestyle MASA DEPAN CERAH pengepul pengomposan PERENCANAAN KEUANGAN pernak pernik photography pilah sampah ramah lingkungan regulasi reparasi Reverse Vending Machine Ridwan Kamil sampah anorganik sampah organik solusi limbah sosok styrofoam SUN LIFE zero waste

Translate

Laman

  • Halaman Muka
  • green planet
  • Kaisa Indonesia

FOLLOW US @ INSTAGRAM

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Copyright © 2016 Bandung Zero Waste. Designed by OddThemes & Blogger Templates