• Home
  • Download
    • Premium Version
    • Free Version
    • Downloadable
    • Link Url
      • Example Menu
      • Example Menu 1
  • Social
    • Facebook
    • Twitter
    • Googleplus
  • Features
    • Lifestyle
    • Sports Group
      • Category 1
      • Category 2
      • Category 3
      • Category 4
      • Category 5
    • Sub Menu 3
    • Sub Menu 4
  • Entertainment
  • Travel
  • Contact Us

About Me



Haloooo, saya Maria G Soemitro, seorang ambu (ibu = Bahasa Sunda) dengan 4 orang anak.
Blog ini didedikasikan khusus untuk berbagi perihal sampah. Mengenai saya selengkapnya ada disini Saya bisa dihubungi di ambu_langit@yahoo.com




Bandung Zero Waste

Gaya Hidup Nol Sampah untuk Wujudkan Indonesia Bebas Sampah




Air minum apakah yang sekarang selalu disediakan di acara resepsi (resepsi apapun), arisan bahkan menjamu tamu ? Jawabnya pasti : air mineral dalam kemasan! Tidak hanya resepsi di gedongan, pesta pernikahan dengan organ tunggal di gang senggolpun selalu menyediakan air mineral dalam kemasan berbentuk gelas.

Seorang teman aktivis lingkungan yang ingin mengadakan pesta resepsi “semi zero waste” dengan menyediakan air minum dalam gelas beling terpaksa harus mengurungkan niatnya karena pihak catering menetapkan harga air minum dalam gelas beling 2 x lebih besar dibanding air dalam kemasan.

Benarkah air kemasan lebih murah ? Sebuah artikel berjudul Air Minum Dalam Kemasan, Beli Air atau Sampah membantu kita berhitung sebagai berikut :

Air mineral dalam gallon yang berisi 19 liter biasanya seharga Rp 9.000 – Rp 11.000. Apabila kita tetapkan berdasarkan harga termahal maka harga air mineral per ml adalah : Rp 11.000 : 19.000 ml = Rp 0.58/ml

Berapa  harga air mineral dalam gelas atau botol dipasaran ? Umumnya air mineral dalam gelas plastik @ 240 ml @ Rp 500 sedangkan air mineral dalam botol @ 600 ml @ Rp 2.000.
Padahal seharusnya air dalam gelas plastik hanya seharga : 240 ml @ Rp 0.58 = Rp 139,20 sedangkan air mineral dalam botol 600 ml @ Rp 0,58 = Rp 348.

Berarti sampah gelas air mineral yang kita beli adalah Rp 500 – Rp 139,20 = Rp 360,20 sedangkan sampah botol yang kita beli Rp 2.000 – Rp 348 = Rp 1.652. Apabila dalam sehari minimal kita membeli dan minum 2 botol air mineral, maka dalam setahun kita mengeluarkan uang 365 x 2 x Rp 1.652 = Rp 1.205.960

Tentu saja kita bisa berkilah, “Ah, Aku bisa bayar!”

Harga yang kita bayar untuk sampah plastik memang sangat murah tetapi biaya lingkungannya sangatlah mahal. 
Bahan baku plastik memerlukan proses jutaan tahun sebelum ditambang dan dipolimerisasi menjadi biji plastik. Padahal cadangan minyak bumi yang merupakan bahan baku plastik hanya tersisa belasan tahun. Hingga harga keekonomian sampah plastik yang kita beli satu dekade lagi pasti meningkat puluhan kali lipat.

Seharusnya mulai ada terobosan bahan substitusi plastik tetapi karena kiblat kita Amerika Serikat dan Negara-negara Eropa santai-santai saja, kitapun ikutan nyantai.Gimana nanti sajalah !

Masalah selain ancaman harga plastik yang membumbung tinggi adalah : sampah. Sampah botol dan gelas kemasan air mineral tidak semuanya bisa di daur ulang. Diperkirakan hanya 10 % yang mampu dikumpulkan untuk didaurulang. Karena system yang memungkinkan sampah terpilih dan terkumpul sesuai jenisnya belum berlaku di Indonesia. Sehingga sampah kemasan air mineral berserakan di jalan raya (okelah, bisa terjangkau pemulung ), di sungai yang berakhir ke laut (mengakibatkan banyak biota laut mati karena memakannya). Bahkan ada teman yang paranoid sesudah melihat tontonan televisi tentang pemalsuan makanan dan minuman dalam kemasan menjadi rajin menggunting semua bekas kemasan. Yaaa….. pemulungpun ogah memulung serpihan bekas kemasan !
beakhir di sungai........
beakhir di sungai……..
Jadi apa solusinya ? Membawa tempat minum apabila bepergian sehingga tidak terpaksa membeli air kemasan. Pembeli adalah Raja. Dia adalah Penentu Pasar ! Apabila semakin banyak pemesan catering meminta air dalam gelas beling maka pengusaha catering pun akan bersaing untuk memberikan harga yang masuk akal. Karena sesuai kalkulasi diatas, bukankah harga air tanpa kemasan harusnya lebih murah ?
13011925741975424783
gelas beling berjejer di Novotel Bandung
13011928071449863670
air minum di pengajian (dok. Maria G. Soemitro)
sumber foto : disini
Wrote by Maria G Soemitro

Sudah menjadi rahasia umum bahwa di setiap hari Besar, termasuk  Ramadhan dan Lebaran menjadi ajang kampanye terselubung  tokoh dan partai politik. Tulisan “Selamat Berpuasa” dan “Selamat Idulfitri” bertaburan dalam bentuk spanduk hingga merambah menjadi  iklan jor-joran di media cetak televisi.

Cibiran? Pastilah ada. Karena yang mencibir dan yang menghabiskan dana milyaran rupiah untuk iklan mempunyai hak sama dalam menyuarakan pendapat. Tetapi sebetulnya ada langkah bijak yang dapat mengganti cibiran menjadi pujian. Yaitu menyisipkan semangat peduli lingkungan dalam iklannya.  Iklan tokoh politik dengan adegan mengantongi kulit permen akan terlihat lebih smartdaripada adegan lebay lainnya. Adegan berkendaraan sepeda juga mempunyai nilai lebih dibanding adegan menanam pohon diiringi tepuk tangan cameo. Sambil menyelam minum air, sambil menebar citra mengedukasi masyarakat.

Mengapa adegan penuh semangat untuk menyelamatkan lingkungan? Karena di bulan Ramadhan dan hari Lebaran konsumsi masyarakat meningkat. Dan hukumpun berlaku. Semakin tinggi tingkat komsumsi masyarakat maka akan makin banyak sampah yang dihasilkan.

Khusus di bulan Ramadhan setiap rumah tangga akan menambah jenis dan porsi menu berbuka puasa. Lauk pauk menu utamapun sering berubah dan bertambah dengan alasan “takut lapar besok”. Demikian pula di hari Lebaran dan hari-hari libur pasca Lebaran. Begitu banyak makanan ekstra, begitu banyak jajanan.

Akibatnya tentu saja volume sampah kota bertambah. Di bulan Ramadhan, hari-hari Lebaran dan hari-hari libur Lebaran di tempat rekreasi. Kepala Dinas kebersihan DKI memprediksi sampah kota Jakartameningkat 5 - 10 % dari volume awal 6.500 ton. Di Lhokseumawe diprediksi volume sampah meningkat 35 %. Sedangkan walau Dirut PD Kebersihan Bandung memprediksi sampah “hanya” meningkat 55 ton menjadi 1.155 ton sampah yang diangkut ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA), Dinas Pengelolaan Persampahan, Pertamanan dan Pemakaman Sukabumi berani memastikan sampah yang diangkut ke TPA Cikundul meningkat 300 % menjadi 300 ton.

Perbedaan prediksi disebabkan setiap Kepala Dinas hanya menghitung berapa kali truk wara-wirimengangkut sampah dan laporan volume sampah yang diangkut. Sampah di kota besar tidak terangkut semua karena jumlah armada truk dan jarak tempuh dari TPS ke TPA yang cukup jauh menyebabkan warga kota besar terpaksa membuang sampah ke tepi jalan, sungai atau membakarnya. Tidak demikian halnya dengan kota kecil yang sanggup mengatasi masalah lonjakan sampah penduduknya.

Masalah sampah terjadi ketika sampah sudah menggunung. Metode yang diterapkan memang seperti itu : Kumpul, angkut dan buang. Sehingga ketika jumlah penduduk Indonesia melonjak setiap tahunnya dan harga bahan bakar minyak(BBM) makin membumbung, biaya tinggilah yang terjadi. Padahal sampah yang dibuang mengandung banyak potensi. Diproses menjadi pupuk, menjadi biji plastik, daurulang produk lain bahkan menjadi energy listrik.

Penyelesaian masalah sampah tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah daerah sendiri. Perlu peran serta masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh politik dan para ulama. Apabila setiap ulama bersedia menyisipkan pesan lingkungan di setiap tausiahnya maka bumi akan terhindar dari bencana lingkungan. Banyak sekali ayat AL Quran yang mengajak umat manusia memelihara bumi yang menghidupinya yang anehnya sering terabaikan.
Wrote by Maria G Soemitro


1331986867462421102
Rahyang mengambil desert ke dalam gelas air putih, penulis menggunakan cangkir (kanan) dok. Maria Hardayanto
Pernah datang ke acara peringatan pelestarian alam tapi di sekeliling area  penuh dengan sampah kemasan air minum, kardus snack serta wadah styrofoam? Sungguh kontradiktif. Antara  semangat diadakannya acara yang bertujuan penyadaran pelestarian lingkungan hidup dengan banyaknya sampah  seusai acara berlangsung.

Sampah berserakan dimana-mana. Umumnya di bawah kursi atau disekitar pohon. Bukan berarti tidak boleh nyampah. Tetapi bukankah panitia dan peserta acara bisa bekerjasama meminimalisir sampah?

Karena itu ketika Kompasianer  Achmad Siddik mengajak rekan-rekan Kompasianer kopdar sambil memperingati Hari Bumi, 22 April 2012 di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor.  Maka ingatan akan akhir berbagai peringatan lingkungan (Hari Bumi, Hari Air, Hari Ozon, Hari Lingkungan Hidup) yang kurang menyenangkan terulang kembali.

Umumnya sesuai kultur, tamu layak dihormati bak raja. Begitu dihormatinya sehingga nyampahpun dimaklumi. Padahal ada banyak cara menghormati tamu sekaligus mengajak mereka melakukan aksi. Tamu dan panitia bisa bekerja sama, saling melengkapi sehingga acara peringatan hari lingkungan lebih bermakna. Tidak sekedar hore-hore….  ^_^

Yang perlu dilakukan antara lain:

· Di dalam undangan dicantumkan dengan jelas agar para tamu membawa tempat minum (tumbler) dan serbet kain/saputangan kain. Gunanya untuk mengurangi sampah kemasan plastik bekas air mineral dan tisu kertas.

· Di lokasi acara, MC mengumumkan dan mengajak peserta untuk menjadikan area acara bebas sampah (zero waste event). Panitia hanya menyediakan air minum dalam gallon. Sebetulnya gelas-gelas plastik bisa disediakan, tapi bukan jenis gelas plastik sekali pakai. Panitia menyediakan label sticker agar peserta bisa memberi nama pada gelas minum. Ini untuk mengantisipasi peserta yang tidak membawa tumbler dan tentunya akan bolak-balik mengisi gelas plastik minumnya.
13319875321307856626
panitia dan peserta bekerjasama menyiapkan Zero Waste Event termasuk kotak kue sehingga tidak menghasilkan sampah
· Panitia menyiapkan makanan camilan minim sampah. Atau bahkan tanpa sampah. Misalnya risoles lebih dipilih daripada bugis yang dibungkus plastik. Atau bisakah memesan kue bugis dan nagasari dalam bungkusan daun pisang? Karena akhir-akhir ini nyaris tidak ada  makanan camilan yang berbungkus daun pisang. Lemperpun dibungkus plastik.  Padahal harga daun pisang masih tetap murah. Pertimbangan pedagang adalah praktis. Sudah waktunya sebagai pembeli, kita memilih makanan non/minim sampah. Hukum permintaan dan penawaran seharusnya berlaku. Sehingga pedagang  pasti akan menyanggupi. Mereka tahu keberlangsungan hidup usahanya sangat tergantung pada keinginan/trend pembeli.
1331987239729230453
berbagai camilan non sampah anorganik
· Apabila memungkinkan makan siang dengan prasmanan. Menggunakan piring dan sendok yang mudah dicuci. Tetapi apabila tidak memungkinkan dan pembagian makan siang harus menggunakan kardus ya apa boleh buat, asalkan jangan menggunakan wadah styrofoam yang nyata nyata tidak dapat terurai di alam.
13319878742124804677
· Panitia tidak bisa melarang peserta cilik yang ingin makan camilan berbungkus plastik . Daripada peserta membuang sampah  di sembarang tempat, lebih baik disediakan  tempat-tempat sampah berukuran jumbo dimana para peserta bisa membuang sampah anorganiknya. Pembelajaran membuang sampah pada tempatnya bisa tepat sasaran karena sampah betul-betul sudah terpisah.
13319880051657262973
· Seusai makan siang, para peserta diajak memasukkan sampah organiknya ke kotakTakakura. Apabila area acara merupakan hutan seperti Tahura Ir. Juanda, bisa dibuat lubang-lubang untuk membuang sampah organik. Anak-anak dapat dipandu dengan penjelasan bahwa sampah organik tersebut akan membantu menyuburkan tanah karena dikembalikan ke alamnya. Berbeda dengan membuang sampah organik ke tempat sampah umum yang sulit terurai karena bercampur plastik. Bisa juga menerangkan kepada mereka bahwa sampah organik yang terjebak dalam kantung kresek akan mengeluarkan gas metana. Terlalu sulitkah untuk anak? Tergantung anaknya mungkin ya? Anak SMP sih pasti mengerti.

Apa lagi ya? Yang penting memelihara lingkungan tetap bersih sebelum dan sesudah acara. Para tamu biasanya kebingungan meletakkan bekas makanannya. Sehingga panitia harus tanggap menyediakan tempat-tempat khusus menyimpan/ membuang bekas makanan dan MC rajin mengingatkan agar para tamu dengan sukarela berpartisipasi.

Zero Waste Event (ZWE) seperti diatas hanya dapat terlaksana apabila kita  adalah panitia yang mempunyai otoritas untuk mengajak para tamu beraksi nyata mengurangi sampah.
Bagaimana apabila kita adalah tamunya?

Bisa juga sih menyiasati. Dengan berbagai cara:
· Membawa tumbler tempat air minum sendiri dan menanyakan pada panitia apakah ada dispenser air mineral untuk mengisi ulang tumbler tersebut.

· Menghindari camilan yang menghasilkan banyak sampah. Khususnya sampah plastik. Tetapi kalau camilan tersebut menggiurkan dan hanya ada satu macam. Ya, apa boleh buat.

· Bersebelahan dengan desert es buah atau ice cream, biasanya ada tumpukan gelas plastik sekali pakai. Cara menyiasati agar tidak menggunakan gelas plastik sekali pakai adalah dengan menggunakan gelas atau cangkir yang sebelumnya digunakan air minum/air teh. Seperti yang dilakukan @Rahyang Nusantara dan penulis di acaraKompasiana Blogshop N5M di Bandung. Rahyang menggunakan gelas air putih untuk mengambil es buah (atau es jelly?) sedangkan penulis keluar lokasi prasmanan untuk mengambil cangkir kopi/teh sebagai wadah desert tersebut. Tidak ada gelas ataupun cangkir? Apa boleh buat, silakan pakai (hanya) satu gelas sekali pakai untuk minum dan mewadahi desert. Yang penting sudah meminimalisir sampah. Tidak boros menggunakan wadah gelas plastik.

Ribet?  …….mungkin pada awalnya akan ribet, rese dan riweuh. Tetapi apabila pernah melakukannya dan membiasakan diri di setiap event maka akan menjadi terbiasa. Khususnya apabila kita mengingat bahwa pihak catering  pasti akan menyampur sampah organik dengan sampah anorganik. Iyalah ….mereka super sibuk di hari H, jadi kitalah yang harus berperan.

Sampah tercampur  yang dibuang pihak catering dan menimbulkan bau busuk sisa makanan biasanya enggan diambil pemulung. Mereka membiarkan sampah berakhir di TPA. Di TPApun, pemulung hanya akan mengambil sampah anorganik yang “agak” bersih mengingat membersihkan sampah plastik menyita cukup waktu. Mereka pastinya enggan membersihkan plastik kotor berharga murah. Karena itu pengolahan sampah anorganik (khususnya plastik) di Indonesia baru mencapai angka 10 % dari keseluruhan sampah anorganik.

Ada satu pengalaman menarik ketika penulis menjadi ketua panitia pesta bantaran sungai. Berhubung keteteran dan anggota panitia lain belum memahami konsep minimalisir sampah dengan utuh maka penulis bersegera memilah sampah seusai acara. Sampah anorganik yang umumnya terdiri dari gelas air mineral dan kardus dimasukkan kedalam satu karung sedangkan sampah organik sisa makanan tamu yang tidak habis disantap dimasukkan kesatu wadah dan memasukkannya ke lubang resapan biopori (LRB).

Hasilnya? Area bersih dari sampah, LRB terisi bahan-bahan yang menyuburkan tanah. Anggota panitia/anggota masyarakat yang ingin menjual plastik/kardus merasa senang karena mendapat sampah anorganik bersih sedangkan anggota panitia lainnya lebih memahami makna minimalisir sampah. Karena berkontribusi dan beraksi langsung. Tidak sekadar kata dan retorika.
1331987061466124901
ibu-ibu berseragam rapipun memilah sampah dan memasukkan sampah organik ke LRB

Oiya ,kata memilah ditebalkan karena ada perbedaan arti dengan memisah.

Memisah sampah terjadi ketika kita langsung membuang sampah ke dalam tempat sampah sesuai peruntukannya: sampah anorganik, sampah organik dan sampah B3.

Sedangkan kata memilah digunakan apabila sampah sudah terlanjur tercampur sehingga di dalam tempat sampah ada sampah organik dan sampah anorganik. Karena itu biasanya pekerjaan memilah ini tidak efektif.  Selain jijik, selalu ada sampah yang terlewat untuk dipilah. Misalnya bungkus permen yang terlalu kecil “bersembunyi” dibalik daun pisang.

Zero Waste Event sejatinya bukan sesuatu yang sulit dilaksanakan, bukan pekerjaan para dewa. Terlebih sebagai produsen sampah, kita menyadari bahwa pembenahan harus dilakukan di hulu bukan di hilir. Karena ketika masalah sampah sudah berakhir dihilir maka nasibnya akan seperti banjir. Ditangani proyek tambal sulam yang tak berkesudahan. Persis gumpalan benang kusut yang sulit terurai, tidak diketahui mana ujungnya. Pihak pemerintah sebagai eksekutor dan masyarakat sebagai produsen sampah saling menyalahkan. Tanpa menyadari semua pihak berperan menciptakanlingkaran sampah.


**Maria G. Soemitro**
13319881731303479649
tempat sampah apapun, cara apapun …… asal diniatkan pasti rameeeee ……… (dok. Maria G. Soemitro)

Wrote by Maria G Soemitro



dok disini

RVM, solusi atau tanggungjawab?
Hari Senin, 26 Desember 2011 sekitar pukul 23.00 WIB, salah satu radio anak muda di Bandung mengangkat topik sampah. Wah bagus banget! Dengan hastag #BdgBgt dan narasumber Ridwan Kamil, mereka pastinya punya tekad ngga mau peristiwa Bandung Lautan Sampah, 21 Februari 2005 terulang. Sayang sekali kali ini penulis harus kecewa.

Bahkan gambar-gambar yang diposting pada twitter mereka sebagai berikut :

dok disini



Mengapa? Karena gambar-gambar dan solusi keren  tersebut kurang tepat sasaran. Sebanyak 60-70 % sampah di Indonesia bukanlah sampah kaleng dan plastik melainkan  sampah mudah membusuk alias sampah organik. Hal itu pulalah yang menyebabkan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) di Bandung mendapat penolakan. Idealnya mayoritas sampah yang masuk PLTSa adalah sampah kering/setengah kering seperti di negara maju sehingga tidak dibutuhkan energy ekstra untuk mengeringkannya.

PLTSa Bantargebang yang digadang-gadang akan mampu menghasilkan listrik dari pengolahan gas methanpun hingga kini tidak terdengar kabarnya. Bahkan tahun ini Pemerintah Kota Bekasi menuntut kompensasi pembayaran Rp 19 milyar untuk perluasan lahan pembuangan sampah. Padahal apabila proyek waste to energy di Bantargebang berjalan lancar harusnya TPA tersebut tidak memerlukan perluasan lahan bukan?

Masalah utama sampah memang bukan teknologi pemrosesan sampah yang terkumpul di TPA. Karena untuk urusan teknologi sih ilmuwan Indonesia bejibun banyaknya. Tetapi lebih ke masalah kultur. Masalah cara pandang masyarakat terhadap sampah. Dan masalah tersebut tidak akan terpecahkan apabila menafikanjenis sampah yang dibuang penduduk Indonesia. Atau bahkan menyamakan jenis sampah Indonesia dengan jenis sampah Singapura dan Denmark sebagai bahan study banding.

Jadi gimana dong? Sederhana saja, sesederhana yang dilakukan orang tua jaman dulu yaitu memisahkan sampah basah dan mudah membusuk terlebih dulu. Karena sampah anorganik menggunung di depan rumah selama sebulanpun tak apa-apa.
Sampah organik yang mudah membusuk dimasukkan ke lubang resapan biopori (LRB). LRB sangat mudah dibuat. Diperkenalkan pertamakali oleh kompasianer Kamir R. Brata , ilmuwan IPB yang telah bereksperimen puluhan tahun. Kamir R. Brata juga pernah menunjukkan cara pembuatan LRB di halaman belakang

Gedung KompasGramedia, Jakarta. LRB mempunyai multi fungsi, selain menyimpan sampah organik yang menjadikan tanah tersebut subur juga sebagai penyimpan air hujan di perkotaan. Air hujan yang menimbulkan banjir, kemacetan dan rusaknya jalan-jalan umum.

Kamir R. Brata di halaman belakang gedung Kompas Gramedia
pak Kamir R Brata di halaman belakang gedung Kompas Gramedia


LRB juga cara termudah untuk anak-anak muda yang mulai peduli sampah. Mereka bisa bikin acara ngumpul bareng untuk membuat LRB di taman-taman kota yang bisa diisi daun-daun kering dan rumput. Selain itu juga membuat LRB di rumah-rumah secara bergantian.

Bagaimana dengan pekarangan rumah yang terlanjur tertutup semen tanpa meninggalkan celah untuk membuat LRB? Tetap ada solusi, yaitu membuat/membeli kotak takakura untuk membuang sampah organik kesitu. Dalam kurun waktu 2 bulan kotak takakura yang terisi penuh karena diisi sampah setiap hari dapat disaring. Hasil saringannya berupa kompos, sangat berguna untuk tanaman sedangkan sisanya masukkan saja kembali ke kotak untuk diisi sampah organik kembali. Bagaimana dengan sampah anorganik? Berikan saja pada pemulung, atau bisa juga dijual, nilainya sekitar  Rp 100.000/keluarga/bulan. Mudah bukan?

Memang mudah, masalahnya menjadi njlimet karena sikap feodal masyarakat Indonesia yang memandang rendah urusan sampah. Sehingga pemulung yang sudi mengais-ngais sampah ditahbiskan sebagai pahlawan lingkungan. Wah pemulung bukan pahlawan lingkungan. Perilaku pemulung umumnya tidak ramah lingkungan. Dia memulung karena terpaksa. Apabila ada alternatif pekerjaan yang tidak berurusan dengan sampah dan penghasilannya lebih besar, pastilah dia akan lebih memilih meninggalkan profesi pemulungnya.

sumber disini

Bagaimana dengan alternatif-alternatif pengelolaan (recycle) sampah seperti gambar diatas? Nggak terlalu jelek sih. Sekedar untuk asyik-asyikan boleh juga. Tapi tidak mengedukasi. Karena edukasi lingkungan haruslah dimulai dengan mengurangi sampah atau reduce. Baru kemudian  reuse. Recycle adalah pintu gerbang terakhir sesudah 2 tahap awal berusaha dilakukan.
Recyclepun sebetulnya bukan kewajiban kita sebagai konsumen karena menurut undang-undang nomor 18 tahun 2008 ayat 15, produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.

Jadi sudah seharusnya produsen softdrink dan semua produsen yang menggunakan kemasan kaleng menyediakan mesin diatas. Bahkan produsen juga wajib menyediakan mesin  tersebut di supermarket-supermarket seperti reportase Della Anna dari Belanda.

Juga bukanlah sesuatu yang aneh ketika pihak Danone Aqua menyediakan Reserve Vending Machine (RVM) di Monas. Dimana pengunjung yang membawa 10 botol bekas Aqua bisa menukarkannya sebagai tiket masuk. PT Tirta Investama selaku produsen Aqua seharusnya menyediakan berjuta-juta mesin serupa sebagai bentuk tanggung jawab terhadap limbah hasil produksinya. Mesin-mesin tersebut wajib disebarkan ke seluruh penjuru Indonesia untuk diproses hasil cacahan plastiknya oleh UMKM yang menjadi rekanan PT Tirta Investama.

Bahkan PT Tirta Investama seharusnya segera menyediakan mesin-mesin tersebut karena sudah terlalu lama kewajibannya diambil alih oleh para pemulung dan tukang rongsok yang bersedia keliling penjuru kota untuk mengumpulkan bekas kemasan mereka, menyetorkannya pada pengepul hingga akhirnya diolah oleh para pelaku usaha mikro menjadi biji plastik.

Dan tentu saja, produsen air mineral dalam kemasan juga tidak boleh melupakan dosalainnya yaitu  privatisasi dan monopoli terhadap sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak. Entah sudah berapa ratus triliun rupiah sumber daya alam berupa air yang telah dikeruk dari bumi Indonesia ini.

Hingga waktu itu tiba. Waktu dimana penduduk Indonesia harus berperang untuk memperebutkan air bersih. Waktudimana penduduk Indonesia dipenuhi ledakan sampah anorganik karena ulah produsen yang tidak bertanggungjawab dan pejabat lemah yang kekenyangan uang korupsi.

**Maria G. Soemitro**
sumber gambar :
  • Kompas.com

  • antaranews

  • disini dan disin
    i
Wrote by Maria G Soemitro
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT AUTHOR



Haloooo, saya Maria G Soemitro, seorang ambu (ibu = Bahasa Sunda) dengan 4 orang anak.
Blog ini didedikasikan khusus untuk berbagi perihal sampah. Mengenai saya selengkapnya ada disini Saya bisa dihubungi di ambu_langit@yahoo.com




LATEST POSTS

  • Rumah Kompos Di Antapani
    Rumah Kompos Bina Usaha Sejahtera (dok Maria G. Soemitro) Tulisan ini merupakan sequel dari dari : “Sekali Tepuk Dua Tempat” ...
  • 5 Langkah Atasi Sampah Plastik untuk Bumi yang Berkelanjutan
           5 Langkah Atasi Sampah Plastik untuk Bumi yang Berkelanjutan “Say no to Plastics” Demikian bunyi  banner yang kerap bersliweran di ha...
  • Stop Tayangan OVJ, atau Ganti Property !
    Anak anak tertawa Ibu ibu tertawa Para bapak juga tertawa Gara gara aksi Sule, Azis, Nunung, Andre dan Parto Bercanda...
  • Belajar Dari Pak Herry, Newbie di Persampahan
      lapak pak Herry Manisnya   bisnis persampahan nampaknya menarik minat pak Herry 3 tahun silam. Sebagai newbie, dia tak segan-...
  • Yuk Bikin Bank Sampah di Lingkunganmu
    “Duh, ibu rajin sekali angkat-angkat sampah” Kalimat satire tersebut akrab didengar pengurus Bank Sampah. Maksudnya, ih ibu kok mau si...
  • International Plastic Bag Free Day, Emang Gue Pikirin........ ??
    Maukah Anda Berdiet Kantung Plastik? Hari Bebas Kantung Plastik Sedunia tahun ini akan dilaksanakan pada tanggal  3 Juli 2011 . Tah...
  • Jangan Tertipu Jargon Kantong Plastik Ramah Lingkungan
    Tas ramah lingkungan terbuat dari campuran singkong (dok. Maria G Soemitro) Yang dimaksud kantong plastik ramah lingkungan disini t...
  • Kawasan Bebas Sampah, Langkah Awal Menuju Zero Waste Cities
    source:abnamro.com Dalam 20 tahun terakhir, gerakan No Waste yang kemudian berubah menjadi Zero Waste, bergaung secara masif di A...
  • Kisah Absurd Kantong Plastik Ramah Lingkungan
    kantung plastik ramah lingkungan (dok. Maria Hardayanto) “Hai air, jangan banjir dulu ya………. Aku belum hancur nih. Waktu ur...
  • Kesejahteraan Pemulung Yang Terabaikan
    dok. Yayasan Kontak Indonesia Pemulung dinobatkan sebagai pahlawan lingkungan? Sudah sangat sering didengungkan. Khususnya karena...

Advertisement

Diberdayakan oleh Blogger.
Foto saya
Maria G Soemitro
Lihat profil lengkapku

Waspada, Gagal Paham Ecobrick!

   sumber: azocleantech.com   Waspada, Gagal Paham Ecobrick! Andai ada kasus: Masyarakat di suatu kawasan kelaparan. Namun alih-alih mengiri...

Powered By Blogger

Cari Blog Ini

Arsip Blog

  • ►  2023 (1)
    • ►  Februari (1)
      • ►  Feb 22 (1)
  • ►  2022 (1)
    • ►  November (1)
      • ►  Nov 28 (1)
  • ►  2019 (2)
    • ►  Maret (1)
      • ►  Mar 28 (1)
    • ►  Januari (1)
      • ►  Jan 10 (1)
  • ►  2018 (2)
    • ►  April (2)
      • ►  Apr 18 (1)
      • ►  Apr 09 (1)
  • ►  2017 (7)
    • ►  November (2)
      • ►  Nov 23 (1)
      • ►  Nov 17 (1)
    • ►  September (1)
      • ►  Sep 19 (1)
    • ►  Mei (3)
      • ►  Mei 20 (1)
      • ►  Mei 11 (2)
    • ►  Maret (1)
      • ►  Mar 21 (1)
  • ►  2016 (6)
    • ►  Oktober (4)
      • ►  Okt 09 (4)
    • ►  Januari (2)
      • ►  Jan 25 (2)
  • ►  2015 (61)
    • ►  Oktober (1)
      • ►  Okt 14 (1)
    • ►  September (1)
      • ►  Sep 11 (1)
    • ►  Agustus (8)
      • ►  Agu 18 (1)
      • ►  Agu 11 (2)
      • ►  Agu 09 (2)
      • ►  Agu 02 (1)
      • ►  Agu 01 (2)
    • ►  Juli (16)
      • ►  Jul 31 (1)
      • ►  Jul 28 (1)
      • ►  Jul 25 (1)
      • ►  Jul 19 (3)
      • ►  Jul 18 (2)
      • ►  Jul 15 (2)
      • ►  Jul 13 (2)
      • ►  Jul 07 (3)
      • ►  Jul 05 (1)
    • ►  Juni (16)
      • ►  Jun 30 (2)
      • ►  Jun 29 (2)
      • ►  Jun 28 (2)
      • ►  Jun 25 (2)
      • ►  Jun 24 (2)
      • ►  Jun 11 (1)
      • ►  Jun 10 (1)
      • ►  Jun 09 (1)
      • ►  Jun 06 (1)
      • ►  Jun 04 (1)
      • ►  Jun 03 (1)
    • ►  Mei (5)
      • ►  Mei 14 (2)
      • ►  Mei 03 (2)
      • ►  Mei 01 (1)
    • ►  April (1)
      • ►  Apr 24 (1)
    • ►  Maret (1)
      • ►  Mar 21 (1)
    • ►  Februari (12)
      • ►  Feb 22 (1)
      • ►  Feb 21 (1)
      • ►  Feb 16 (2)
      • ►  Feb 11 (2)
      • ►  Feb 10 (1)
      • ►  Feb 09 (1)
      • ►  Feb 06 (1)
      • ►  Feb 04 (1)
      • ►  Feb 03 (2)
  • ►  2014 (2)
    • ►  Oktober (1)
      • ►  Okt 21 (1)
    • ►  September (1)
      • ►  Sep 11 (1)
  • ▼  2012 (20)
    • ►  Desember (2)
      • ►  Des 29 (2)
    • ►  Oktober (1)
      • ►  Okt 27 (1)
    • ►  September (5)
      • ►  Sep 21 (1)
      • ►  Sep 20 (3)
      • ►  Sep 07 (1)
    • ►  Agustus (2)
      • ►  Agu 01 (2)
    • ►  Juli (1)
      • ►  Jul 29 (1)
    • ►  Juni (1)
      • ►  Jun 25 (1)
    • ►  Mei (2)
      • ►  Mei 18 (1)
      • ►  Mei 17 (1)
    • ▼  Maret (4)
      • ▼  Mar 19 (2)
        • Beli Air Minum, Berbonus Sampah!
        • Iklan Politisi Seharusnya Bermanfaat
      • ►  Mar 17 (1)
        • Zero Waste Event!
      • ►  Mar 01 (1)
        • #BdgBgt , Solusi Sampah Menarik Tapi ..........
    • ►  Februari (2)
      • ►  Feb 29 (1)
      • ►  Feb 14 (1)
  • ►  2011 (15)
    • ►  Oktober (2)
      • ►  Okt 13 (2)
    • ►  Agustus (2)
      • ►  Agu 04 (2)
    • ►  Juli (2)
      • ►  Jul 28 (1)
      • ►  Jul 09 (1)
    • ►  Mei (1)
      • ►  Mei 31 (1)
    • ►  April (5)
      • ►  Apr 10 (1)
      • ►  Apr 07 (2)
      • ►  Apr 05 (1)
      • ►  Apr 03 (1)
    • ►  Februari (2)
      • ►  Feb 16 (2)
    • ►  Januari (1)
      • ►  Jan 21 (1)
  • ►  2010 (6)
    • ►  November (3)
      • ►  Nov 29 (3)
    • ►  Maret (1)
      • ►  Mar 12 (1)
    • ►  Februari (1)
      • ►  Feb 26 (1)
    • ►  Januari (1)
      • ►  Jan 05 (1)
  • ►  2009 (4)
    • ►  Desember (3)
      • ►  Des 23 (2)
      • ►  Des 04 (1)
    • ►  November (1)
      • ►  Nov 16 (1)

Label

3 R adipura B3 BandungJuaraBebasSampah bank sampah barang bekas BebasSampahId biodigester biogas debat ilmuwan ecobrick energi Environmental Sustainability Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik industri kreatif Iriana Jokowi kantong plastik kantung plastik keresek KESEJAHTERAAN lifestyle MASA DEPAN CERAH pengepul pengomposan PERENCANAAN KEUANGAN pernak pernik photography pilah sampah ramah lingkungan regulasi reparasi Reverse Vending Machine Ridwan Kamil sampah anorganik sampah organik solusi limbah sosok styrofoam SUN LIFE zero waste

Translate

Laman

  • Halaman Muka
  • green planet
  • Kaisa Indonesia

FOLLOW US @ INSTAGRAM

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Copyright © 2016 Bandung Zero Waste. Designed by OddThemes & Blogger Templates